Imran bin Khushshain dan Keridhaannya di Saat Sakit

Diriwayatkan oleh Ibn Abid Dunya dari Hasan al-Bashri, dia berkata, "Suatu ketika Imran bin Khushshain jatuh sakit. Lalu saya datang menjenguknya. Akan tetapi kedatangan saya itu dianggapnya agak terlambat. Maka saya berkata kepadanya, "Wahai Abu Nujaid, sebenarnya yang menghalangi saya segera menjengukmu adalah karena saya merasa tidak tega melihatmu menahan rasa sakit". Kemudian Imran berkata pada saya, "Janganlah engkau merasa tidak tega. Demi Allah sesungguhnya apa yang saya sukai adalah apa yang disukai oleh Allah, maka janganlah engkau bersedih karena melihat saya sedang menahan rasa sakit. Sesungguhnya engkau tidak akan merasa sedih jika kamu tahu bahwa apa yang engkau lihat pada diri saya saat ini adalah penebus bagi dosa-dosa saya. Oleh karena itu saya ikhlas dengan sakit saya ini, dan saya mengharap pengampunan dari Allah atas dosa-dosa saya yang masih tersisa. Sesungguhnya Allah telah berfirman,

"Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)." (asy-Syuura: 30).

TOBAT ABDURRAHMAN BIN YAZID BIN MU`AWIYAH


    Abdurrahman bin Yazid bin Jabir berkata, “Abdurrahman bin Yazid bin Mu’awiyah adalah seorang teman dekat dan pendamping Abdul Malik bin Marwan—Khalifah Umawiyah—dan ketika Abdul Malik meninggal dunia dan orang-orang bubar dari prosesi pemakamannya, Abdurrahman berdiri di atas makamnya seraya berkata, ‘Kamu Abdul Malik yang dahulu setiap kali kamu janjikan aku sesuatu maka aku pun mengharap darimu. Setiap kali kamu mengancamku, aku pun takut padamu. Saat ini engkau menjadi orang yang tidak memiliki apa-apa kecuali dua helai kain kafanmu. Kamu tidak memiliki tempat kecuali empat hasta tanah dengan lebar dua hasta!!’”
    Kemudian dia pulang dan kembali ke keluarganya. Selanjutnya dia sangat tekun beribadah sampai dia seakan telah menjadi sesuatu yang basah. Lantas, ada sebagian keluarganya yang mendatanginya dan mencela dirinya dan ketekunannya dengan berkata kepadanya, “Aku bertanya padamu tentang sesuatu, apakah kamu jujur tentang hal itu?”
    Orang itu menjawab, “Benar.”
    Dia bertanya, “Katakan padaku tentang keadaan kamu saat ini, apakah dengan seperti ini kami ridha untuk mati?”
    Orang itu menjawab, “Demi Allah tidak.”
    Dia bertanya, “Apakah kamu tetap teguh hati untuk pindah darinya ke yang lainnya?”
    Orang itu menjawab, “Aku belum melihat bagaimana pandangan pendapatku dalam hal itu.”
    Dia bertanya, “Apakah kamu merasa aman ketika datang ajal kematianmu dan kamu dalam keadaan seperti sekarang ini?”
    Orang itu menjawab, “Demi Allah tidak.”
    Abdurrahman berkata, “Orang itu pun menyadari dan menghayati dalam-dalam apa yang telah dikatakan kepadanya. Kemudian dia segera masuk ke tempat shalatnya.”76
    Dahulu para sahabat khalifah dan raja menyadari benar bahwa mereka adalah manusia biasa yang nantinya akan kembali dan menghadap Tuhan mereka. Mereka sangat menyadari kematian ini, sehingga mereka pun mengambil nasihat dari peristiwa kematian itu dan membuat mereka segera kembali ke jalan Allah swt. dan mendekatkan diri kepada-Nya.
    Cukup kematian itu sebagai nasihat. Barangsiapa yang tidak bisa dinasihati dengan kematian, orang itu lebih pantas untuk dimasukkan ke neraka. Hendaklah masing-masing kita melihat kondisi dirinya atau berintrospeksi diri karena dia lebih tahu akan hal itu dari orang lain. Kemudian tanyakan pada diri sendiri, apakah kamu mau didatangi kematian sementara kamu dalam keadaan seperti itu?