HIDUP DALAM KEMAKSIATAN DAN MATI DALAM TOBAT

Sulaiman bin Ayyub berkata, “Aku mendengar Ibad bin Ibad al-Mahlabi berkata bahwa ada seorang raja dari raja Bashrah tekun beribadah kemudian dia condong kepada kehidupan dunia dan kekuasaan. Dia pun membangun sebuah rumah yang tinggi dan megah, kemudian dia memerintahkan untuk menggelar hidangan dengan menyediakan makanan lantas dia mengundang orang-orang.”
    Mereka yang diundang memasukinya makan dan minum di situ. Mereka memperhatikan bangunan tersebut karena merasa terkagum-kagum dan berdoa untuk hal itu lantas mereka pun pergi.
    Sulaiman berkata, “Sang raja pun tinggal beberapa hari dan dia tinggalkan urusan rakyatnya, kemudian dia duduk bersama beberapa orang pembantu khususnya seraya berkata, ‘Kalian telah melihat bagaimana kegembiraanku dengan rumahku ini, sampai aku pun berkata kepada diriku sendiri bahwa aku akan membangun untuk setiap anakku rumah seperti ini. Hendaklah kalian tinggal di sini beberapa hari karena aku ingin mendengar pendapat kalian dan aku akan bermusyawarah dengan kalian tentang apa yang aku inginkan membangun rumah untuk anakku.’”
    Mereka tinggal bersama sang raja selama beberapa hari. Mereka di situ bermain dan berhura-hura. Sang raja pun bermusyawarah dengan mereka bagaimana membangun rumah untuk anaknya. Hingga, pada suatu malam ketika mereka sedang asyik bermain, tiba-tiba mereka mendengar suara orang yang memanggil dari pojok rumah seraya melantunkan bait syair,
    Wahai orang yang sedang membangun rumah
dan itu memang harapan bagi setiap manusia.
    Janganlah kalian terlalu berangan-angan karena sesungguhnya
kematian itu adalah sesuatu yang pasti datangnya.
    Kepada setiap makhluk apakah mereka
dalam keadaan gembira dan senang.
    Kematian pasti datang dan akan memusnahkan k
einginan dan angan-angan.
    Janganlah kalian membangun rumah yang tidak kalian tempati.
    Kembalilah melakukan ibadah dan Allah pasti mengampuni segala dosa.
   
Sang raja pun kaget dengan hal itu. Begitu pula para pembantu dekatnya. Dia segera menceritakan kepada mereka apa yang mereka dengar seraya bertanya kepada pembantu dekatnya, “Apakah kalian mendengar apa yang aku dengar?”
    Mereka menjawab, “Ya, kami mendengar.”
    Sang raja memerintahkan untuk membuang semua minuman dan memerintahkan untuk mengeluarkan dan membuang alat-alat mainan seraya berkata, “Ya Allah ya Tuhanku, sesungguhnya aku bersaksi kepada-Mu dan juga kepada mereka yang hadir dari para hamba-Mu bahwa aku bertobat kepada-Mu dari semua dosa-dosaku. Aku merasa menyesal apa yang telah aku lakukan yang telah melampaui selama ini. Hanya kepada-Mu aku memohon agar Engkau membiasakan aku untuk menjadikan nikmat-Mu kepadaku dalam taat kepada-Mu. Jika Engkau mencabut nyawaku agar Engkau mengampuni segala dosa-dosaku sebagai kemuliaan dari-Mu terhadap aku.”
    Dia terus mengulang-ulangnya seraya berkata, “Mati dan demi Allah, sampai akhirnya ruhnya keluar dari rasa cinta, perasaan dosa, dan harapan mendapat ampunan dari Tuhannya.”

