Orang yang Pahalanya Paling Besar

Dari Artha`ah Ibnul Mundzir, bahwa suatu hari Umar ibnul Khathab bertanya kepada orang-orang yang ada di dekatnya, “Siapakah orang yang paling besar pahalanya?”
Maka orang-orang menyebutkan puasa dan shalat yang dilakukan Umar, seraya berkata, “Setelah Amirul Mukminin, orang yang pahalanya paling besar adalah si fulan dan si fulan”.
Namun Umar berkata, “Apakah kalian mau saya beritahu tentang orang yang pahalanya lebih besar dari orang-orang yang kalian sebutkan dan dari Amirul Mukminin?”
“Ya”, jawab mereka singkat.
Umar berkata, “Dia adalah seorang pemuda di Syam. Dia memegang kendali kudanya, menjaga pasukan muslim dari belakang. Dia tidak tahu apakah binatang buas akan menerkamnya, binatang melata akan menyengatnya atau musuh akan menyerangnya. Dialah orang yang pahalanya lebih besar dari orang yang kalian sebutkan dan dari Amirul Mukminin”.

Istri yang Setia kepada Suaminya

Al-Jabarati, seorang ahli sejarah terkenal menceritakan satu kisah yang sangat menakjubkan tentang kehidupan seorang istri, “Ayahku, Syekh Hasan al-Jabarati menikah dengan putri Ramadhan al-Halabi. Istrinya sangat baik dan patuh kepadanya. Di antara bentuk ketaatan dan kebaikannya itu, suatu kali dia membelikan seorang budak wanita untuk suaminya dengan uangnya sendiri. Budak itu dihiasinya dengan pakaian dan perhiasan yang indah-indah, lalu diserahkannya kepada suaminya. Dia sangat yakin bahwa dia akan memperoleh pahala dan ganjaran dari Allah. Suaminya banyak memiliki istri dan budak wanita, tetapi hal itu tidak menimbulkan rasa cemburu dalam dirinya.
Salah satu peristiwa yang mengagumkan adalah sewaktu ayahku melaksanakan haji pada tahun 1156 H, dia bertemu dengan Syekh Umar al-Halabi. Syekh Umar menyarankannya untuk membeli seorang budak wanita yang cantik dan masih gadis. Setelah pulang haji, dia meminta kepada pembantunya untuk membelikan seorang budak wanita sesuai dengan kriteria yang disarankan oleh Syekh Umar. Setelah lama mencari, akhirnya ditemukanlah budak wanita dengan sifat-sifat tersebut, lalu dikirimnya budak tersebut kepada istrinya tadi.
Ketika datang saatnya untuk melakukan sebuah perjalanan, dia memberitakan hal tentang budak itu kepada istrinya. Sang istri berkata, ‘Aku sangat mencintai gadis ini dan aku tak sanggup berpisah dengannya. Aku tidak mempunyai anak, maka aku sudah menganggap dia sebagai putriku sendiri.’
Mendengar hal itu budak wanita tersebut menangis dan berkata, ‘Aku juga tidak akan meninggalkan tuanku dan aku tidak akan pergi dari sisinya selamanya.’
Sang suami sedikit kebingungan, ‘Lalu bagaimana semestinya?’
Istrinya berkata, ‘Aku akan bayar harganya dengan uangku sendiri dan kamu membeli yang lain.’ Sang suami setuju. Kemudian sang istri memerdekakan budak tersebut dan dia dinikahkan dengan suaminya, lalu disiapkan untuknya tempat khusus secara terpisah. Ayahku mulai berhubungan dengan istri barunya itu pada tahun 1165 H. Sang istri tadi tetap tidak bisa berpisah dengan istri baru suaminya ini meskipun sekarang dia sudah menjadi istri suaminya. Istri baru ini dapat mempersembahkan anak untuk suaminya.
Pada tahun 1182 H, istri muda ini sakit. Istri tua pun ikut sakit karenanya dan sakitnya semakin parah. Pada suatu siang, istri muda menjenguk tuannya (istri tua) yang sedang berada dalam kondisi tak sadarkan diri. Melihat kondisi tuannya  dia menangis dan berdoa, ‘Wahai Tuhanku, seandainya Engkau takdirkan tuanku meninggal, maka wafatkanlah aku terlebih dahulu sebelumnya.’
Pada malam harinya, istri muda ini wafat. Orang-orang membaringkan tubuhnya di samping tuannya (istri tua). Di penghujung malam istri tua ini terbangun dan  dia merasakan ada tubuh yang berada di sampingnya. Dia segera memanggil-manggil, ‘Zulaikha...Zulaikha....’ Orang-orang berkata untuk menghiburnya, ‘Ia sedang tidur.’
Akan tetapi, istri tua ini sudah menyadari. Dia berkata, ‘Sesungguhnya firasatku mengatakan bahwa dia sudah wafat. Aku sudah tahu hal itu dari mimpiku.’
Orang-orang berkata, ‘Yang penting kau akan tetap hidup.’
Lalu dia bangkit dan berkata, ‘Tak ada lagi kehidupan bagiku setelah dia wafat.’
Dia terus menangis sampai siang hari. Akhirnya, mayat istri muda tersebut dimandikan di depan tuannya (istri tua).
Selesai pemakaman, istri tua ini kembali ke pembaringannya dan akhirnya dia pun wafat di sore hari itu. Namun, pemakaman jenazahnya baru diselenggarakan pada hari berikutnya. Kisah ini adalah di antara kisah yang paling menakjubkan yang pernah aku lihat dan saksikan sendiri. Saat itu usiaku masih empat belas tahun.”

Berharap Mati di Sampah

Shalt bin Hakim berkata, “Abdullah bin Marzuq kelihatan seperti seseorang yang kehilangan akal. Seolah-olah dia kehilangan sesuatu yang sangat berharga. Dia mempunyai beberapa helai rambut di kedua pelipisnya. Apabila dia berzikir air matanya akan berlinangan.”
Salamah menceritakan bahwa ketika sakit, Abdullah bin Marzuq memberi wasiat kepadaku, “Wahai Salamah, aku mempunyai satu permintaan kepadamu.”
“Apa itu?” tanyaku.
“Engkau angkat badanku dan lemparkan ke sampah, biar aku mati di sana. Semoga Dia melihatku di tempat itu dan mau mengasihiku.” Semoga Allah merahmatinya.
Abu Abdirrahman as-Silmi mengatakan bahwa dulunya Abdullah bin Marzuq adalah seorang Gubernur Harun ar-Rasyid, tetapi dia tinggalkan semua itu dan  dia lebih memilih hidup zuhud.