TOBAT ABU MUHJIN DARI MINUM KHAMR

Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitabnya al-Ishabah bercerita tentang Abu Muhjin ats-Tsaqafi dari Ibnu Sirin. Dia berkata, “Sesungguhnya Abu Muhjin ats-Tsaqafi terus dihukum cambuk karena minum khamr. Ketika jumlah hukuman itu sudah banyak sekali, dia pun dipenjara dan diikat.
    Ketika terjadi Perang al-Qadisiah, ia melihat seakan-akan orang-orang musyrik telah mengalahkan kaum Muslimin. Kemudian diutuslah kepada Ibu Ibnu Sa’ad atau istri dari Sa’ad bin Abi Waqqash, sang panglima perang, bahwa Abu Muhjin berkata, “Sesungguhnya apabila kau lepaskan ia dan bawakan ia kuda ini serta kau serahkan kepadanya sepucuk senjata, niscaya ia akan menjadi orang yang pertama akan kembali kepadamu, kecuali apabila ia terbunuh.”
    Kemudian dilepaskanlah ikatannya dan dibawakan kuda yang ada di rumahnya dan diberikan kepadanya sepucuk senjata, kemudian ia keluar dan memacu kudanya hingga ia sampai ke kerumunan orang tersebut. Ketika kudanya mendekati seseorang, langsung ia membunuhnya dan memukul salibnya. Sa’ad pun melihatnya dan merasa kagum padanya dan ia berkata, “Siapakah gerangan pahlawan itu?”
    Ibnu Sirin berkata, “Tidak lama kemudian mereka kalah dengan izin Allah. Maka, kembalilah Ibnu Muhjin seraya mengembalikan senjatanya dan mengikat kembali kakinya seperti sedia kala.”
    Saad pun datang, lalu istrinya berkata kepadanya, “Bagaimana peperangan kalian tadi?”
    Lalu ia menceritakan kejadian tadi pada istrinya, “Kami berperang dan terus berperang, sampai akhirnya Allah mengutus seorang laki-laki dengan menunggang kuda belang. Andai aku tidak membiarkan Abu Muhjin terikat, niscaya aku katakan bahwa ia sangat mirip dengan Abu Muhjin.”
    Istrinya pun berkata, “Demi Allah, dia adalah benar-benar Abu Muhjin, dia tadi begini, dan begini.”
    Kemudian berceritalah istrinya tentang kejadian  itu.  Dipanggilnya Abu Muhjin lalu dilepaskan ikatannya, dan  ia berkata, “Kami akan terus menghukum kamu karena kamu telah minum khamr.”
    Abu Muhjin berkata, “Demi Allah, aku tidak akan minum khamr lagi. Tadi aku ingin meninggalkannya demi hukuman (jild) kalian.”
    Ibnu Sirin berkata, “Setelah itu ia tidak pernah minum khamr lagi.”
    Aku berkata, “Adapun sebab mengapa Sa’ad Bin Abi Waqqash tidak mengenalinya padahal ia turun ke medan perang karena Abu Mahjun saat itu bercadar dan menutup wajahnya agar tidak dikenali. Dan peperangan al-Qadisiah adalah salah satu peperangan yang sangat penting dalam sejarah Islam, karena dalam peperangan itu kaum Muslimin dapat mengalahkan kedaulatan Persia.”

AKU DISIBUKKAN CINTA SELAIN DIA

Ibnul Jauzi berkata, “Aku mendengar cerita dari sebagian para asyraf bahwa dia pernah melewati pemakaman. Di sana dia melihat seorang hamba sahaya perempuan yang cantik yang sedang mengenakan pakaian berwarna hitam. Dia pun memandangnya dan hatinya jatuh cinta padanya, dia segera menulis syair untuknya,
    Aku mengira bahwa matahari itu hanya satu
    Dan bulan purnama dipandang amatlah sangat indah
    Sampai akhirnya aku melihat kamu yang mengenakan pakaian berkabung
warna hitam
    Sementara pelipismu di atas pipi menyatu
    Aku sangat gembira dan hatiku sedang berbunga-bunga kerena asmara
    Jantung ini demikian adanya sementara air mata terus mengalir

    Jawablah suratku ini, aku ucapkan terima kasih dan gunakanlah kesempatan ini. Orang yang mencinta dan sedang dimabuk cinta telah datang. Lantas dia melempar lembaran bait syair yang ditulisnya itu ke arahnya. Wanita itu pun membacanya, lantas segera menulis jawabannya,
    Jika kamu termasuk orang yang terpandang, bersih, dan keturunan baik
    Sesungguhnya kemuliaan itu dengan tanpa embel-embel sudah terkenal
    Sesungguhnya laki-laki yang berzina adalah manusia yang tidak
mempunyai akhlak sama sekali
    Ketahuilah bahwa kamu nanti di hari Kiamat akan dihisab
    Putuskan harapanmu hanya kepada Allah dari seseorang
    Sesungguhnya hatiku jauh dari perbuatan-perbuatan keji

    Ketika dia membaca jawaban wanita itu, dia langsung mencela dirinya sendiri seraya berkata, “Bukankah wanita ini lebih berani dari kamu?”
    Pria tersebut kemudian tobat dan segera mengenakan pakaian dari bulu domba dan pergi ke Masjidil Haram. Ketika suatu hari dia sedang melaksanakan thawaf di Ka’bah, tiba-tiba dia melihat hamba sahaya itu sedang mengenakan pakaian dari bulu domba. Wanita itu berkata kepadanya, “Betapa pantasnya ini untuk seorang yang terpandang, apakah kamu sudah menikah?”
    Dia menjawab, “Dulu aku tergila-gila dalam hal ini sebelum aku mengenal Allah dan mencintai-Nya, namun sekarang aku sudah sibuk dengan cintaku kepada-Nya daripada cinta kepada selain Dia.”
    Wanita itu berkata, “Kamu telah melakukan yang terbaik.”
    Kemudian wanita itu meneruskan thawafnya sambil dia melantunkan bait syairnya,
   
Kami pun thawaf, dan dalam tahwaf itu nyata jelas suatu program
    Kami tidak lagi menghiraukan setiap mata yang memandang
dan telinga yang mendengar.51