Ya Allah, Telah Sampai kepada Kami Risalah Rasul-Mu

Ibnu Ishaq berkata, “Setelah perang Uhud selesai, beberapa orang dari daerah ‘Adhl dan al-Qaarah mendatangi Rasulullah saw.. Lalu mereka berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami ingin masuk Islam, maka utuslah beberapa orang dari sahabatmu ke tempat kami untuk mengajarkan agama Islam, Al-Qur’an dan hukum-hukum Islam kepada kami”.
Lalu Rasulullah saw. mengutus enam orang sahabat beliau, yaitu Martsad bin Abi Martsad, Khalid bin Bukair, Ashim bin Tsabit, Khubaib bin Adi, Zaid bin Datznah dan Abdullah bin Thariq.
Kemudian mereka pun berangkat. Ketika sampai di Rajii’, tempat mengambil air orang-orang Hudzail di arah Hijaz, orang-orang yang menjemput mereka tersebut berkhianat dan memanggil orang-orang Hudzail. Mereka juga ingin menjadikan para sahabat Nabi saw. tersebut sebagai tawanan lalu menjual mereka kepada orang-orng Quraisy. Lalu empat orang dari para sahabat tersebut terbunuh dan dua orang lagi, Zaid bin Datsinah dan Khubaib bin Adi, ditawan, kemudian dijual kepada orang-orang Quraisy.
Ibnu Hisyam berkata, “Lalu mereka menukar keduanya dengan dua orang Hudzail yang ditawan orang-orang Quraisy.
    Ibnu Ishaq berkata, “Lalu Khubaib dibeli oleh Hujair bin Abi Ihab at-Tamimi, sekutu Bani Naufal, dan diberikan kepada Uqbah bin Harits. Dan Abu Ihab at-Tamimi adalah saudara seibu al-Harits bin Amir, ayah Uqbah. Lalu dia membunuh Khubaib untuk membalas dendam atas kematian ayahnya.
Adapun Zaid bin Datsinah, maka dia dibeli oleh Shafwan bin Umayyah untuk dibunuhnya sebagai pembalasan atas kematian ayahnya, Umayyah bin Khalaf.
1. Mari kita lihat keridhaan Ibnu Datsinah kepada qadha dan qadar Allah ketika orang-orang Quraisy memutuskan untuk membunuhnya.
Ibnu Ishaq berkata, “Zaid bin Datsinah dibeli oleh Shafwan bin Umayyah. Lalu Shafwan memerintahkan seorang budaknya yang bernama Nisthas bersama beberapa orang lainnya untuk membawanya menuju Tan’im –di luar batas Mekkah— dan membunuh Zaid bin Datsinah di sana. Kemudian mereka membawanya ke luar dari tanah Haram untuk membunuhnya. Lalu beberapa orang Quraisy berkumpul, yang di antaranya adalah Abu Sufyan bin Harb. Lalu sebelum dibunuh, Abu Sufyan berkata kepada Zaid bin Datsinah, “Bersumpahlah demi Allah wahai Zaid, apakah engkau senang jika Muhammad menggantikanmu di sini untuk kami penggal lehernya sedangkan engkau bersama keluargamu?”
Maka Zaid menjawab, “Demi Allah, saya tidak akan merasa senang jika saya duduk bersama keluargaku sedangkan Muhammad berada di tempatnya dan terkena duri”.
Maka Abu Sufyan berkata, “Saya tidak pernah melihat seorang pun yang mencintai orang lain seperti kecintaan para sahabat Muhammad kepadanya”.
Kemudian Zaid dibunuh Nisthas, budak Shafwan bin Umayyah.
2. Perhatikan juga keridhaan Khubaib bin Adi kepada qadha dan qadar Allah, ketika akan dibunuh seperti Zaid.
Ibnu Ishaq berkata, “Adapun tentang Khubaib bin Adi, maka Abdullah bin Abi Najih berkata kepada saya, bahwa dia mendapat informasi dari Mawiyah, budak wanita Hujair bin Abi Ihab yang ketika itu telah masuk Islam. Mawiyah berkata, “Khubaib ketika itu ditahan di rumah saya. Pada suatu hari saya melihatnya sedang memegang setandan anggur, dan sepertinya dia sedang memakannya, padahal setahu saya, ketika itu tidak ada anggur di tanah Allah tersebut”.
    Ibnu Ishaq berkata, “Ashim bin Umar bin Qatadah dan Abdullah bin Najih juga memberitahu saya bahwa Mawiyah berkata, “Ketika mendekati saat-saat dibunuh, Khubaib berkata kepada saya, “Ambilkan pisau kepada saya agar saya membersihkan rambut-rambut saya sebelum dibunuh –maksudnya untuk mencukur rambut kemaluan dan bulu ketiaknya—“. Mawiyah berkata, “Lalu saya memberikan pisau kepada seorang anak laki-laki dan saya katakan kepadanya, “Berikan pisau ini kepada lelaki itu”.
Lalu dia langsung memegang anak kecil itu, sehingga saya pun merasa ketakutan. Maka saya katakan kepadanya, “Apa yang kau lakukan?!” Demi Allah, sebenarnya ketika itu dia dapat membalas dengan membunuh anak kecil itu, sehingga impas, seorang lelaki dengan seorang lelaki.
Lalu Khubaib mengambil pisau tersebut dari anak kecil itu, dan dia berkata kepada anak itu, “Ketika menyuruhmu mengantarkan pisau ini kepada saya, ibumu tidak khawatir saya akan berkhianat”.
Kemudian dia pun melepaskan anak itu”.
Dan Ibnu Hisyam berkata, “Sesungguhnya anak itu adalah anak Mawiyah”.
Kemudian orang-orang Quraisy membawa Khubaib bin Adi menuju Tan’im untuk disalib. Lalu Khubaib berkata kepada mereka, “Apakah kalian membolehkan saya untuk shalat dua rekaat terlebih dahulu?”
Maka orang-orang Quraisy berkata kepadanya, “Shalatlah”.
Lalu Khubaib melakukan shalat dua rekaat secara sempurna dan baik. Kemudian dia datang kembali menemui orang-orang Quraisy, lalu berkata kepada mereka, “Demi Allah, kalau bukan karena khawatir kalian mengira saya memanjangkan shalat karena takut dibunuh, pasti saya akan memperpanjang shalat saya”. Dan Khubaib bin Adi adalah orang yang pertama kali mensunnahkan dua rekaat sebelum dibunuh.
Kemudian orang-orang Quraisy mengikatkannya di kayu, dan Khubaib pun berkata, “Ya Allah, sesungguhnya telah sampai kepada saya risalah Rasul-Mu, maka sampaikanlah kepada beliau apa yang dilakukan orang-orang Quraisy terhadap kami”.
Kemudian dia berkata, “Ya Allah, hancurkanlah mereka dan binasakanlah mereka dan jangan Kau sisakan seorang pun dari mereka”. Kemudian orang-orang kafir Quraisy itu pun membunuhnya.

