Kalau Kalian Setuju untuk Melepaskan Tawanannya

Hari terjadinya Perang Badar Kubra disebut juga dengan hari al-Furqan, yaitu hari ketika Allah swt. memisahkan antara yang hak dengan yang batil. Allah swt. memuliakan Islam beserta segenap pemeluknya dan Allah swt. menghinakan kemusyrikan berikut orang-orangnya. Itulah salah satu hari besar di antara hari-hari yang diagungkan Allah swt..

Sebagian kaum musyrikin menjadi tawanan di tangan kaum Muslimin. Di antara para tawanan tersebut adalah Abul ‘Ash bin Rabi’ suami Zainab r.a. putri Rasulullah saw.. Saat itu dia masih musyrik dan bersama kaum musyrikin lainnya dia ikut memerangi kaum Muslimin.

Ketika kaum Quraisy mengirim tebusan untuk membebaskan para tawanan, Zainab r.a. mengirim kalung yang terbuat dari manik-manik yang dulu dihadiahkan oleh ibunya Khadijah r.a. saat dia menikah. Hal itu dilakukan untuk membebaskan suaminya.
Ketika Rasulullah saw. melihat kalung tersebut, beliau merasa sangat tersentuh, lalu beliau berkata, “Kalau kalian setuju untuk melepaskan suaminya (suami Zainab r.a.) yang masih menjadi tawanan, lalu kalian kembalikan kalung miliknya tentu lebih baik.” 
Para sahabat berkata, “Baik, ya Rasulullah.” Akhirnya, para sahabat membebaskan Abul ‘Ash dan Nabi memintanya untuk membiarkan Zainab r.a.  hijrah ke Madinah.
Abul ‘Ash bin Rabi’ menepati janjinya. Dia membiarkan Zainab r.a. hijrah ke Madinah setelah dia mengutus Zaid bin Haritsah dan seorang lelaki dari Anshar untuk mendampingi Zainab. Dia berkata kepada dua orang tersebut, “Pergilah ke daerah Ya`juj (sebuah lembah di dekat Tan’im), tunggulah Zainab di sana, lalu dampingilah dia menuju Madinah.” 
Ketika Zainab sudah berniat untuk hijrah, iparnya, Kinanah bin Rabi’ menyerahkan kepadanya seekor unta. Zainab menunggangi unta tersebut dengan diantar oleh Kinanah. Zainab duduk di dalam sekedup yang diletakkan di atas punggung unta. Beberapa orang kaum musyrikin Quraisy pergi mengejar Zainab. Akhirnya, mereka berhasil menyusul Zainab di daerah Dzi Thuwa. Saat itu Zainab r.a. sedang hamil. Salah seorang di antara kaum musyrikin itu, Haba` bin Aswad sengaja menakut-nakuti Zainab dengan tombaknya yang mengakibatkan kandungan Zainab keguguran. Kinanah bin Rabi’ segera maju. Dia berkata, “Demi Allah, siapa pun di antara kalian yang berani mendekat akan kutusuk dengan tombak ini.” Akhirnya, mereka mundur. Lalu datanglah Abu Sufyan dan dia berkata, “Wahai Kinanah, letakkan dulu senjatamu dan mari kita bicara.”
Abu Sufyan berkata, “Tindakanmu ini tidak benar. Kau pergi membawa wanita ini di depan orang banyak secara terang-terangan, sementara kau tahu bagaimana musibah dan penderitaan yang kita terima, serta semua hal yang kita rasakan akibat ulah Muhammad. Seandainya kau membawa putri Muhammad secara terang-terangan dan di depan orang banyak, orang-orang akan mengira bahwa itu berarti semakin menambah kehinaan kita setelah kehinaan yang sebelumnya.  Hal itu juga akan menunjukkan kelemahan dan ketidakberdayaan kita. Sungguh, kami tidak memiliki kepentingan apa-apa dengan menahan wanita ini dari ayahnya, dan hal itu juga tidak akan dapat melampiaskan dendam kami. Akan tetapi pulanglah dengan wanita ini, sampai situasi mulai tenang dan orang-orang mengira bahwa kami sudah mengembalikannya. Di saat itu, keluarlah secara diam-diam dan biarkan dia menyusul ayahnya.”
Akhirnya, Kinanah kembali membawa Zainab ke Mekah.  Dia berada di Mekah selama beberapa hari. Setelah situasi tenang, Kinanah kembali mendampinginya keluar dan menyerahkannya kepada Zaid bin Haritsah yang mengembalikannya ke pangkuan ayahnya di Madinah. 