ANTARA SEORANG ARAB BADUI DAN AL-ASHMA`I

Al-Ashma’i berkata, “Dahulu aku pernah tinggal di kampung untuk mengajrkan Al-Qur’an. Hingga suatu ketika pernah ada seorang Arab badui yang di tangannya ada sebilah pedang untuk menyamun. Ketika mendekat kepadaku untuk mengambil bajuku dia berkata kepadaku,  ‘Wahai tamuku, apa yang membuat engkau datang ke kampung ini?’
    Aku menjawab, ‘Mengajarkan Al-Qur’an.’
    Dia bertanya, ‘Apa itu Al-Qur’an?’
    Aku menjawab, ‘Kalam (firman) Allah.’
    Dia berkata, ‘Apakah Allah punya firman?’
    Aku menjawab, ‘Ya.’
    Dia berkata, ‘Coba bacakan satu bait firman-Nya itu.’
    Aku membaca, ‘Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan apa yang dijanjikan kepadamu.” (adz-Dzaariyat:  22)
    Orang Arab badui itu langsung saja membuang pedangnya lantas berkata, ‘Astaghfirullah, ternyata rezekiku ada di langit, kenapa aku mencarinya di bumi?’
    Kemudian setelah satu tahun, aku berjumpa lagi dengan orang itu pada saat melaksanakan thawaf di Ka’bah, dia berkata, ‘Bukankah aku ini temanmu yang dahulu?’
    Aku menjawab, ‘Benar.’
    Dia berkata, ‘Tolong bacakan lagi firman Allah yang lainnya.’
    Aku membaca, ‘Maka demi Tuhan langit dan bumi, sungguh, apa yang dijanjikan itu pasti terjadi seperti apa yang kamu ucapkan.’ (adz-Dzaariyaat:  23)
    Dia pun berhenti dan menangis yang membuatnya berkata, ‘Siapa yang melindunginya dari sumpah itu?’
    Dia terus saja mengulang-ulang kata-katanya itu sampai akhirnya dia jatuh dan meninggal dunia.”83
    Orang Arab badui ini telah memahami ayat tersebut dengan hatinya sebelum dia memahaminya dengan akalnya, sehingga dia sangat meresapinya dan mengamalkannya sampai dia bertemu dengan rahmat Tuhannya. Mahabenar Allah yang telah berfirman dalam kitab-Nya yang mulia, “Dan bertakwalah kalian kepada Allah, Allah akan mengajarkan kalian ilmu.” Dan takwa kepada Allah akan mewariskan ilmu Ladunni.

