Demi Allah, Aku Malu Meminta Dunia kepada Yang Memilikinya

Ibnu Khalikan dalam kitab Wafiyyatul A’yan menceritakan bahwa Sufyan ats-Tsauri bertemu dengan Rabiah al-‘Adawiyah rahimahallah. Rabi’ah adalah seorang yang fakir dan zuhud. Sufyan berkata kepadanya, “Wahai Ummu ‘Amru, aku lihat kondisimu sangat sulit, apakah tidak sebaiknya kamu mendatangi tetanggamu si fulan yang dermawan lalu kamu pinjam sesuatu kepadanya untuk memperbaiki kondisimu?”
Dia berkata, “Wahai Sufyan, bagaimana kondisiku yang kamu lihat? Bukankah aku berjalan di jalan Islam, jalan petunjuk dan istiqamah? Demi Allah, inilah kemuliaan yang tidak ada kehinaan di sana, kekayaan yang tidak ada kemiskinan di sana, dan keharmonisan yang tidak ada kesepian di sana.”
Kemudian dia melanjutkan, “Demi Allah, sesungguhnya aku malu meminta dunia kepada yang memilikinya, bagaimana mungkin aku memintanya kepada yang tidak memilikinya?”
Akhirnya, Sufyan beranjak dari tempat duduknya seraya berkata, “Aku tak pernah mendengar perkataan seperti ini sama sekali.”
Rabi’ah berkata kepada Sufyan, “Sesungguhnya kamu adalah bilangan hari demi hari, apabila satu hari berlalu maka hilanglah sebagian dirimu, dan seandainya sebagian sudah hilang maka tidak akan lama akan hilang semua. Kamu sudah tahu, maka amalkanlah!”
Kata-kata tersebut dihadiahkan kepada mereka yang suka merayakan ulang tahun dengan mencontoh nonmuslim dalam merayakan hari itu. Mereka mengira itulah hari bahagia dan gembira yang mesti dirayakan. Padahal, yang lebih baik bagi mereka sesungguhnya adalah menangisi umur mereka yang telah berlalu. Karena, setiap hari umur berkurang sungguh dia tidak akan kembali lagi walau sedetik. Itu artinya akan semakin mendekatkan mereka pada hari akhirat yang kekal.