Allah Menghadiahinya Syahid di Rumahnya


Seorang shahabiyah (sahabat wanita) dari kaum Anshar bernama Ummu Waraqah binti Naufal meminta kepada Rasulullah saw. untuk ikut bersama beliau dalam berbagai peperangan mudah-mudahan dia meraih syahadah. Dia berkata kepada Rasulullah saw., “Wahai Rasulullah, seandainya engkau izinkan aku untuk ikut berperang bersamamu, aku akan merawat tentara yang sakit dan mengobati yang terluka, semoga Allah mengaruniakan kepadaku kesyahidan.”
Rasulullah saw. bersabda, “Wahai Ummu Waraqah, duduk saja di rumahmu, sesungguhnya Allah akan mengaruniakan kepadamu syahadah di rumahmu.”
Rasulullah saw. sering mengunjunginya. Dia kerap kali membaca Al-Qur’an, lalu dia memohon izin kepada Nabi untuk mengajak seorang muazin ke rumahnya dan Nabi mengizinkannya.
Di masa khalifah Umar ibnul Khaththab r.a. terbuktilah sabda Rasulullah saw. tentang Ummu Waraqah. Dua orang budak yang dijanjikan akan merdeka setelah kematiannya membunuh Ummu Waraqah di rumahnya dengan cara menggantungnya. Pada pagi harinya, Umar ibnul Khaththab tidak mendengar suara Ummu Waraqah membaca Al-Qur’an. Umar berkata, “Demi Allah, aku tidak mendengar bacaan bibiku Ummu Waraqah semalam.”
Dia lalu masuk ke dalam rumah dan tidak menemukan apa-apa. Ternyata, dia digantung dengan seutas tali di samping rumah. Umar berkata, “Mahabenar Allah dan Rasul-Nya.”
Kemudian Umar naik mimbar dan menyampaikan berita itu, lalu dia berkata, “Tangkap kedua orang budak itu!”
Akhirnya, kedua orang budak itu berhasil ditangkap dan keduanya mengaku telah membunuh Ummu Waraqah. Umar memerintahkan untuk menyalib keduanya, sehingga kedua orang ini menjadi orang pertama yang disalib di Madinah. 
Kisah ini adalah salah satu bukti kenabian Nabi Muhammad saw. dan juga pelajaran bagaimana seorang khalifah dan pemimpin kaum Muslimin memperhatikan rakyatnya secara langsung, menanyakan kondisi mereka, dan mencintai mereka sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah saw..

Apa yang di Sisi Allah Itu Lebih Baik Bagimu

Hisyam bin Hassan menceritakan, “Hazil putra Hafshah binti Sirin bekerja mengumpulkan kayu bakar di musim panas. Kayu itu kemudian dikulitinya lalu dia ambil ampasnya dan dia membelahnya. Hafshah berkata, ‘Aku sering merasa kedinginan ketika melakukan qiyamullail di musim dingin. Jika datang musim dingin, putraku Hazil datang membawa perapian dan diletakkannya di belakangku. Dia meletakkan api itu di belakangku agar aku bisa memanaskan badan. Dia tetap berada di dekatku sampai penghujung malam.’
Hafshah melanjutkan, ‘Ketika putraku wafat, Allah mengaruniakan kesabaran kepadaku untuk berpisah dengannya, tetapi aku tetap merasakan kepedihan dan kehilangan berpisah dengannya, sesuatu yang sulit untuk terobati.’
Suatu malam, ketika aku sedang shalat di tempat ibadahku dan aku membaca surah an-Nahl, aku sampai pada ayat berikut.
KHAT
‘...sesungguhnya apa yang ada di sisi Allah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apa yang ada di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan Kami pasti akan memberi balasan kepada orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.’ (an-Nahl: 95—96)

Aku terus ulang-ulang ayat tersebut, dan akhirnya Allah menghilangkan perasaan sedih yang menghimpit batinku.” 
Hafshah binti Sirin sering menyalakan pelita di malam hari untuk melaksanakan qiyamullail di mushalla pribadinya. Kerap kali terjadi lampu pelitanya padam, tetapi rumahnya tetap bercahaya sampai pagi. Apabila dia sudah masuk ke ruang tempat shalatnya, dia tidak akan keluar kecuali karena suatu kebutuhan yang sangat mendesak.

Jangan Makan kecuali yang Halal

Abu Abdirrahman as-Salmi menceritakan, “Mu’adzah al-‘Adawiyah rahimahallah adalah seorang ahli ibadah. Dia yang menyusui Ummul Aswad binti Zaid al-‘Adawiyah. Ummul Aswad menceritakan, ‘Mu’adzah al-‘Adawiyah berkata kepadaku, ‘Jangan rusak susuku dengan makanan haram karena aku sudah bersusah payah menyusuimu dan aku tidak memakan kecuali yang halal, maka berusahalah untuk tidak memakan, kecuali yang halal. Semoga kamu diberi taufik untuk menghambakan diri kepada Tuhanmu dan ridha dengan ketentuan-Nya.’’”
Ummul Aswad berkata, “Tidaklah aku memakan sesuatu yang syubhat melainkan aku akan kehilangan satu ibadah fardhu atau satu wirid zikir harian.”  Maksudnya, jika dia memakan makanan yang mengandung syubhat (yang berbau haram), maka dia akan kehilangan satu ibadah fardhu atau zikir kepada Allah. Hal itu telah dia jadikan sebagai wirid harian sebagai suatu ganjaran dari Allah.