TOBAT DAN ISLAMNYA AMRU IBNUL ASH

Amru ibnul Ash terus menjadi seorang yang memusuhi dan memerangi Islam bersama dengan kaumnya dari orang-orang musyrik Quraisy. Dia pun ikut dan turut serta dalam Perang Badar, Uhud, Khandaq, sampai pada saat terjadi apa yang telah terjadi dalam perdamaian Hudaibiyah, yakni ketika Quraisy mengadakan perjanjian damai dengan Muhammad saw. dan perang antara kedua belah pihak dihentikan.
    Amru ibnul Ash berkata, “Muhammad dengan para sahabatnya telah datang menghadap Quraisy, maka Mekah tidak lagi nyaman menjadi tempat tinggal, begitu juga Thaif. Tidak ada jalan lain kecuali harus pergi dan keluar dari Mekah ini dan setelah jauh dari Islam. Aku melihat bahwa seandainya semua orang Quraisy masuk Islam, aku tidak akan masuk Islam.
    Amru ibnul Ash pun bertekad untuk pergi ke Najasyi, Raja Habasyah, dan dia membawa banyak hadiah berupa kulit binatang untuknya. Di sana dia mendapatkan Amru bin Umayyah adh-Dhamiri yang telah diutus oleh Rasulullah saw, untuk berangkat menemui Najasyi agar dia menikah dengan Ummu Hubaibah binti Abu Shofyan r.a..
    Amru ibnul Ash berkata kepada teman yang ikut dengannya dalam perjalanan itu, “Amru bin Umayyah, jika aku telah sampai ke Najasyi nanti, dan aku meminta kepadanya untuk menyerahkannya, akan aku penggal lehernya. Jika aku bisa melakukan itu, orang-orang Quraisy akan senang dan aku pun akan mendapat hadiah karena aku bisa membunuh utusan Muhammad.”
    Kemudian Amru bin Ash pun mendatangi Najasyi dan sang raja itu menyambut kedatangannya. Amru menyerahkan hadiahnya untuk sang raja, dan ketika dia melihat sang raja yang dalam keadaan penuh ceria dia berkata kepadanya, “Wahai raja, sesungguhnya aku telah melihat ada seseorang yang telah keluar dari ruangmu ini, orang itu adalah utusan musuh kami, dia telah memanahi kami dan membunah para pemimpin dan elite kami, serahkanlah orang itu kepadaku untuk aku bunuh!”
    Dan Najasyi pun murka sejadi-jadinya. Dia mengangkat tangannya kemudian memukul hidung Amru sampai keluar darah, dan Amru pun mengelap dan membersikannya dengan bajunya. Dia takut akan dirinya dari kemarahan sang raja, kemudian dia berkata kepadanya, “Wahai Raja, jika aku tahu kalau engga benci dengan apa yang aku katakan itu, aku tidak akan meminta kamu.”
    Najasyi berkata kepadanya, “Wahai Amru, kamu meminta kepadaku untuk menyerahkan seorang utusan dari seorang Nabi yang telah diturunkan kepadanya Jibril a.s. sebagaimana dahulu datang kepada Musa dan juga datang kepada Isa, dan kamu ingin membunuh utusan itu?”
    Amru berkata, “Allah mengubah apa yang ada dalam hatiku dan aku berkata kepada diriku sendiri. Dia telah mengenal kebenaran itu, begitu juga bangsa Arab dan bangsa asing telah mengetahuinya, sementara kamu malah mengingkarinya!”
    Kemudian aku bertanya, “Apakah kamu telah mengucap syahadat akan hal ini, wahai raja?”
    Dia menjawab, “Ya, aku telah mengucap syahadah di hadapan Allah wahai Amru, ikutilah aku untuk mengikutinya. Demi Allah, sesungguhnya dia memang benar, dan pasti akan terlihat atas orang-orang yang mengingkarinya sebagaimana terlihat kebenaran Musa atas Fir’aun dan balatentaranya.”
    Aku berkata, “Apakah kamu mau membaiat aku atas Islam?”
    Raja menjawab, “Ya.”
    Amru bercerita, “Raja itu mengulurkan tangannya dan segera membaiatku atas Islam, kemudian dia meminta dibawakan bejana air dan mencuci darah itu dan memberiku baju karena memang bajuku telah penuh dengan darah.”
    Setelah itu Amru ibnul Ash pergi meninggalkan tanah Habasyah menuju ke Madinah al-Munawwarah untuk membaiat Rasulullah saw.. Di tengah perjalanan hijrahnya itu dia bertemu dengan Khalid bin Walid dan Utsman bin Thalhah yang keduanya juga sama-sama menuju ke Madinah untuk membaiat Rasulullah saw.. Mereka pun bertemu dalam perjalanan iman dan Islam.
Rasulullah saw. sangat gembira dengan masuknya mereka ke dalam agama Islam. Begitu juga kaum Muslimin yang berada di sekitar beliau turut gembira dengan keislaman mereka. Semoga Allah meridhai mereka semua.

