Aku Khawatir Berbuat Lalai

Ibnu Jauzi rahimahullah menceritakan dirinya dalam bukunya Shaidul Khathir, “Dalam berbagai majelis zikir sudah lebih dua ratus ribu orang yang tobat dalam bimbinganku dan lebih dua ratus orang yang masuk Islam lewat tanganku, dan sudah berapa banyak orang-orang yang angkuh mencucurkan air mata karena mendengarkan nasihatku.
Tapi aku sangat khawatir dan takut bila melihat pada kesalahan, kekurangan, dan kelalaianku sendiri. Suatu hari aku memberi nasihat di hadapan lebih dari sepuluh ribu orang. Semua mereka tanpa terkecuali merasa tersentuh dan bercucuran air mata. Kemudian aku berkata kepada diri sendiri, “Bagaimana denganmu wahai Ibnu Jauzi seandainya mereka selamat, tetapi kamu justru celaka, bagaimana denganmu wahai Ibnu Jauzi seandainya mereka selamat, tetapi kamu justru celaka?”

Kemudian Ibnu Jauzi berteriak, “Wahai Tuhanku, seandainya Engkau akan siksa aku esok, janganlah mereka sampai tahu agar tidak dikatakan, Allah mengazab orang yang menyeru kepada-Nya, Allah mengazab orang yang menunjukkan orang lain kepada-Nya, dan Engkau Mahamulia dan Maha Pengasih. Jangan kecewakan harapan hamba yang menggantungkan harapannya kepada-Mu, tunduk kepada kekuasaan-Mu, dan menyeru hamba-hamba-Mu kepada agamanya. Meskipun dia tidak pantas memasuki pintu rahmat-Mu, tetapi dia tetap berharap pada keluasan Kasih dan Pemurah-Mu karena Engkau Zat Maha Pemurah dan Mahamulia.”
Tangisannya semakin menjadi-jadi, sehingga orang-orang di sekitarnya berkata kepadanya, “Wahai imam, berbaik sangkalah kepada Allah, berbaik sangkalah kepada-Nya, bukankah kamu telah berbuat ini dan itu....”
Dia berkata, “Demi Allah, aku tidak takut, kecuali pada firman Allah,

KHAT

‘... Dan jelaslah bagi mereka azab dari Allah yang dahulu tidak pernah mereka perkirakan. Dan jelaslah bagi mereka kejahatan apa yang telah mereka kerjakan....’ ( az-Zumar: 47—48)

Aku takut telah lalai, berbuat salah dan bahkan berlaku munafik dan sekarang tampak bagiku apa yang tidak aku duga.” Beliau wafat dalam kondisi demikian (kondisi selalu takut kepada azab Allah dan khawatir memperoleh apa yang tidak pernah dia duga, pent.).

TOBAT SEORANG WANITA DI TANGAN ABU MUSLIM AL-KHAULANI

Utsman bin ‘Atha dari ayahnya berkata, “Abu Muslim al-Khaulani apabila dia pulang ke rumahnya dari masjid, dia selalu takbir yaitu dengan meneriakkan Allahu Akbar di depan pintu rumahnya. Istrinya pun akan menjawabnya dengan takbir pula. Apabila dia sampai di ruang tengah rumahnya, dia pun takbir, dan istrinya akan menjawabnya dengan takbir.
    Pada suatu malam, dia meneriakkan takbir di depan pintu rumahnya, namun tidak ada seorang pun yang menjawabnya. Kemudian ketika dia sampai di ruang tengah rumahnya, dia pun takbir lagi, namun tidak ada satu orang pun yang menjawabnya. Dia segera masuk ke rumah dan ternyata di dalam rumah tidak ada lampu yang menyala, dan ternyata istrinya ada sedang duduk dengan menggeleng-gelengkan kepalanya sambil memukul-mukul tanah dengan tongkat yang ada di tangannya.
    Dia bertanya kepada istrinya itu, ‘Kenapa kamu?’
    Istrinya menjawab, ‘Kamu adalah orang yang punya kedudukan di mata Mu’awiyah—yaitu Khalifah Mu’awiyah bin Abu Shafyan—sementara kita tidak punya seorang pembantu. Seandainya kamu memintanya agar kita diberikan pembantu, pasti dia akan memberikanmu pembantu.’
    Abu Muslim berkata, ‘Ya Allah, siapa saja yang telah merusak dan memengaruhi istriku ini, butakanlah matanya.’
    Memang ada seorang wanita dari tetangganya yang datang kepada istrinya dan berkata kepadanya, ‘Sesungguhnya suamimu adalah orang yang mempunyai kedudukan di mata Mu’awiyah. Jika saja kamu katakan kepadanya agar dia mau meminta kepada Mu’awiyah agar memberikannya pembantu, dia akan memberikannya dan kalian bisa hidup nyaman!’
    Ketika wanita si tentangga itu duduk di rumahnya, tiba-tiba saja matanya tidak bisa lagi melihat, dan dia pun segera menyadari akan dosa dan kesalahannya.
    Dia segera mendatangi Abu Muslim sambil menangis dan memintanya agar dia mau berdoa kepada Allah swt. supaya mengembalikan penglihatan matanya. Abu Muslim pun memaafkan dan kasihan pada wanita itu, dia berdoa kepada Allah swt., lantas matanya pun normal kembali.”77
    Penulis berpendapat bahwa ini adalah sebuah pesan bagi para wanita khususnya mereka yang sering ikut campur dalam urusan rumah tangga orang dengan menganggap bahwa keikutcampurannya itu demi untuk kebaikan. Abu Muslim al-Khaulani telah masuk Islam kemudian dia berangkat ke Madinah langsung setelah wafatnya Rasulullah saw. yaitu pada awal-awal masa kekhalifahan Abu Bakar ash-Shiddiq r.a..
    Di antara manaqib-nya adalah Aswad al-‘Ansi seorang yang mengaku sebagai nabi di Yaman telah dilemparkannya ke dalam api. Tapi, itu tidak membuatnya luka dan dia keluar dari api itu dengan selamat menyerupai peristiwa Ibrahim al-Khalil a.s., maka dia menyuruhnya pergi dari Yaman. Ketika sampai di Madinah dia bertemu dengan Umar ibnul hthab r.a., lalu berkata, ‘Alhamdulillah yang belum mematikan aku sehingga aku bisa melihat umat Muhammad saw.. Ini ada orang yang diberlakukan seperti diberlakukannya Ibrahim Khalilur Rahman a.s..

