104. Antara Imam Malik dan Laits bin Sa

Imam Laits bin Sa’ad bin Abdurrahman al-Fahmi Abul Harits al-Mishri adalah seorang ahli fiqih dan imam wilayah Mesir pada masa Imam Malik bin Anas, seorang alim di Madinah. Imam Laits adalah seorang yang banyak ilmu, pemurah, dan dermawan.
Abu Shalih menceritakan, “Kami mendatangi rumah Malik bin Anas di Madinah, tetapi dia enggan untuk menerima kami (mereka bermaksud menemui Malik di waktu tertentu, tetapi Malik tidak bersedia menerima mereka).”
Aku berkata, “Dia tidak seperti sahabat kita.”
Imam Malik mendengar hal itu. Akhirnya, dia izinkan mereka masuk. Kemudian dia bertanya, “Siapa sahabat kalian yang kalian maksud?”
“Laits bin Sa’ad.”
Imam Malik rahimahullah berkata, “Kalian serupakan aku dengan seorang yang pernah kami minta sedikit ushfur (sejenis tumbuhan-tumbuhan rumput yang tumbuh di Mesir) untuk mewarnai pakaian anak-anak kami dan pakaian tetangga-tetangga kami. Lalu dia kirimkan ushfur yang bisa digunakan untuk mewarnai pakaian kami, pakaian anak-anak kami, dan pakaian tetangga-tetangga kami, dan bahkan kami juga bisa menjual sisanya seharga seribu dinar.” 

Imam Malik ingin menjelaskan kepada mereka bagaimana dermawan dan pemurahnya Imam Laits bin Sa’ad rahimahullah. Imam Malik pernah mengirim surat kepadanya untuk meminta sedikit ushfur yang terkenal di kalangan penjual rempah-rempah untuk mewarnai pakaian, ternyata Imam Laits mengirimkannya dalam jumlah yang banyak yang cukup untuk Imam Malik dan tetangganya, bahkan Imam Malik bisa menjual sisanya dengan harga seribu dirham. Begitulah Imam Laits bin Sa’ad rahimahullah.
Imam Laits bin Sa’ad terkenal dengan kedermawanan dan pemurahnya. Beliau adalah seorang yang kaya dan banyak berinfak di jalan Allah serta untuk para ulama dan juru dakwah.

Abu Bakrah ats-Tsaqafi dan Keridhaannya Terhadap Ketetapan Allah

Abu Bakrah ats-Tsaqafi ath-Tha'ifi adalah Maula Rasulullah saw.. Nama aslinya adalah Nafi' ibnul Harits. Ketika peristiwa pengepungan Tha'if, dia keluar dari benteng pertahanan orang-orang Tha'if yang berada di Bakrah, lalu melarikan diri menuju ke tempat   Rasulullah saw.. Abu Bakrah masuk Islam di bawah bimbingan Rasulullah saw. sendiri. Karena dia adalah seorang budak, maka Rasulullah saw. membebaskannya terlebih dahulu, hingga dia menjadi orang merdeka.
Abu Ka'b berkata, "Abdul Aziz bin Abu Bakrah menceritakan pada kami bahwa ayahnya, Abu Bakrah, menikah dengan seorang wanita, kemudian wanita tersebut meninggal. Ketika dia hendak menshalati istrinya itu, saudara-saudara istrinya menghalang-halanginya. Melihat itu, dengan kesal Abu Bakrah berkata pada mereka, "Saya adalah orang yang paling berhak untuk menshalatinya". Lalu orang-orang berkata, "Dia benar". Setelah itu Abu Bakrah memaksa masuk ke tempat makam  istrinya, maka saudara-saudara istrinya langsung mendorongnya dengan kuat, hingga dia terjatuh dan pingsan. Kemudian dalam keadaan pingsan dia dibawa ke tempat keluarganya. Ketika sampai, langsung disambut dengan jeritan tangis dua puluh putra putrinya, dan saya ( Abdul Aziz bin Abi Bakrah ) adalah anaknya yang paling kecil. Abu Bakrah pun tersadar dari pingsannya dan mendengar tangisan anak-anaknya, lalu dia berkata pada mereka, "Jangan kalian menangis seperti itu. Sungguh demi Allah, tidak ada yang lebih membahagiakan saya dari setiap nyawa yang dicabut melainkan jika itu nyawa saya sendiri". Anak-anak Abu Bakrah pun terkejut mendengar perkataan ayahnya itu, kemudian mereka berkata, "Wahai ayah mengapa engkau berkata begitu?" Abu Bakrah menjawab, "Sungguh saya takut akan mengalami hidup pada sebuah zaman dimana saya tidak bisa lagi menyeru kepada kebaikan dan melarang perbuatan munkar. Dan pada zaman itu tidak ada kebaikan yang dapat dijumpai".
Demikianlah keridhaan Abu Bakrah terhadap qada dan qadar Allah. Semoga Allah meridhainya.