Lenyaplah Masa Muda dengan Segala Keburukannya, Tinggallah Masa Tua dengan Segala Kebaikannya

Suatu kali, Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik masuk ke sebuah masjid di Damaskus. Tiba-tiba dia melihat seorang Arab badui yang sudah tua. Khalifah bertanya kepadanya, “Wahai Bapak tua, apakah kau suka menghadapi kematian?”
“Tidak, demi Allah,” jawab bapak tua itu.
“Kenapa wahai Bapak tua, padahal usiamu sudah setua ini?” tanya Khalifah kembali.
“Wahai Amirul Mukminin, telah lenyap masa muda dengan segala keburukannya dan datanglah masa tua dengan segala kebaikannya. Saat ini kalau aku berdiri, aku akan memuji Allah, kalau aku duduk aku akan memuji Allah dan aku ingin kedua hal ini tetap ada padaku.”
Sulaiman bertanya lagi, “Lalu apa amalanmu yang kau kira dapat memanjangkan umurmu?”
Bapak tua itu menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya aku adalah seorang yang selalu menyempurnakan wudhu, membaguskan shalat, menghubungkan silaturrahmi, menjaga kehormatan dan pandangan, dan aku selalu berbagi rezeki yang Allah karuniakan kepadaku.”
Sulaiman berkata, “Tidak heran kalau kematian belum juga menjemputmu.”

Bagaimana Aku akan Mengadu kepada Dokterku Apa yang Kurasakan

Al-Junaid menceritakan, “Suatu kali aku berada berdua saja dengan Sari bin Maghlis as-Saqthi. Dia sedang memakai sarung. Aku lihat tubuhnya seperti tubuh yang sakit dan sangat lemah.”
Dia berkata, “Perhatikanlah tubuhku ini! Kalau aku ingin mengatakan bahwa ini adalah karena cinta pada Allah, tentu tidak berlebihan.” Wajahnya pucat dan terkadang berwarna merah seperti bunga.
Suatu kali dia jatuh sakit. Aku datang menjenguknya. Aku bertanya, “Bagaimana kondisimu?”
Dia menjawab,
“Bagaimana mungkin aku mengadu kepada dokterku
apa yang aku rasakan
Sementara yang menimpaku ini adalah dari dokterku?”

Aku mengambil kipas dan aku mengiipas-ngipaskan ke tubuhnya. Dia berkata, “Bagaimana akan terasa sejuk dengan kipas seseorang yang hatinya terbakar di dalam?”
Kemudian  dia berkata,
“Hati terbakar dan air mata berlinang
Derita berhimpun dan sabar tercerai
Bagaimana tenang orang yang tak bisa tenang
Hasil dari hawa, kerinduan, dan kegelisahan?
Wahai Tuhanku, andaikan ada sesuatu yang akan melapangkanku
Maka kasihilah aku selama ruh ini masih ada”

Rasulullah saw. dan Terbunuhnya Hamzah, Paman Beliau

Pada perang Uhud, Hamzah bin Abdil Muthalib dibunuh oleh Wahsyi, seorang budak milik orang-orang musyrik, secara tidak jantan. Dia melemparnya dengan tombak dari belakang. Kemudian Hindun bintu Utbah datang membelah perut Hamzah dan mengeluarkan hatinya, lalu mengunyahnya. Dia juga memotong hidung dan kedua telinganya.
    Kemudian setelah peperangan usai, Rasulullah saw. mencari mayat Hamzah. Lalu beliau menemukannya di tengah-tengah lembah dalam keadaan perut terbelah dan hati telah dikeluarkan, serta sebagian tubuhnya dicincang secara keji.
    Melihat hal itu, beliau pun sangat sedih dan bersabda,

“Kalau tidak karena kesedihan yang akan dialami Shafiyyah dan akan menjadi sunnah setelahku, pasti aku akan membiarkan mayatnya, hingga kelak di padang mahsyar dia dikumpulkan dari perut-perut binatang buas dan burung-burung. Dan jika di sebuah peperangan dengan orang-orang Quraisy nanti Allah memenangkanku, pasti saya akan membalas kekejian mereka terhadap Hamzah dengan tiga puluh orang lelaki dari mereka”.
Ketika orang-orang muslim melihat kesedihan Rasulullah saw. karena perlakukan orang-orang Quraisy terhadap mayat Hamzah, mereka berkata, “Demi Allah, jika pada suatu hari Allah memenangkan kita atas mereka, pasti kita akan merusak tubuh mereka dengan bentuk yang tidak pernah dilakukan oleh seorang Arab pun”.
Di dalam as-Siirah an-Nabawiyyah, Ibnu Hisyam berkata, “Ketika Rasulullah saw. berdiri di sisi mayat Hamzah, beliau bersabda,

“Saya tidak akan pernah ditimpa kesedihan seperti ini. Saya tidak pernah mengalami hal yang lebih membuatku marah dari hal ini”.
Kemudian beliau bersabda, “Jibril datang kepadaku lalu memberitahu saya bahwa tertulis di penghuni langit tujuh, “Hamzah bin Abdul Muthalib adalah singa Allah dan singa Rasul-Nya”.
Dan dari Ibnu Abbas, bahwa Allah ‘Azza wajalla menurunkan dari sabda Rasulullah saw. dan para sahabat beliau,

“Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan”. ( an-Nahl: 126, 127 ).
Lalu Rasulullah saw. memaafkan dan bersabar serta melarang untuk mencincang musuh.  Dan beliau pun ridha terhadap qadha Allah.