Bagaimana Aku Tidak Rindu kepada Engkau Sementara Engkaulah yang Membuatku Rindu

Dalam buku Shifatush Shafwah, Ibnu Jauzi rahimahullah menceritakan bahwa istri Abu Ali ar-Ruzabari rahimahallah yang biasa dipanggil Azizah, apabila melaksanakan qiyamullail di kegelapan malam, dia akan bermunajat kepada Tuhannya. Dia seraya berkata, “Bagaimana aku tidak berharap untuk memperoleh apa yang di sisi-Mu, sementara kepada-Mu jua aku akan kembali? Bagaimana aku tidak mencintai-Mu sementara aku tidak pernah memperoleh kebaikan kecuali dari-Mu? Bagaimana aku tidak rindu kepada Engkau, sementara Engkaulah yang membuatku rindu?”
Ketika para jamaah haji dari daerah Mesir berangkat ke Tanah Suci, dia juga pergi bersama mereka. Dia tidak dapat menahan dirinya dari tangisan karena sangat rindu pada Baitullahul Haram. Kemudian  dia melantunkan,

Aku katakan biarkan aku mengikuti kafilah kalian
Aku akan patuh pada kalian layaknya seorang budak
Bagaimana aku tidak akan membantu mereka
Padahal mereka tahu bahwa aku sangat membutuhkan mereka

Kemudian dia berkata, “Inilah derita perasaan orang yang takut tidak sampai ke Baitul Haram, apalagi derita perasaan orang yang takut tidak sampai kepada Tuhan Baitul Haram itu sendiri.”

Imam Syahid yang Membaca Al-Qur

Ahmad bin Nashr al-Khuza’i adalah salah seorang ulama besar yang selalu menyuruh kepada yang ma’ruf. Dia belajar hadits kepada Malik bin Anas dan Hamad bin Zaid. Bersama Imam Ahmad, dia juga turut diuji dalam masalah khuluqul Qur`an yang digerakkan oleh Mu’tazilah di masa kekhilafahan Ma`mun (seorang khalifah Bani Abbasiyah).
Dia diuji oleh khalifah al-Watsiq, tetapi dia tidak mau mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk, sehingga akhirnya khalifah membunuhnya pada hari Sabtu di awal bulan Ramadhan tahun 231 H. Jasadnya disalib di kota Riyy lalu kepalanya dikirim ke Baghdad dan digantung selama enam tahun. Setelah itu baru dikubur di wilayah timur dari kota Baghdad tahun 237 H.
Ibrahim bin Ismail bin Khalaf menceritakan, “Ahmad bin Nasr adalah sahabatku. Ketika dia dibunuh dalam tragedi itu dan tubuhnya disalib, aku diberitahukan bahwa kepalanya yang sudah terpenggal itu membaca Al-Qur’an. Aku pergi ke tempat kepalanya digantung dan bermalam di sana sambil mengamati kepala itu. Di dekat kepala itu, banyak tentara yang menjaga. Ketika malam sudah sunyi aku mendengar kepala itu membaca ayat,
KHAT
“Alif Lam Mim. Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, ‘Kami telah beriman,’ dan mereka tidak diuji?”

Tubuhku gemetar melihat hal itu. Pada malamnya aku bermimpi bertemu dengannya yang sedang memakai pakaian sutera gemerlap dan di kepalanya ada mahkota. Aku bertanya, “Apa yang dilakukan Allah kepadamu?”
Dia menjawab, “Allah mengampuniku dan memasukkanku ke surga, akan tetapi aku sedikit murung dalam tiga hari ini?”
“Kenapa?” tanyaku.
“Rasulullah saw. lewat di hadapanku. Ketika sampai di depan kayu tempat aku disalib beliau memalingkan wajahnya dariku. Setelah itu, aku bertanya kepadanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah aku berada pada pihak yang benar?’
Beliau menjawab, ‘Engkau berada pada pihak yang benar, tetapi yang membunuhmu adalah salah seorang keturunanku. Maka, ketika aku lewat di depanmu aku menjadi malu kepadamu.”
Ibrahim bin Hasan menceritakan, “Beberapa sahabat kami bermimpi bertemu dengan Ahmad bin Nasr setelah dia dibunuh. Dia ditanya, “Apa yang Allah lakukan kepadamu?”
Dia menjawab, “Bagaikan tidur, sesaat setelah bangun aku langsung bertemu dengan Allah dan Dia tersenyum kepadaku.”
Semoga Allah merahmatinya dengan rahmat yang luas.