TOBAT IKRIMAH BIN ABI JAHAL

Ayahnya adalah musuh Islam yang pertama, yaitu Abu Jahal Amru bin Hisyam yang secara terus-menerus memerangi Islam dan Rasulullah saw. serta kaum Muslimin hingga dia tewas dengan kekafirannya pada Perang Badar al- Kubra. Dan anaknya, Ikrimah terus mengikuti langkah ayahnya memerangi Rasulullah saw. sampai saat Fathu Mekah. Dia menghadang tentara Khalid bin Walid, tapi akhirnya dia pun kalah lalu melarikan diri setelah Rasulullah saw. menghalalkan darahnya untuk dibunuh.
    Ikrimah ingin melarikan diri ke negeri Yaman. Dia takut kaum Muslimin dapat menemukannya, maka dia pun pergi naik kapal laut yang membawanya ke negeri Habasyah. Saat perjalanan kapal tersebut di tengah lautan, datanglah ombak yang sangat kencang hingga hampir saja kapal itu tenggelam bersama orang-orang yang ada di dalamnya. Kemudian nahkoda kapal itu berkata kepada penumpangnya, “Sucikan diri kalian, sesungguhnya tuhan-tuhan kalian tidak dapat memberikan manfaat apa-apa di sini.”
    Lalu Ikrimah bergumam dalam hatinya, “Jika di laut ini tidak ada yang dapat menolong aku kecuali keikhlasan (kesucian diri), lalu apa yang dapat menolongku di darat nanti? Ya Allah ya Tuhanku, andai Engkau dapat menyelamatkan aku dari apa yang menimpaku saat ini, niscaya aku akan mendatangi Muhammad dan akan aku letakkan tanganku di tangannya, niscsya aku akan dapatkan pintu maaf yang sangat luas.
    Allah pun menyelamatkan dia dan orang-orang yang ada bersamanya di kapal dari bahaya tenggelam kemudian kembali lagi ke tepi pantai. Sedangkan, istrinya Ummu Hakim bintil Harits sudah masuk Islam di Mekah dan ia telah meminta kepada Rasulullah saw. untuk keamanan suaminya. Ia pun bergegas menemui suaminya lalu membawanya ke Mekah setelah ia kabarkan kepadanya bahwa Rasulullah saw. telah memberikannya hak aman. Setelah itu ia kembali bersama istrinya ke Mekah untuk mengikrarkan tobat serta keislamannya di hadapan Rasulullah yang menerima kedatangannya sambil berkata, “Selamat datang hai orang yang naik kapal dan hijrah.”
    Berakhirlah lembar permusuhan, kedengkian, kemusyrikan, dan kekufuran, dan dibuka lembaran putih yang baru yang penuh dengan Islam, iman, dan jihad di jalan Allah. Ikrimah pun berkata kepada Rasulullah saw., “Aku tidak akan membiarkan hartaku yang aku keluarkan untuk memusuhimu kecuali sebesar itu pula aku akan keluarkan untuk jihad di jalan Allah.” Islamnya pun baik dan dia ikut serta dalam beberapa peperangan, hingga akhirnya dia mati syahid pada Perang Yarmuk.