Kelapangan Setelah Kesempitan Untuk Nabi Ibrahim as.

Diantara cobaan berat yang diderita oleh Nabi Ibrahim as. adalah di saat ia menyeru kaumnya untuk menyembah Allah Yang Maha Esa dan meninggalkan penyembahan terhadap patung, bintang-bintang dan segala sesuatu selain Allah. Akan tetapi mereka durhaka dan bahkan berkonspirasi untuk membunuhnya dengan cara membakarnya dalam kobaran api.

"Mereka berkata: "Dirikanlah suatu bangunan untuk (membakar) Ibrahim; lalu lemparkanlah dia dalam api yang menyala-nyala itu." Mereka hendak melakukan tipu muslihat kepadanya, maka Kami jadikan mereka orang-orang yang hina." ( ash-Shaffat: 97-98)

Mereka mulai mengumpulkan kayu bakar dari setiap penjuru daerah. Bahkan mereka mengumpulkan itu dalam waktu yang cukup lama untuk menyenangkan tuhan-tuhan mereka. Kemudian mereka gali sebuah lobang yang besar lalu mereka lemparkan kayu bakar yang mereka kumpulkan tersebut ke dalamnya. Setelah itu mereka nyalakan api. Api mulai membesar dan semakin membara. Jilatan-jilatannya menjulang ke langit.

Kemudian mereka letakkan Ibrahim dalam sebuah ketapel raksasa setelah terlebih dahulu mereka ikat dengan kuat. Sementara itu Ibrahim selalu mengulang-ulang:

"Tiada Tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau Tuhan semesta alam, bagi-Mu segala puji, bagi-Mu segenap kekuasaan, tak ada sekutu bagi-Mu."

Ketika mereka hendak melemparkannya ke dalam kobaran api, ia berkata:

"Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung."

Sebagian ulama salaf berkata: "Di saat Ibrahim dilemparkan ke dalam api –setelah orang-orang kafir itu melepaskan ketapel besar tersebut- datanglah Jibril as. kepadanya dan bertanya: "Wahai Ibrahim, apakah engkau mempunyai kebutuhan?"
"Kalau kepadamu tidak," jawab Ibrahim.
Yang dimaksud Nabi Ibrahim adalah bahwa yang akan menyelamatkannya dari semua kesulitan itu hanyalah Allah SWT.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Sa'id bin Jubair bahwa saat itu malaikat hujan bertanya-tanya: "Kapan aku diperintahkan untuk menurunkan hujan?" Ternyata perintah Allah lebih cepat. 

Kelapangan yang Allah turunkan kepada Nabi Ibrahim as. adalah ketika Allah memerintahkan api menjadi dingin dan menyelamatkan Ibrahim.

"Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim." ( al-Anbiyaa`: 69)    

Seketika itu juga api menjadi dingin dan Nabi Ibrahim pun selamat. Para ulama menyebutkan bahwa tak seorangpun penduduk bumi saat itu yang bisa menggunakan api. Jadi, perintah itu adalah untuk seluruh api yang ada di atas bumi. Api tersebut hanya membakar rantai yang membelenggunya saja.

Adh-Dhahhak berkata: "Diriwayatkan bahwa Jibril as. ada di dekat Ibrahim sambil menyeka keringat dari wajahnya tapi ia tidak terkena apa-apa."

As-Sudiy berkata: "Malaikat naungan juga ada bersamanya. Saat itu Nabi Ibrahim sudah hampir binasa. Di sekelilingnya api tapi sesungguhnya ia berada di taman yang hijau. Orang-orang tidak bisa mendekat padanya dan ia juga tidak bisa keluar."

Al-Minhal bin 'Amru berkata: "Diceritakan padaku bahwa Nabi Ibrahim berada di dalam api itu selama empat puluh atau lima puluh hari. Ia berkata: "Tak ada hari-hari dan malam-malam yang lebih indah aku rasakan daripada di saat aku berada di sana. Aku sangat berharap seandainya hidupku seluruhnya adalah seperti di saat aku berada di dalamnya."

