Isa bin Maryam A.s. dan Para Pengikutnya yang Setia

Nabi Isa A.s. menerangkan kepada para pengikutnya yang setia tentang tahapan-tahapan manusia dalam menyikapi qadha dan qadar Allah, "Wahai Para pengikutku yang setia. Sesungguhnya manusia diciptakan di dunia ini dalam empat tahapan. Di tiga tahapan yang pertama, manusia masih merasa yakin dan senantiasa berprasangka baik terhadap ketetapan Tuhannya. Adapun di tahapan yang keempat, dia sudah mulai berprasangka buruk terhadap ketetapan Tuhannya dan senantiasa merasa khawatir Tuhannya  akan meninggalkannya, sehingga hidupnya menjadi terlantar.
Di tahapan yang pertama, manusia diciptakan oleh Allah dalam perut ibunya melalui fase-fase tertentu. Dia diciptakan dalam tiga kegelapan; kegelapan perut, kegelapan rahim dan kegelapan placenta (ari-ari). Lalu Allah memberikan rizki padanya semenjak dia masih berada dalam perut ibunya. Kemudian ketika sudah keluar dari perut ibunya, yang berarti telah masuk pada tahapan yang kedua, dia diberi rizki oleh Allah berupa asi, yang mana dia bisa mendapatkannya tanpa harus melalui usaha. Malah diharuskan baginya untuk menerimanya, hingga tulang, daging dan darahnya dapat tumbuh dengan baik. Setelah itu, ketika dia sudah tidak lagi bergantung pada asi, dia memasuki tahapan yang ketiga. Pada tahapan ini, Allah memberikan rizki padanya lewat kedua orang tuanya. Dan apabila keduanya meninggal dunia tanpa meninggalkan apa-apa untuknya, maka Allah akan memberinya rizki lewat orang-orang yang berbelas kasihan kepadanya. Diantara mereka ada yang memberinya makan, minum dan ada pula yang menyediakan tempat tinggal.
Kemudian ketika manusia telah memasuki tahapan yang keempat, dia telah mampu menjadi dirinya sendiri. Hanya saja dia berprasangka buruk kepada Allah, khawatir Allah tidak akan menurunkan rizki kepadanya. Sehingga dia mulai berani berbuat lalim terhadap manusia yang lain, menghianati amanat mereka, mencuri barang-barang mereka, serta menguasai harta mereka secara zalim. Itu semua disebabkan karena perasaan buruk sangka terhadap Allah telah merasuki dirinya. Dia khawatir hidupnya akan menjadi sengsara, karena ditinggalkan oleh Allah.