TOBAT NUH A.S.

Nabi Nuh a.s. adalah nabi utusan Allah dan rasul-Nya. Disebutkan bahwa kelahirannya adalah setelah wafatnya Nabi Adam a.s. dengan jarak seratus dua puluh tahun.  Allah telah mengutusnya kepada kaumnya setelah mereka menyembah berhala-berhala selain Allah. Mereka merupakan anak keturunan Adam pertama yang keluar dari tauhid.
    Ibnu Abbas r.a. berkata,

“Jarak waktu antara Adam dan Nuh adalah dua belas abad, semua mereka dalam keadaan Islam.”
    Allah swt. berfirman, “Dan sungguh, Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (dia berkata), ‘Sungguh, aku ini adalah pemberi peringatan yang nyata bagi kamu, agar kamu tidak menyembah selain Allah. Aku benar-benar khawatir kamu akan ditimpa azab (pada) hari yang sangat pedih.’” (Huud: 25-26)
    Akan tetapi, kaumnya malah mendustakannya, namun Nuh a.s. terus mengajak mereka untuk menyembah kepada Allah selama seribu tahun kurang lima puluh, sembilan ratus lima puluh tahun. Dia terus mengajak mereka di siang atau di malam hari, baik secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi, namun mereka tetap saja keras kepala dan sombong seraya mereka berkata kepada Nuh, “Kami mendapatkan kamu dalam kesesatan yang jelas.” Tidak ada yang beriman kepada Nuh a.s. dari kaumnya kecuali sedikit sekali.
    Allah swt. berfirman, “Kaum Nuh telah mendustakan para rasul. Ketika saudara mereka (Nuh) berkata kepada mereka, ‘Mengapa kamu tidak bertakwa? Sesungguhnya aku ini seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertakwalah kamu kepada Allah dan taatlah kepadaku.     Dan aku tidak meminta imbalan kepadamu atas ajakan itu; imbalanku  hanyalah dari Tuhan seluruh alam, maka bertakwalah kamu kepada Allah dan taatlah kepadaku.’ Mereka berkata, ‘Apakah kami harus beriman kepadamu, padahal pengikut-pengikutmu orang-orang yang hina?”Kaum Nuh telah mendustakan para rasul. Ketika saudara mereka (Nuh) berkata kepada mereka, ‘Mengapa kamu tidak bertakwa? Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam. Bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.’ Mereka berkata, ‘Apakah kami akan beriman kepadamu, padahal yang mengikuti kamu ialah orang-orang yang hina?’” (asy-Syu’araa`: 105-111)
    Allah swt. juga berfirman, “Dan sungguh, Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka dia tinggal bersama mereka selama seribu tahun kurang lima puluh tahun. Kemudian mereka dilanda banjir besar, sedangkan mereka adalah orang-orang yang zalim. Maka Kami selamatkan Nuh dan orang-orang yang berada di kapal itu, dan Kami jadikan (peristiwa) itu sebagai pelajaran bagi semua manusia.” (al-‘Ankabuut: 14-15)
    Ketika Nuh tahu setelah perjalanan tahun-tahun yang panjang dalam berdakwah kepada Allah bahwa tidak akan ada lagi dari kaumnya yang beriman kepadanya kecuali orang-orang yang sudah beriman kepadanya, dia pun mendoakan malapetaka atas mereka,    “Dan Nuh berkata, ‘Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka hanya akan melahirkan anak-anak yang jahat dan tidak tahu bersyukur.” (Nuh: 26-27)
    Allah swt. mewahyukan kepada Nuh a.s. agar membuat kapal untuk mengangkut mereka yang beriman dari kaum dan keluarganya ikut bersamanya, karena Allah swt. akan menenggelamkan bumi dan orang-orang yang di atasnya dengan badai taufan.
    Allah swt. berfirman, “Sebelum mereka, kaum Nuh juga telah mendustakan (rasul), maka mereka mendustakan hamba Kami (Nuh) dan mengatakan, ‘Dia orang gila!’ Lalu diusirnya dengan ancaman. Maka dia (Nuh) mengadu kepada Tuhannya, ‘Sesungguhnya aku telah dikalahkan, maka tolonglah (aku).’ Lalu Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah, dan Kami jadikan bumi menyemburkan mata-mata air, maka bertemulah (air-air) itu sehingga (meluap menimbulkan) keadaan (bencana) yang telah ditetapkan. Dan Kami angkut dia (Nuh) ke atas (kapal) yang terbuat dari papan dan pasak, yang berlayar dengan pemeliharaan (pengawasan) Kami sebagai balasan bagi orang yang telah diingkari (kaumnya). Dan sungguh, kapal itu telah Kami jadikan sebagai tanda (pelajaran). Maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran? Maka betapa dahsyatnya azab-Ku dan peringatan-Ku! Dan sungguh, telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk peringatan, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?” (al-Qamar: 9-17)
    Allah juga berfirman, “Dia (Nuh) berdoa, ‘Ya Tuhanku, tolonglah aku, karena mereka mendustakan aku.’ Lalu Kami wahyukan kepadanya, ‘Buatlah kapal di bawah pengawasan dan petunjuk Kami, maka apabila perintah Kami datang dan tanur (dapur) telah memancarkan air, maka masukkanlah ke dalam (kapal) itu sepasang-sepasang dari setiap jenis, juga keluargamu, kecuali orang yang lebih dahulu ditetapkan (akan ditimpa siksaan) di antara mereka. Dan janganlah engkau bicarakan dengan-Ku tentang orang-orang yang zalim, sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.’” (al-Mu’minuun: 26-27)
    Setelah Nuh rampung membuat perahu kapal tersebut, dia menaikkan di atasnya orang-orang yang beriman bersamanya dan juga dari masing-masing pasangan dari hewan, unggas, dan binatang buas yang ada di bumi. Dia memperhatikan apa yang ada di sekitarnya dan yang dia temukan hanya tiga orang dari anaknya yaitu Haam, Yaafits, dan Saam. Sementara, dia tidak melihat anak yang keempat yaitu Kan’aan. Anaknya yang kafir ini menolak taat kepada ayahnya dan naik bersamanya ke atas perahu kapal itu, karena dia mengikuti agama kaumnya.