Aneh Seorang yang Lemah Melawan kepada yang Kuat

Ibnu Qudamah menceritakan dari Sari as-Saqthi, dia berkata, “Suatu hari aku berceramah di masjid kota. Kemudian masuklah seorang pemuda yang gagah dengan pakaian yang indah dan mahal bersama pembantu-pembantunya. Dia mendengar aku mengatakan bahwa alangkah aneh seorang yang lemah melawan kepada yang kuat.”
Tiba-tiba wajahnya pucat, lalu  dia pergi. Keesokan harinya aku kembali duduk di majelisku. Tiba-tiba pemuda itu datang lagi. Dia mengucapkan salam lalu shalat dua rakaat. Kemudian dia berkata, “Wahai Sari, aku dengar kemarin kau berkata, ‘Alangkah aneh seseorang yang lemah melawan yang kuat,’ apa maknanya itu?”
Aku berkata, “Tidak ada yang lebih kuat daripada Allah, dan tidak ada yang lebih lemah daripada hamba, sementara itu dia masih bermaksiat kepada-Nya.”
Pemuda itu lalu bangkit dan keluar. Esoknya, dia kembali datang sendirian memakai dua pakaian yang serba putih tanpa ditemani siapa-siapa.  Dia bertanya, “Wahai Sari, bagaimana jalan menuju Allah?”
Aku berkata, “Kalau yang kau maksudkan ibadah, maka kau mesti berpuasa pada siang dan qiyam pada malam hari. Tetapi, kalau kau menginginkan Allah, maka tinggalkan segala hal selain Allah, niscaya kau akan sampai kepada-Nya. Tidak ada jalan lain selain masjid dan kuburan.”
Pemuda itu bangkit lalu berkata, “Demi Allah, aku akan menempuh jalan yang paling sulit!” Lalu dia pergi.
Beberapa hari setelah itu, para pembantu pemuda itu datang menemuiku. Mereka bertanya, “Apa yang dilakukan oleh Ahmad bin Yazid al-Katib?”
Aku menjawab, “Aku tidak mengenalnya. Tetapi, kemarin ada seorang pemuda yang cirinya begini dan begitu datang kepadaku, dan terjadilah dialog begini dan begitu antara aku dengannya, tetapi aku tidak tahu siapa dia sesungguhnya.”
Mereka berkata, “Kami ingin kau bersumpah, jika kau mendapat informasi tentangnya, tolong beri tahu kami!” Mereka lalu menunujukkan kepadaku rumah pemuda itu.
Sudah setahun aku tak pernah mendengar tentangnya. Suatu kali, tiba-tiba ada seseorang yang mengetuk pintu. Setelah aku izinkan masuk, ternyata dia adalah pemuda tersebut yang datang sambil membawa sekantong biji-bijian. Dia lalu mencium kedua mataku dan berkata, “Wahai Sariy, semoga Allah membebaskanmu dari neraka, sebagaimana kamu telah membebaskanku dari penjara dunia.”
Aku lalu memberi isyarat kepada temanku untuk memberi tahu keluarga pemuda itu. Setelah itu, istrinya datang dengan membawa anaknya serta pembantu-pembantunya. Wanita itu masuk, lalu menyerahkan anak itu ke pangkuan suaminya. Anak itu mengenakan berbagai macam perhiasan. Wanita itu berkata, “Tuan, kau telah membuatku janda, padahal kau masih hidup, dan kau telah membuat anak ini yatim, padahal kau masih hidup.”
Sari berkata, “Pemuda itu menoleh kepadaku dan berkata, ‘Wahai Sari, ini bukan sebuah kesetiaan.’ Kemudian dia menatap wajah istrinya dan berkata, ‘Demi Allah, kau adalah buah hatiku dan kekasih hatiku, dan sesungguhnya anakku ini adalah harta yang paling berharga bagiku, tetapi orang ini (maksudnya Sari) telah memberitahuku bahwa siapa yang menginginkan Allah mesti memutuskan segala sesuatu selain-Nya.”
Kemudian dia mencabut segala perhiasan dan pakaian mewah anak itu, dan dia berkata, “Letakkan semua ini di jantung-jantung yang lapar dan tubuh-tubuh yang telanjang.”
Lalu dia memotong kantong tersebut, kemudian dia membalutkan ke tubuh anaknya. Istrinya berkata, “Aku tidak mau melihat anakku dengan kondisi seperti ini.”
Wanita tersebut mengambil kembali semua perhiasan itu dari suaminya. Ketika dia sibuk dengan itu, suaminya bangkit dan berkata, “Kalian telah menyia-nyiakan malamku, Allah yang akan memutuskan antaraku dengan kalian.”
Lalu  dia keluar. Rumah bagaikan pecah dengan suara tangis. Istrinya berkata, “Kalau kau kembali mendengar beritanya, tolonglah beri tahu aku!”
“Baik,” jawabku.
Beberapa hari setelah itu, datanglah seorang wanita tua dan berkata, “Wahai Sari, di Syuniziyah (daerah kuburan di kota Baghdad) ada seorang pemuda yang meminta kepadamu untuk datang menemuinya.”
Aku pun kesana. Ternyata tubuhnya telah berada di dalam lubang tanah, dan di bawah kepalanya ada batu bata. Aku mengucapkan salam kepadanya. Dia lalu membuka kedua matanya lalu berkata, “Wahai Sari, menurutmu apakah dosa-dosa itu akan diampuni?”
“Ya,” jawabku.
“Untuk orang sepertiku?”
“Ya.”
“Aku sudah tenggelam.”
“Dialah penyelamat hamba-hamba yang sudah tenggelam.”
“Aku banyak berbuat kezaliman.”
“Dalam hadits disebutkan, ‘Sesungguhnya nanti di hari Kiamat akan didatangkan seorang yang bertobat bersama musuh-musuhnya (orang-orang yang pernah dizaliminya, pent.).’ Lalu dikatakan kepada mereka, ‘Bebaskan dia, sesungguhnya Allah yang akan menggantinya untuk kalian.’”
Pemuda itu berkata, “Wahai Sari, aku memiliki beberapa dirham dari hasil mengumpulkan biji-bijian. Kalau aku mati, belikanlah segala yang diperlukan untuk mengafaniku, dan jangan beri tahu keluargaku agar mereka tidak mengubah kafanku dengan sesuatu yang haram!”
Sari berkata, “Lalu aku duduk di dekatnya sebentar, kemudian dia membuka kedua matanya, lalu dia mengatakan untuk keadaan seperti inilah hendaknya manusia beramal.”
Kemudian  dia wafat. Aku ambil dirham itu, dan aku belikan segala yang diperlukan untuk mengafaninya, lalu aku kembali kepadanya. Tiba-tiba aku lihat orang-orang berlari tergesa-gesa. Aku bertanya kepada mereka, “Ada apa?”
Mereka menjawab, “Seorang wali di antara wali-wali Allah telah wafat, kami ingin menshalatkannya.” Aku segera meraih jasadnya, aku memandikannya dan kami memakamkannya.
Beberapa lama setelah itu, datanglah keluarganya bertanya tentang kabarnya. Sari memberitahukan kepada mereka tentang kematiannya. Istrinya datang sambil menangis dan Sari menyampaikan kepadanya kondisi terakhir suaminya. Dia memintaku untuk menunjukkan kuburannya. Aku berkata, “Aku khawatir kalian akan mengubah kuburannya.”
“Tidak, demi Allah,” jawab istrinya.
Lalu aku perlihatkan kuburan suaminya.  Dia tidak bisa menahan tangis. Dia minta didatangkan dua orang saksi, lalu aku datangkan. Kemudian dia merdekakan budaknya, mewakafkan segala hartanya berupa bangunan, dan menyedekahkan semua uangnya.  Dia terus berada di kubur suaminya sampai dia wafat. Semoga Allah merahmati keduanya.