Anas Ibnun Nadhr dan Keridhaan kepada Allah

Dari Anas bin Malik r.a., bahwa ketika perang Badar, pamannya, Anas Ibnun Nadhr, tidak ikut hadir. Kemudian pamannya berkata, “Saya tidak ikut serta dalam peperangan Nabi saw. yang pertama. Oleh karena itu, jika Allah memberiku kesempatan untuk ikut serta dalam peperangan bersama Nabi saw., sungguh Allah akan melihat apa yang saya lakukan”.
Kemudian ketika perang Uhud, dia pun ikut berperang. Ketika itu pasukan muslim kalah dan sebagian orang muslim mundur. Maka Anas ibnun Nadhr berkata, “Ya Allah, saya mohon ampun atas apa yang dilakukan orang-orang muslim itu dan saya terlepas dari apa yang dilakukan orang-orang musyrik”. Lalu dengan menghunus pedangnya, dia pun maju. Kemudian dia bertemu dengan Sa’ad bin Mu’adz, lalu berkata, “Mau ke mana wahai Sa’ad. Sungguh saya mencium bau surga di bawah kaki gunung Uhud”.
Maka Anas bin Nadhr pun maju dan menghadapi orang-orang musyrik, kemudian dia terbunuh. Ketika perang selesai, tidak seorang pun yang tahu jenazahnya, hingga saudara perempuannya mengenalinya dengan tahi lalat yang ada ditubuhnya atau jari-jarinya. Dan di tubuhnya terdapat delapan puluh luka, berupa tusukan tombak, sabetan pedang dan anak panah yang menancap”.
Semoga Allah meridhainya, dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.