Keridhaan Ummu Salamah kepada Allah

Ummu Salamah, yang nama aslinya Hindun Bintu Umayyah bin Suhail r.a., masuk Islam ketika masih di Mekkah bersama suami pertamanya, Abu Salamah Abdullah bin Asad. Abu Salamah Abdullah bin Asad sendiri adalah salah seorang saudara sesusuan Rasulullah saw. dan anak bibi beliau.
Ummu Salamah ikut hijrah pertama ke Habasyah ( Ethiopia ) bersama suaminya. Kemudian hijrah ke Madinah sendirian setelah keluarganya melarangnya hijrah bersama suaminya. Dan dia adalah wanita pertama yang hijrah ke Madinah.
Suaminya terkena panah pada perang Uhud namun masih sempat tertolong. Akan tetapi lukanya kembali kambuh, akhrinya dia pun meninggal dunia. Semoga Allah ridha terhadapnya.
Sebelum suaminya meninggal, Ummu Salamah pernah berkata kepadanya, “Saya mendengar bahwa setiap wanita yang ditinggal mati suaminya yang menjadi penghuni surga, kemudian isterinya itu tidak menikah lagi, maka Allah mempertemukan mereka di surga”.
Lalu Ummu Salamah berkata lagi kepada suaminya, “Saya mengajakmu berjanji, bahwa engkau tidak akan menikah lagi sepeninggalanku, dan saya tidak akan menikah lagi sepeninggalanmu”.
Maka suaminya berkata, “Apakah engkau akan taat kepadaku”.
Ummu Salamah menjawab, “Ya”.
Suaminya berkata, “Jika saya mati, maka menikahlah”.
Kemudian suaminya berdoa untuk Ummu Salamah, “Ya Allah, setelah saya meninggal berilah Ummu Salamah suami yang lebih baik dariku, yang tidak membuatnya sedih dan tidak menyakitinya”.
Ketika suaminya meninggal, Ummu Salamah bertanya kepada Rasulullah saw., “Apa yang harus saya ucapkan?”
Rasulullah saw. menjawab,

“Katakanlah, “Ya Allah, ampunilah dia, dan berilah saya pengganti yang baik”.
Dalam riwayat lain, Rasulullah saw. bersabda,

“Jika seseorang dari kalian tertimpa musibah, maka katakanlah, “Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya kami kembali kepada-Nya. Ya Allah, pada-Mu saya mengikhlaskan musibah yang menimpaku, maka berilah saya pahala karenanya dan berilah saya pengganti yang lebih baik darinya”.
Setelah mengulang-ulang doa yang diberkati tersebut, Ummu Salamah berkata, “Namun siapakah yang lebih baik dari Abu Salamah?”.
Ummu Salamah ridha terhadap qadha Allah, dan dia pun sabar serta ikhlas kepada Allah ‘azza wajalla. Ketika masa ‘iddahnya selesai, Abu Bakar melamarnya, namun dia menolaknya. Umar pun melamarnya, maka dia tetap menolaknya.  Lalu Nabi saw. mengirimkan pesan kepadanya, maka Ummu Salamah pun menjawab, “Selamat datang kepada Rasulullah saw.”.
Kemudian berkata, “Saya adalah seorang wanita yang sangat pencemburu. Dan saya seorang janda yang mempunyai beberapa anak. Di samping itu, saat ini tidak seorang pun dari waliku yang ada”.
    Maka Rasulullah saw. bersabda kepadanya, “Adapun perkataanmu bahwa engkau janda yang mempunyai anak, maka Allah akan memberi kecukupan bagi anak-anakmu. Adapun ucapanmu, bahwa engkau adalah wanita yang sangat pencemburu, maka saya akan berdoa agar Allah menghilangkan kecemburuanmu. Adapun para wali, maka tidak seorang pun dari mereka kecuali akan ridha terhadap saya”.
Kemudian Ummu Salamah pun menikah dengan Rasulullah saw. dan menjadi salah satu Ummahatul Mukminin, radhiyallahu anhaa wa ardhaahaa.