Yang Menyelamatkan adalah Muhammad saw.

Khalid bin Sa’id bin ‘Ash mendengar apa yang didakwahkan dan diseru oleh Rasulullah saw. dan dia mulai memikirkan semua yang didengarnya. Suatu malam dia bermimpi bahwa dia sedang berada di tepi jurang neraka yang tidak memiliki batas. Dia melihat ayahnya mendorongnya masuk ke dalamnya, tetapi tidak berapa lama setelah itu ada seorang lelaki yang memegangnya dan menyelamatkannya dari neraka itu.
Khalid bin Sa’id adalah sahabat Abu Bakar ash-Shiddiq r.a.. Lalu  dia menceritakan mimpinya kepada Abu Bakar r.a..  Abu Bakar adalah seorang yang ahli menafsirkan mimpi. Dengan wajah berseri-seri, Abu Bakar berkata kepada Khalid, “Itu adalah kebaikan yang dikaruniakan kepadamu. Laki-laki yang menyelamatkanmu itu adalah Rasulullah saw.. Maka, ikutilah  dia. Kamu akan mengikutinya dan masuk ke dalam Islam dan dia akan menyelamatkanmu dari jatuh atau masuk ke dalam api neraka sementara ayahmu akan masuk ke dalamnya.”
Kemudian Khalid menemui Rasulullah saw. dan bertanya kepadanya, “Wahai Muhammad, kepada siapa engkau menyeru?”
Rasulullah saw. menjawab, “Kepada Allah Yang Esa, tak ada sekutu bagi-Nya dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya yang akan menanggalkan kebiasaanmu menyembah batu yang tidak bisa mendengar dan melihat, tidak bisa memberi bahaya atau manfaat, serta tidak pula tahu siapa yang menyembahnya dan siapa yang tidak menyembahnya.”
Mendengar hal itu Khalid segera mengatakan, “Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa engkau adalah utusan Allah.” Maka, Nabi Muhammadlah yang menyelamatkannya dari api neraka dan mimpinya pun jadi kenyataan. 

Sesungguhnya yang Membinasakan Fir

Sufyan ats-Tsauri rahimahullah berkata, “Ketika Khalifah al-Mahdi menunaikan ibadah haji dia berkata, ‘Aku mesti bertemu dengan Sufyan.’ Kemudian ditempatkanlah para tentara di sekeliling Masjidil Haram. Pada malam harinya mereka menangkapku.
Ketika aku sudah berada di hadapan Khalifah, dia berkata kepadaku, ‘Kenapa kau tidak mau datang kepada kami? Boleh jadi kami akan bertanya kepadamu tentang sesuatu, kemudian apa yang kau perintahkan akan kami lakukan dan apa yang kau larang akan kami tinggalkan.’
Aku berkata kepadanya, ‘Berapa dana yang kau keluarkan dalam perjalanan kali ini?’
‘Aku tidak tahu. Aku mempunyai para pembantu dan orang-orang kepercayaan,’ jawab Khalifah.
‘Lalu, apa alasanmu esok apabila kau dihadapkan kepada Allah lalu Dia bertanya kepadamu tentang itu? Padahal, Umar ibnul Khaththab ketika melakukan ibadah haji bertanya kepada pembantunya, ‘Berapa dana yang kau keluarkan untuk perjalanan kita ini?’’
Pembantunya menjawab, ‘Delapan belas dinar, wahai Amirul Mukminin.’
Umar berkata, ‘Betapa banyak harta kaum Muslimin telah kau habiskan? Kau mengetahui apa yang disampaikan oleh Ibnu Mansur dari Aswad dari Alqamah dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah saw. bersabda, ‘Boleh jadi seorang yang menggunakan harta Allah dan harta Rasul-Nya untuk sesuatu yang dimaui oleh nafsunya, kelak disediakan untuknya neraka.’’’
Abu ‘Ubaid al-Katib berkata, ‘Dengan cara beginikah Amirul Mu`minin disambut?’
Sufyan berkata kepada Abu Ubaid, ‘Diam kau, sesungguhnya yang membinasakan Fir’aun adalah Haman.’”
Benar, sesungguhnya yang membinasakan para pemimpin dan pemerintah adalah para pembantu yang buruk. Jika Allah menginginkan kebaikan untuk seorang pemimpin, maka Allah akan memberikan dia taufik mendapatkan pembantu dan orang dekat yang baik. Akan tetapi, jika Allah menginginkan keburukan untuknya, maka Allah akan memberikan kepadanya pembantu dan orang-orang dekat yang tidak baik.
Beginilah seharusnya hubungan para ulama dengan para pemimpinnya, karena baiknya para ulama sangat menentukan baiknya para pemimpin. Karena ulama—sebagaimana dikatakan dalam sebuah ungkapan—ibarat garam pada makanan, kalau garam sudah rusak bagaimana mungkin makanan akan enak?