ASH-SHAAHIBU BIL JANBI (TEMAN SEJAWAT)

Allah SWT berfirman,

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anakk yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”.

KISAH TENTANG TEMAN SEJAWAT

Ayah    : Anak-anakku, kisah kita malam ini tentang ash-shaahibu bil janbi (teman sejawat). Apakah kalian mengetahui, dalam ayat apa kata-kata ini disebutkan dalam Al-Qur`an?
Tasniim    : Dalam firman Allah,
       
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anakk yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”. (an-Nisaa`: 36).
Ayah        : Semoga Allah memberkatimu, Anakku.
Sundus    : Ayah, terangkan kepada kita makna ayat ini?
Ayah    : Ibnu Katsir berkata, “Allah SWT memerintah untuk menyembah-Nya tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dialah Pencipta, Pemberi rizki dan kenikmatan, Yang Maha Penyantun atas hamba-Nya. Dialah yang berhak disembah dan tidak patut untuk disekutukan dengan makhluknya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. kepaa Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu,

    “Apakah kamu tahu hak Allah atas hambanya?”
    Muadz menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu”. Maka Rasulullah saw. lalu bersabda,

    “Mereka harus menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun”.
    Kemudian beliau melanjutkan,

    “Apakah kamu tahu hak hamba kepada Allah jika mereka melaksanakan hal itu?    yaitu tidak menghukum mereka”.
    Kemudian Allah SWT berwasiat agar berbuat baik kepada kedua orang tua. Maksudnya berbuat baiklah kepada mereka dengan berbakti, memberi nafkah dan berlaku sopan. Kemudian Allah berwasiat untuk berbuat baik kepadam semua kerabat, baik laki-laki maupun perempuan. Hal ini sesuai dengan hadits,

    “Bersedekah kepada orang miskin merupakan sedekah biasa. Sedangkan bersedekah kepada kerabat mempunyai dua tujuan; sedekah dan menyambung silaturahmi”.
    Kemudian Allah memerintahkan untuk berbuat baik kepada anak-anak yatim.
Aaya    : Siapakah yang dimaksud dengan anak-anak yatim  itu, Ayah?
Ayah    : Anak yatim adalah anak yang kehilangan ayahnya. Jadi anak-anak yatim adalah anak-anak yang kehilangan orang yang bertanggung jawab memberi nafkah kepada mereka dan yang mengurus keperluan mereka. Maka Allah SWT memerintahkan untuk berbuat baik dan mengasihi mereka. Hal ini serupa dengan perintah untuk berbuat baik kepada orang miskin, yaitu orang yang tidak mempunyai nafkah bagi dirinya.
Dhuhaa    : Siapakah yang dimaksud dengan tetangga dekat dan tetangga jauh?
Ayah    : Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhumaa berkata, “Tetangga dekat adalah orang yang mempunyai hubungan kekerabatan denganmu. Sedangkan tetangga jauh adalah orang yang tidak mempunyai hubungan kekerabatan denganmu. Ada juga yang mengatakan bahwa tetangga dekat adalah tetangga yang beragama Islam. Sedangkan tetangga jauh adalah tetangga yang berasal dari ahlul kitab”.
    Adapun yang menjadi bahan pembicaraan malam ini adalah teman sejawat.
    Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhumaa mengartikannya sebagai tamu.
    Sedangkan menurut Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu maksudnya adalah orang perempuan.
    Mujahid, Ikrimah dan Qatadah berpendapat bahwa ia adalah teman dalam perjalanan.
    Said bin Jubair mengatakan ia adalah teman yang shaleh.
    Adapun Zaid bin Aslam berpendapat bahwa ia adalah sahabatmu di rumah dan di waktu pergi.
    Sedangkan yang dimaksud dengan ibnu sabil adalah musafir yang tidak mempunyai bekal untuk perjalanannya. Maka Allah SWT memerintahkan kita agar berbuat baik kepadanya dan memberinya sedekah yang dapat mengantarkan dia ke negerinya.
Aalaa`    : Apa maksud firman Allah, “dan hamba sahayamu” dalam ayat di atas?
Ayah    : Allah SWT berwasiat kepada kita agar berbuat baik kepada budak-budak. Karena mereka tidak mempunyai kekuatan dan bagaikan tawanan di tangan orang-orang. Rasulullah saw. bersabda,

“Apa yang kamu nafkahkan untuk dirimu maka itu adalah sedekah bagimu. Apa yang kamu nafkahkan untuk isterimu maka itu adalah sedekah bagimu. Dan apa yang kamu nafkahkan untuk pembantumu maka itu adalah sedekah bagimu” .
Dan diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda,

“Budak mempunyai hak untuk mendapatkan makanan dan pakaian. Ia juga tidak dibebankan pekerjaan yang tidak mampu dilakukannya” .
Diriwayatkan dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu ia mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda,

“Mereka adalah saudaramu dan budakmu. Allah menjadikan mereka di bawah tanggung jawabmu. Maka barang siapa yang saudaranya berada di bawah tanggung jawabnya, maka hendaklah ia memberinya makan dari apa yang ia makan dan memberinya pakaian dari apa yang ia pakai. Dan janganlah kalian membebani mereka sesuatu yang tidak mereka mampu. Dan jika kalian tetap membebaninya maka bantulah dia”.
Kemudian Allah SWT mengakhiri ayat ini dengan firman-Nya,

“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”. (an-Nisaa`: 36).
Allah SWT memperingatkan kita dari sikap bakhil dan pelit serta memerintahkan kita agar menjauhi sikap menyombongkan diri kepada saudara-saudara dan kerabat-kerabat kita.
Begitu juga setelah kita mengetahui makna teman, baik teman sejawat atau teman yang mempunyai hubungan kerabat dengan kita, kita harus membantu dan menolong mereka sehingga dengan perbuatan itu kita berarti telah mengamalkan perintah Allah SWT.
Anak-anak : Jazaakallahu khairan, Ayah.
Ayah        : Wajazaakumullahu khairan.

Ia Bermimpi Melihatnya Duduk di Pinggir Kuburnya

Sha’id menceritakan, “Ketika Abdullah bin Farj wafat aku turut menyelenggarakan jenazahnya. Pada malam harinya aku bermimpi melihatnya sedang duduk di tepi kuburannya sambil memegang selembar catatan. Aku bertanya kepadanya, “Apa yang Allah lakukan kepadamu?”
Dia menjawab, “Dia mengampuniku dan juga semua orang yang turut mengantar jenazahku.”
“Aku  juga termasuk di antara mereka,” kataku penuh harap.
“Ini namamu ada dalam catatan ini. Wassalam.”
Ibrahim bin Sahal berkata bahwa Abdullah bin Farj pernah berkata, “Mohonlah kepada Allah maaf yang indah.”
Aku bertanya, “Wahai Abu Muhammad, apakah yang dimaksud dengan maaf yang indah itu?”
Dia menjawab, “Yaitu ketika Dia menyuruhmu langsung masuk ke surga dari Padang Mahsyar (maksudnya: tidak memeriksa atau menghisabmu).”