    Akan tetapi, ayahnya yang penyayang, seorang nabi utusan Allah, itu tetap memanggilnya untuk taat kepadanya dan mau naik perahu kapal itu bersamanya, namun anak yang durhaka itu tetap menolak perintah ayahnya dan dia mengira bahwa dia bisa selamat dari tenggelam dengan menaiki sebuah gunung yang tinggi.
    Allah swt. berfirman, “Dan kapal itu berlayar membawa mereka ke dalam gelombang laksana gunung-gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, ketika dia (anak itu) berada di tempat yang jauh terpencil, ‘Wahai anakku! Naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah engkau bersama orang-orang kafir.’ Dia (anaknya) menjawab, ‘Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat menghindarkan aku dari air bah!’ (Nuh) berkata, ‘Tidak ada yang melindungi dari siksaan Allah pada hari ini selain Allah yang Maha Penyayang.’ Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka dia (anak itu) termasuk orang yang ditenggelamkan.’” (Huud: 42-43)
    Tak lama setelah itu, badai topan itu pun menenggelamkan semua mereka yang kafir yang ada di atas bumi. Pada saat Nuh melihat sang anak berkeras kepala untuk tidak mau ikut naik ke perahu kapal itu dan dia akan binasa, Nuh berdoa kepada Tuhannya, “Dan Nuh memohon kepada Tuhannya sambil berkata, ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku adalah termasuk keluargaku, dan janji-Mu itu pasti benar. Engkau adalah hakim yang paling adil.’” (Huud: 45)
    Nuh telah memahami bahwa Allah telah menjanjikannya akan menyelamatkan dia dan keluarganya. Allah swt. berfirman, “…maka masukkanlah ke dalam (kapal) itu sepasang-sepasang dari setiap jenis, juga keluargamu, kecuali orang yang lebih dahulu ditetapkan (akan ditimpa siksaan) di antara mereka. Dan janganlah engkau bicarakan dengan-Ku tentang orang-orang yang zalim, sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.” (al-Mu’minuun: 27)
    Untuk itu Nuh berkata dalam doanya kepada Tuhannya agar Dia menyelamatkan anaknya yang durhaka, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya anakku adalah dari keluargaku.”
    Allah pun menjawabnya dengan jelas, “Dia (Allah) berfirman, ‘Wahai Nuh! Sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu, karena perbuatannya sungguh tidak baik, sebab itu jangan engkau memohon kepada-Ku sesuatu yang tidak engkau ketahui (hakikatnya). Aku menasihatimu agar (engkau) tidak termasuk orang yang bodoh.’” (Huud: 46)
    Allah memang telah menjanjikan Nuh akan menyelamatkan dia dan orang-orang yang beriman bersamanya serta keluarganya, kecuali orang-orang yang telah dinyatakan binasa bersama mereka dan mereka adalah orang-orang yang kafir. Dan kedurhakaan anak ini sebagai bukti bahwa itu adalah perbuatan jelek. Karena itu, dia bukanlah dari keluarganya, karena sesungguhnya keluarganya itu adalah orang-orang yang bertakwa.
    Nuh a.s. menyadari akan kesalahannya yang tidak dia sengaja, maka dia pun bergegas dan langsung bertobat dan memohon ampun kepada Tuhannya.
    “Dia (Nuh) berkata, ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu untuk memohon kepada-Mu sesuatu yang aku tidak mengetahui (hakikatnya). Kalau Engkau tidak mengampuniku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku termasuk orang yang rugi.’” (Huud: 47)
    Allah pun menerima permohonan maaf, tobat, dan mohon ampunnya. Sesungguhnya dia termasuk hamba-hamba-Nya yang beriman.
    Difirmankan, “Difirmankan, ‘Wahai Nuh! Turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkahan dari Kami, bagimu dan bagi semua umat (mukmin) yang bersamamu. Dan ada umat-umat yang Kami beri kenangan (dalam kehidupan dunia), kemudian mereka akan ditimpa azab Kami yang pedih.’” (Huud: 48)
    Allah menyucikannya seraya berfirman, “’Kesejahteraan (Kami limpahkan) atas Nuh di seluruh alam.’ Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sungguh, dia termasuk di antara hamba-hamba Kami yang beriman.” (as-Shaaffaat: 79-81)