Khalifah al-Mu'tamid Dan Kisah Pemotongan Tangan Pembantunya

Qadhi at-Tanukhi menulis dalam buku al-faraj ba'da asy-syiddah (kelapangan setelah kesempitan), "Abu Muhammad bin Hamdun bercerita: "Khalifah al-Mu'tamid berhasrat untuk memiliki kasur dari sutra dan seluruh perlengkapan kamarnya adalah dalam bentuk dan warna seperti yang ia kehendaki.

Selesailah apa yang diminta oleh sang Khalifah Abbasiyah tersebut lalu dibawa ke hadapannya. Bukan main gembiranya Khalifah. Ia lalu mencoba semua perlengkapan itu. Kemudian ia mengundang orang-orang dekatnya. Tak satupun diantara kami yang diminta untuk memberi komentar tentang hartanya yang baru itu kecuali semua mengungkapkan kekagumannya. Kemudian ia bangkit untuk tidur di atas kasur empuk itu dan kamipun mohon diri.

Belum berapa jauh kami beranjak tiba-tiba kami mendengar suara ribut dan teriakan dari dalam istana. Kemudian kami kembali masuk dan kami lihat Khalifah meraung seperti singa. Ternyata sebagian dari tirai kamar Khalifah ada yang merobek. Khalifah berkata: "Aku tidak menyesali rusaknya tirai itu ataupun hilang nilainya karena aku bisa saja menggantinya, akan tetapi orang itu telah mengurangi kebahagiaanku di hari ini dan begitu lancang melakukan semua ini. Yang lebih parah lagi, ia memotongnya di depan mata kepalaku dan mencabik-cabik tirai itu di depanku tapi aku tidak sempat menangkapnya."

Kemudian Khalifah memanggil pembantunya yang bernama Nihrir dan menugaskannya untuk menangkap manusia lancang yang telah merusak harta Khalifah. Khalifah bersumpah seandainya Nihrir tidak menemukannya maka Khalifah akan membunuhnya.

Pembantu Khalifah itu pergi untuk melaksanakan tugas yang diembankan padanya. Tak berapa lama ia datang membawa seorang anak yang bekerja sebagai pengrajin kasur. Anak itu sangat tampan bagaikan bulan purnama. Di tangannya ada potongan sutra yang dipotong itu. Ia mengaku telah memotongnya dan ia minta maaf, bertaubat sambil menangis dan mohon diampunkan.

Khalifah al-Mu'tamid tidak mau mendengarkan alasannya dan tak bersedia memaafkannya. Akhirnya Khalifah memerintahkan untuk memotong tangannya. Kami yang menyaksikan hal itu merasa sangat iba karena ia masih kecil dan tampan tapi tak satupun diantara kami yang berani membantah Khalifah. Kami semua tetap diam terpaku.

Sesaat kemudian al-Mu'tamid berteriak menyebut nama Allah sekeras-kerasnya. Ia mengaduh kesakitan. Ia berkata: "Ada sesuatu yang masuk ke dalam jariku sebentar ini." Khalifah semakin merasa pedih. Dipanggillah seseorang yang bisa mengeluarkan sesuatu seperti serpihan bambu yang runcing dan sangat tipis dari dalam jarinya. Kami tak tahu apa yang lebih membuat kami heran; apakah karena kecilnya serpihan itu tapi ia bisa masuk ke dalam daging jari sementara ia sangat lemah, ataukah karena perih tak terhingga yang dirasakan Khalifah ketika serpihan itu menusuk jarinya saat sutra itu dibentangkan?   

Ketika rasa sakitnya mulai berkurang, Khalifah berkata: "Wahai kalian, seandainya serpihan yang kecil ini bisa menyebabkan rasa pedih yang luar biasa seperti ini apalagi yang dirasakan oleh anak yang telah kita perintahkan untuk dipotong tangannya?"
Kami menjawab: "Tentu kondisinya lebih buruk dan menyakitkan. Oleh karena itu engkau harus memaafkannya sebagai bukti syukurmu."
Khalifah berkata: "Utus seseorang untuk menemui Nahrir. Seandainya ia belum memotong tangan anak itu maka cegahlah ia melakukannya."

Para pembantu Khalifah bergegas mengejar Nahrir. Ternyata minyak sudah dipanaskan dan anak itu sudah memasrahkan tangannya untuk dipotong. Akhirnya mereka membebaskan anak itu dan ia selamat." 

SESEORANG BERTOBAT KEPADA ALLAH KETIKA MENDENGAR AYAT AL-QUR

Ibnul Jauzi rahimahullah menyebutkan bahwa Ja’far bin Harb pernah keluar dalam rombongan besar yang memperlihatkan kekayaan yang dimilikinya serta wibawa yang ada padanya, karena dia memang bekerja pada kerajaan. Namun, di tengah perjalanan tiba-tiba dia mendengar seseorang yang membaca ayat Al-Qur’an yang berbunyi, “Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk secara khusyu mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan (kepada mereka)….” (al-Hadiid: 16)
    Ja’far pun berteriak, “Ya Allah, benar.”
    Dia terus saja mengulang-ulangnya sambil menangis. Kemudian dia turun dari hewan tunggangannya, lantas menanggalkan pakaian yang dikenakannya. Setelah itu dia turun ke sungai menutupi badannya dengan air.
    Kemudian ada seseorang yang melihatnya di dalam air sedang berdiri. Dia telah mendengar berita tentang dirinya. Kemudian dia pun memberikan baju agar dia dapat menutup badannya. Setelah itu dia keluar dari sungai, lantas dia memisahkan harta yang dimilikinya dari hasil kezaliman untuk disedekahkan sisanya. Dia segera berkonsentrasi penuh untuk belajar dan menuntut ilmu serta ibadah sampai akhir hayatnya.44
    Penulis katakan bahwa lihatlah bagaimana Al-Qur’an begitu memengaruhi orang ini. Lantas, bagaimana dengan keadaan kita sekarang ini? Kita lihat Al-Qur’an sering dibacakan di sepanjang malam dan siang hari baik melalui radio atau pun kaset, namun tidak ada orang yang mau mendengarkannya kecuali mereka yang mendapat rahmat dari Allah swt..