TOBAT DARI MELIHAT APA YANG ALLAH HARAMKAN

Abu Amru bin Ulwan bercerita, “Suatu hari aku pernah pergi dalam suatu keperluan dan aku melihat ada jenazah. Aku mengikutinya untuk ikut menshalatinya. Aku berdiri bersama kerumunan orang banyak sampai jenazah itu dikebumikan. Tiba-tiba mataku melihat seorang wanita yang sedang melintas dengan tanpa sengaja, lama mataku memandangnya. Setelah itu baru aku menyadari dan akupun beristigfar kepada Allah swt.. Lantas aku segera kembali ke rumahku, dan tiba-taiba ada seorang nenek tua yang berkata,  “Wahai tuanku, kenapa aku melihat mukamu hitam?”
    Aku segera mengambil cermin dan aku melihatnya dan ternyata… mukaku memang hitam. Aku segera mengintrospeksi diri untuk memikirkan dari mana datangnya musibah ini. Aku segera ingin mengetahui pandangan itu.
    Aku lalu menyendiri di satu tempat kosong beristigfar kepada Allah swt. dan memohon tobat serta ampun selama empat puluh hari. Lantas, terbetik dalam hatiku bahwa aku harus pergi ke guruku al-Junaid dan aku segera berangkat ke Baghdad, ketika aku datang kepadanya, dia berkata, “Masuklah wahai Abu Amru, kamu berbuat dosa di Ruhbah62 dan Allah mengampunimu di Baghdad.”

TOBAT IBRAHIM BIN ADHAM

    Ibnu Qudamah menyebutkan dalam kitabnya at-Tawwabin tentang Ibrahim bin Basyar pembantu Ibrahim bin Adham, “Wahai Abu Ishaq, bagaimana awal-awal kepribadianmu dahulu?”
    “Ayahku adalah seorang dari warga Balakh (Khurasan). Kami adalah keturunan raja Khurasan, dan kami senang memburu binatang. Pernah aku keluar dengan menaiki kudaku sementara anjingku ikut menyertaiku. Ketika itu terlihat ada kelinci atau serigala yang meronta-ronta, aku pun memacu kudaku lantas aku mendengar suara yang memanggil dari belakang, ‘Kamu diciptakan bukan untuk ini dan tidak diperintahkan untuk ini.’ Aku menoleh ke kanan dan ke kiri, namun aku tidak melihat satu orang pun. Aku berkata, ‘Allah melaknat iblis.’
    Kemudian aku memacu lagi kudaku, hingga aku pun mendengar suara yang lebih jelas dari itu tadi, ‘Wahai Ibrahim, kamu diciptakan bukan untuk itu dan bukan dengan itu pula kamu diperintahkan!!’ Aku berhenti melihat ke kanan dan ke kiri, dan aku tidak melihat siapa-siapa.
    Aku berkata, ‘Allah melaknat iblis.’
    Aku memacu kembali kudaku, dan aku mendengar suara dari dalam pelana kudaku, ‘Wahai Ibrahim, bukan untuk ini kamu diciptakan dan bukan dengan ini kamu diperintahkan.’
    Aku segera berhenti dan berkata, ‘Aku sadar, telah datang kepadaku peringatan dari Tuhan semesta alam, dan demi Allah aku tidak lagi melakukan maksiat kepada Allah sejak hari ini selama Tuhanku selalu menjagaku.’
    Aku segera kembali pulang ke keluargaku dan mendatangi salah seorang penggembala ternak ayahku. Aku meminta kepadanya sebuah baju jubah dan karung. Kemudian aku masukkan pakaianku ke dalamnya dan aku segera berangkat pergi ke Irak, sebuah negeri yang akan mengangkatku dan negeri yang akan menghinakanku. Sesampainya di Irak, aku bekerja beberapa hari dengannya. Aku tidak dianggap di sana dan aku bertanya kepada sebagian ulama, mereka berkata kepadaku, ‘Jika kamu mau mencari yang halal, hendaklah kamu pergi ke negeri Syam.’ Aku segera menuju ke Syam dan berjalan ke sebuah kota yang di sebut Manshurah, tepatnya di Mashishah dan aku bekerja beberapa hari di sana.”
    Dan begitulah Ibrahim bin Adham rahimahullah berpindah-pindah dari satu kehidupan ke kehidupan yang lain dan dari satu negeri ke negeri yang lain untuk bertobat dan kembali ke jalan Allah.
    Amir Ibrahim bin Adham akhirnya menjadi orang yang kaya raya, mempunyai kedudukan dan kekuasaan. Ibrahim bin Adham seorang ‘abid dan zahid, serta seorang ulama besar, yang lidahnya selalu penuh dengan zikir kepada Allah dan penuh hikmah. Dia terus dikenang dalam buku-buku para ahli zikir dan al-‘Arifuna billah, serta termasuk para wali Allah yang saleh.