Makanlah Wahai yang Belum Makan

Ibnu Khuzaimah menceritakan, “Setelah Ahmad bin Hanbal wafat, aku bermimpi bertemu dengannya. Aku bertanya kepadanya, ‘Apa yang Allah lakukan kepadamu?’
Dia menjawab, ‘Dia mengampuniku dan memasangkan mahkota di kepalaku serta memakaikan dua sandal dari emas kepadaku. Kemudian Dia berfirman, ‘Wahai Ahmad, ini semua adalah karena kamu mengatakan Al-Qur’an adalah firman-Ku.’’
Aku bertanya lagi, ‘Bagaimana dengan Bisyir al-Hafi?’
‘Sungguh hebat. Siapa yang bisa menandingi Bisyir? Aku tinggalkan  dia di sisi Yang Mahaagung sedang berada di depan hidangan. Allah datang kepadanya dan berfirman, ‘Makanlah wahai yang belum makan, minumlah wahai yang belum minum, dan bersenang-senanglah wahai yang belum pernah bersenang-senang.’”

Keridhaan Sa

Nama Abi Waqqash, ayah Sa’ad, adalah Malik. Sa’ad bin Abi Waqqash masuk Islam di Mekkah. Dia adalah penjaga terakhir Nabi saw. dalam perjalanan-perjalanan beliau. Rasulullah saw. pernah berdoa untuknya,

“Ya Allah, kabulkanlah doanya jika dia berdoa kepada-Mu”.
    Dia adalah orang Islam pertama yang melempar panah. Ayahnya adalah sepupu ibu Nabi saw.. Oleh karena itu, Nabi saw. bersabda kepadanya,

“Ini adalah pamanku. Maka tunjukkanlah paman kalian”. 
    Pada perang Uhud, dia berjuang membela Nabi saw. dan melemparkan panah-panahnya untuk melindungi beliau. Dan Nabi saw. bersabda kepadanya, “Panahlah wahai Sa’ad. Panahlah, ayah dan ibuku menjadi penebusmu”. Maka Sa’ad pun bangga dengan doa Nabi saw. ini, dan dia berkata, “Rasulullah saw. tidak pernah menggabungkan ayah dan ibunya kecuali untukku”.
    Di tangannya Allah menaklukkan Negeri Persia dalam peperangan Qadisiyah. Khalifah Umar ibnul Khaththab kemudian mengangkatnya menjadi gubernur Kufah, dan dia adalah sebaik-baik gubernur. Hanya saja, rakyatnya yang munafik mengeluhkannya kepada Umar dan salah seorang mereka menuduhnya dengan tuduhan-tuduhan yang tidak benar. Maka Sa’ad pun mendoakan keburukan atas orang tersebut, jika memang orang itu berbohong. Yaitu agar Allah memanjangkan usianya, membuatnya fakir, serta menjerumuskannya dalam fitnah. Dan Allah pun mengabulkan doanya, sehingga usia orang tersebut panjang, hingga alisnya menutupi kedua matanya. Dan dia juga menjadi peminta-minta, serta selalu menggoda para gadis dengan menyentuhnya. Dan jika seseorang menegurnya karena perbuatannya yang tidak sopan itu, dia menjawab, “Apa tidak bisa mengelak dari hal ini, karena saya terkena doa Sa’ad”.
    Di akhir-akhir kehidupannya, kedua mata Sa’ad bin Abi Waqqash menjadi buta. Ketika dia datang ke Mekkah, orang-orang berbondong-bondong mendatanginya dan memintanya untuk mendoakan mereka. Maka dia pun mendoakan mereka semua. Melihat hal itu Abdullah bin Saib, yang ketika itu masih kecil, berkata kepadanya, “Wahai paman, engkau berdoa untuk orang-orang, mengapa engkau tidak berdoa untuk dirimu sendiri agar Allah membuat matamu bisa melihat kembali”.
Maka Sa’ad pun tersenyum seraya berkata, “Wahai anakku, bagi saya, qadha Allah subhaanahu wata’ala lebih baik daripada mataku”.
Ucapan yang sangat dalam ini, tentulah berasal dari keimanannya kepada qadha dan qadar Allah, serta pengharapannya kepada pahala dan ampunan-Nya. Karena dalam sebuah hadits dijelaskan, bahwa barang siapa kedua hal yang disayanginya ( kedua matanya ) diambil oleh Allah, maka Allah akan menggantikannya dengan surga.