Kelapangan Setelah Kesempitan Bagi Seorang Wanita Lumpuh

Ali bin Shararah berkata: "Sudah sejak dua puluh tahun ibuku lumpuh. Suatu hari ia berkata padaku: "Pergilah temui Ahmad bin Hanbal dan mintalah ia untuk mendoakanku."
Aku pergi menuju rumah Ahmad lalu aku ketuk pintunya. Dari dalam rumah Ahmad bertanya: "Siapa di luar?"
Aku menjawab: "Seorang laki-laki dari tempat anu. Ibuku sudah lumpuh dan ia memintaku untuk menemuimu dan memintamu untuk mendoakannya."
Dengan sedikit kesal Ahmad berkata: "Kami yang lebih butuh untuk didoakannya."

Aku pulang dalam keadaan sedih mendengarkan jawaban dari Ahmad bin Hanbal. Tiba-tiba keluarlah seorang wanita tua dari rumah Ahmad bin Hanbal. Wanita itu bertanya: "Engkau yang tadi berbicara dengan Abu Abdillah?"
"Ya," jawabku.
"Tadi aku lihat ia mendoakan ibumu."

Aku segera bergegas menuju rumah. Aku ketuk pintu dan ternyata ibuku sudah bisa berjalan dengan kedua kakinya secara sempurna dan melangkah menuju pintu. Ibuku berkata: "Allah telah mengaruniakan kesembuhan kepadaku."

Begitulah datang kelapangan setelah kesempitan berkat doa Ahmad bin Hanbal rahimahullah. Wanita itu juga seorang yang paham agama dan memiliki iman yang kuat. Ia memulangkan kesembuhan itu kepada Allah, karena doa Ahmad bin Hanbal hanyalah satu faktor dari sekian faktor kesembuhan, tapi yang menyembuhkan tetaplah Allah. Oleh karena itu ia berkata: "Allah telah mengaruniakan kesembuhan kepadaku." 

Wahai Zat Yang Maha Pengasih

Al-Laits bin Saad berkata: "Aku diceritakan bahwa suatu kali Zaid bin Haritsah r.a menyewa seekor keledai pada seseorang untuk ia tunggangi dari Thaif. Orang yang menyewakan itu mensyaratkan padanya bahwa ia berhak menyuruhnya turun kapanpun ia kehendaki. Tiba-tiba ia menuju ke sebuah tempat dan ruangan yang sunyi, lalu ia berkata: "Turunlah." Maka Zaidpun turun. Ternyata di tempat itu banyak jasad-jasad tanpa nyawa bergelimpangan.

Ketika ia hendak membunuh Zaid, Zaid berkata: "Biarkan aku shalat dua rakaat dulu."
Orang itu berkata: "Shalatlah, sesungguhnya orang-orang yang telah menjadi bangkai ini sebelumnya juga shalat tapi itu tak berguna bagi mereka sama sekali."

Zaid menceritakan: "Setelah aku selesai shalat ia mendekat untuk membunuhku. Lalu aku berkata: "Wahai Zat Yang Maha Pengasih." Tiba-tiba ia mendengar sebuah suara memanggil: "Jangan bunuh ia." Laki-laki itu sangat ketakutan mendengar suara itu. Kemudian ia keluar tapi ia tak melihat siapa-siapa. Ia kembali masuk dan bermaksud untuk membunuh Zaid. Lalu Zaid berkata: "Wahai Zat Yang Maha Pengasih." Tiba-tiba ia mendengar suara itu kembali; "Jangan bunuh ia." Ia kembali merasa ketakutan kemudian ia keluar tapi ia tidak menemukan apa-apa. Lalu ia kembali masuk untuk membunuh Zaid. Zaid berkata: "Wahai Zat Yang Maha Pengasih." Tiba-tiba datanglah seorang penunggang kuda sambil memegang sebuah tombak besi. Di ujung tombak itu terlihat nyala api. Tombak itu ditusukkan pada punggung laki-laki itu sehingga ia roboh bersimbah darah.

Penunggang kuda asing itu berkata kepada Zaid: "Ketika engkau berdoa pertama kali dengan menyebut: "Wahai Zat Yang Maha Pengasih" aku sedang berada di langit ke tujuh. Ketika engkau berdoa kedua kalinya: "Wahai Zat Yang Maha Pengasih" aku sudah berada di langit dunia. Dan saat engkau berdoa pada kali ketiga: "Wahai Zat Yang Maha Pengasih" aku langsung turun menyelematkanmu." 