Nabi Ibrahim dan Keridhaannya Ketika Dilemparkan Ke dalam Api

Kaum Nabi Ibrahim memutuskan untuk menyelamatkan tuhan-tuhan mereka. Oleh dari itu, mereka akan membakar Nabi Ibrahim hidup-hidup, karena telah berani menghancurkan patung-patung yang menjadi tuhan-tuhan mereka itu. Hal tersebut sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah dalam Al-Qur'an.
Mereka mulai mengumpulkan kayu bakar untuk membakar Nabi Ibrahim. Mengumpulkan kayu bakar tersebut berlangsung hingga beberapa lama. Semua orang ikut andil melakukannya, hingga ada seorang wanita yang jika sedang sakit, dia bernazar seandainya sembuh waktu itu juga, dia akan langsung ikut mengangkut kayu bakar yang dipersiapkan untuk membakar Nabi Ibrahim tersebut.   
Kemudian mereka membuat sebuah galian yang berukuran besar dan meletakkan kayu-kayu tersebut di dalamnya. Setelah itu, mereka membakarnya, hingga nampak nyala api yang berkobar-kobar dengan percikan-percikannya yang dahsyat. Sebuah pemandangan yang tidak pernah dijumpai sebelumnya.
Kemudian Nabi Ibrahim diletakkan di atas manjaniq ( sebuah alat pelempar batu dalam peperangan ) dalam keadaan terikat. Dalam kondisi yang demikian itu, Nabi Ibrahim bermunajat kepada Allah dengan berkata, "Ya Allah, tiada tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau. Bagi-Mu segala puji dan Kepunyaan-Mu lah seluruh kerajaan. Tiada sekutu bagi-Mu". Lalu pada saat Nabi Ibrahim dilemparkan ke dalam api dengan menggunakan manjaniq, dia berkata, "Cukuplah Allah menjadi penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik pelindung".
Ibn Abbas berkata, "Perkatan, cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung, diucapkan oleh Nabi Ibrahim tatkala dia dilemparkan ke dalam api. Dan perkataan yang sama, juga diucapkan oleh Nabi Muhammad saw. tatkala dikatakan kepada beliau –sebagaimana yang termaktub dalam Al-Qur'an—,

“Sesungguhnya orang-orang telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka." Maka perkataan itu malah menambah keimanan mereka (yaitu orang-orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya) dan mereka menjawab, "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik pelindung." Maka mereka kembali dengan ni'mat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa". (Ali Imran: 173-174).
Maka karena munajatnya memohon pertolongan dari Allah, Allah segera menurunkan pertolongan kepada hamba-Nya, Rasul-Nya dan juga kekasih-Nya, Ibrahim, yang selalu ridha dengan qadha dan qadar-Nya.  Hal itu sebagaimana yang dikisahkan dalam Al-Qur'an,

"Kami berfirman, "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim." (al-Anbiyaa`: 69).
Kemudian Nabi Ibrahim pun keluar dari kobaran api dalam keadaan selamat, tidak tersentuh sedikit pun oleh bara api. Segala puji hanya bagi Allah.