TOBAT SAUDARI KANDUNG UMAR BIN ABDUL AZIZ

Ibnu Qudamah dalam kitab at-Tawwabin menyebutkan dari al-Haitsam bin Uda dari Marwan bin Muhammad berkata, “Azzah wanita pengarang banyak syair datang kepada Ummul Banin binti Abdul Aziz saudari kandung Umar bin Abdul Aziz. Dia berkata kepadanya, ‘Wahai Azzah, apa arti kata-kata syair yang banyak diucapkan orang?’”
    Setiap orang yang mempunyai utang—aku mengetahuinya—harus membayarnya. Azzah berkeinginan untuk menunda membayarnya. Apa arti yang disebutkan ini? Engkau harus memberitahuku.
    Azzah berkata, “Dahulu aku telah menjanjikannya sebuah ciuman. Dia pun mendatangiku untuk melakukan itu. Aku menolaknya dan aku tidak penuhi janji itu.”
    Ummul Banin berkata kepadanya, “Lakukan itu bersamanya, dan aku akan menanggung dosanya.”  Kemudian Ummul Banin melakukan introspeksi diri dan menyesali kata-katanya itu seraya memohon ampun kepada Allah. Oleh sebab kata-katanya ini dia memerdekakan empat puluh jiwa hamba sahaya. Setiap kali dia ingat kata-katanya ini, dia langsung menangis sampai kerudungnya basah seraya berkata, “Seandainya saja lidahku bisu ketika aku berbicara kata-kataku itu.”
    Dia tekun dan rajin beribadah sampai ketekunannya sangat dikenal pada masanya karena ijtihad kerasnya. Dia selalu bangun di setiap malam dan di setiap hari Jumat dia selalu membawa di atas sebuah kuda barang-barang yang dibagikan di jalan Allah.59
    Penulis katakan bahwa sesungguhnya orang yang berbicara dengan satu kalimat dan dia tidak memedulikannya padahal dengan kalimat itu dia bisa masuk ke dalam neraka Jahanam selama tujuh puluh musim gugur. Betapa banyak kata-kata yang kita ucapkan dan kita lontarkan akan membawa kita masuk ke dalam neraka Jahanam, bahkan bukan hanya kata-kata tapi juga betapa banyaknya perbuatan dan tingkah laku kita. Kita selalu memohon kepada Allah swt. keselamatan.
    Hendaklah jangan sampai lupa bahwa di sebelah kanan dan kiri kita ada dua malaikat yang bertugas mencatat kebaikan dan kejahatan dan apa yang diucapkan oleh manusia sepanjang harinya. Allah swt. berfirman, “Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat).” (Qaaf: 18)
    Pada hakikatnya kata-kata itu entah menjadi kebaikan bagi kita atau justru menjadi kejelekan atas kita. Berapa banyak manusia yang membantingkan mukanya ke dalam neraka di hari Kiamat karena perbuatan lidah-lidah mereka seperti yang dijelaskan dalam hadits sahih asy-syarif Rasulullah saw.. Kita akan dihisab atas apa yang diucapkan oleh lidah kita. Kita senantiasa memohon kepada Allah keselamatan, ampunan dan maghfirah. Semoga Allah selalu menjaga lidah kita dari ketergelinciran dan mengampuni untuk kita.

TOBAT IBNUSH SHAMMAH

Ibnul Jauzi dalam kitab Shifatush Shafwah menyebutkan bahwa Taubah bin Summah pernah mengintrospeksi dirinya. Setelah dihitung-hitung ternyata dia sudah berumur 61 tahun. Kemudian dia pun menghitung jumlah harinya dan ternyata jumlahnya mencapai dua puluh satu ribu lima ratus hari.
    Dia serta merta berteriak, “Celaka aku! Bagaimana aku akan menghadap Maha Diraja dengan dua puluh satu ribu dosa?”
    Bagaimana? Dalam setiap harinya ada sepuluh ribu dosa. Kemudian dia terjatuh tak sadarkan diri, dan ternyata dia telah meninggal dunia, kemudian orang-orang mendengar ada suara yang mengatakan, “Wahai kamu yang sedang berlari dan meloncat ke surga Firdaus yang paling tinggi.”
    Ini adalah introspeksi diri dan menyadari akan dosa yang diperbuat, rasa takut dari kengerian dan dahsyatnya hari Kiamat dan berdiri di hadapan Allah swt. untuk dihisab. Hari ini adalah amal perbuatan tanpa hisab dan besok adalah hisab tanpa bisa lagi beramal, dan seorang hamba ahli ibadah dan zuhud ini sedang mengintrospeksi dirinya sebelum datang hari penghitungan, maka hatinya melihat pada kekhusyuan dan takut kepada Allah. “Dan bagi siapa yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga.” (ar-Rahman: 46)

Ibrahim al-Khawwash dan Keridhaan kepada Allah

Hamid al-Aswad berkata, “Pada suatu hari saya melakukan perjalanan bersama Ibrahim al-Khawwash. Kemudian kami memasuki sebuah hutan. Ketika malam tiba, tiba-tiba sekawanan binatang buas mengelilingi kami. Saya pun terkejut melihatnya dan saya segera memanjat sebuah pohon. Namun saya melihat Ibrahim al-Khawwash tetap terlentang di tanah. Lalu binatang-binatang buas itu mendatanginya dan menjilati sekujur tubuhnya, dari ujung kepala hingga ujung kaki, sedangkan dia tetap tidak bergerak.
Kemudian pagi pun tiba, lalu kami pergi ke tampat lain dan kami bermalam di sebuah masjid. Kemudian saya melihat seekor serangga jatuh di wajah Ibrahim lalu menyengatnya, maka Ibrahim pun mengaduh, “Aduh!”.
Maka saya katakan kepadanya, “Wahai Abu Ishaq, mengapa engkau mengaduh? Bukankah kemarin malam lebih mengerikan?”.
Dia menjawab, “Malam itu saya bersama Allah, sedangkan saat ini saya sendiri”.