Itulah sebuah kelapangan setelah kesempitan dan ikhlas dalam memasrahkan diri kepada Allah serta tidak berputus asa dari rahmat-Nya, karena Dialah yang mengabulkan doa hamba-hamba yang berada dalam kondisi sulit dan yang menghilangkan keresahan, bencana dan penderitaan. Mahasuci dan Maha Tinggi Dia.

Ingat Neraka Telah Membuatku Tidak Bisa Tidur dan Lupa Syahwat

Abu Yazid Muhammad bin Hasan berkata, “Aku mendengar Abdurrahman bin Mahdi berkata, ‘Aku tak pernah bergaul dengan seseorang yang lebih lembut hatinya daripada Sufyan ats-Tsauri.’ Aku selalu memperhatikan aktivitasnya dari malam ke malam. Dia tidak tidur kecuali di awal malam, lalu dia akan bangun dalam keadaan takut dan menggigil sambil berteriak, ‘Api... api... Ingatan kepada neraka telah membuatku tidak bisa tidur, dan melupakan syahwat.’
Kemudian  dia berwudhu. Selesai berwudhu dia berkata, ‘Ya Allah, Engkau yang Mahatahu dengan kebutuhanku, tanpa perlu diberi tahu. Aku tak meminta apa-apa selain bebaskan leherku dari api neraka. Ya Tuhanku, sesungguhnya rasa takut telah membuatku sangat resah, dan itu adalah di antara nikmat-Mu kepadaku. Ya Tuhanku, seandainya aku boleh menyendiri, niscaya aku tidak akan tinggal bersama manusia sekejap mata pun.’
Kemudian dia melangkah menuju shalat. Tangisannya menghalanginya untuk melanjutkan bacaan sampai aku tak mampu mendengar bacaannya karena isak tangisnya. Aku juga tak mampu melihat wajahnya karena malu dan wibawanya yang tinggi.”
Ishaq bin Ibrahim al-Hunaini berkata, “Kami pernah berada dalam majelis Sufyan ats-Tsauri. Dia bertanya kepada seseorang apa yang dia lakukan pada malam hari. Dan orang itu menceritakannya. Semua orang yang hadir akhirnya menceritakan apa yang mereka lakukan pada malam hari. Lalu mereka berkata, ‘Wahai Abu Abdillah, kamu telah bertanya kepada kami dan telah kami jawab, sekarang beritahukan kepada kami apa yang kau lakukan pada malam hari.’
Dia berkata, ‘Pada awal malam aku akan tidur sebagaimana mestinya, dan tidak akan aku tahan, tetapi bila sudah bangun, aku tidak akan tidur kembali, demi Allah.’” 

TOBAT ANAK SEORANG PEMIMPIN NAJRAN

Ibnu Hisyam berkata, “Aku mendengar bahwa para pemimpin Najran—mereka beragama Nasrani—selalu saling mewariskan kitab-kitab kepada orang setelah mereka. Setiap kali ada seorang pemimpin mereka yang mati, kepemimpinan pun beralih kepada yang lainnya. Buku-buku itu distempel dengan satu stempel bersama dengan stempel sebelumnya dan tidak dihancurkannya. Hingga, suatu hari keluarlah pemimpin yang sezaman dengan Rasulullah saw. yang berjalan. Namun, tiba-tiba dia tersungkur jatuh. Anaknya berkata kepadanya, ‘Celaka yang jauh—yang dia maksudkan adalah Rasulullah saw..’”
    Ayahnya berkata kepadanya, “Janganlah engkau lakukan itu, karena sesungguhnya dia adalah benar-benar seorang nabi, dan namanya ada di dalam kitab-kitab itu.”
    Ketika pemimpin itu meninggal dunia, anaknya tidak mempunyai keinginan sama sekali untuk mengambil alih kepemimpinan itu justru dia segera menghancurkan stempel-stempel tadi. Dia mendapatkan di dalamnya disebut Rasulullah saw., hingga dia pun segera masuk Islam dan menjalankan agamanya dengan baik kemudian melaksanakan ibadah haji.
    Dia adalah orang yang mengatakan,
 
    Dia berlari kepadamu karena jengkel gesper pengikatnya
    Menolak janin yang berada di dalam perutnya
    Agama Nasrani bertentangan dengan agamanya

    Ibnu Hisyam berkata, “Al-Wadhin artinya ‘gesper pengikat unta.’” Dan Hisyam bin Urwah menambahkan ke dalam syair itu, “Menolak janin yang berada di dalam perutnya.” 28