Hakim bin Hizam dan Keridhaannya Kepada Ketetapan Allah

Hakim bin Hizam baru masuk Islam ketika peristiwa Fathu Makkah. Ketika itu dia termasuk orang-orang mu`allaf. Dia ikut ambil bagian dalam perang Hunain, sehingga mendapatkan bagian dari harta rampasan perang yang dibagikan oleh Rasulullah saw.. Sebagaimana dia, orang-orang yang mu`allaf, seperti Abu Sufyan, Suhail bin Amr dan yang lainnya, juga mendapatkan bagian dari harta rampasan tersebut. Kemudian Hakim meminta kepada Rasulullah saw. agar bagiannya ditambah lagi. Maka beliau menambah bagiannya, lalu berkata padanya, "Wahai Hakim, sesungguhnya harta ini adalah suatu yang indah dan menyenangkan. Maka barang siapa yang mengambilnya dengan tidak bernafsu untuk memiliknya, maka dia akan mendapatkan berkahnya, dan barang siapa yang mengambilnya dengan keinginan memilkinya maka dia akan kehilangan berkahnya. Dan yang demikian itu seperti orang yang makan, akan tetapi tidak pernah merasakan kenyang. Dan ketahuilah bahwa tangan yang di atas itu lebih baik daripada yang di bawah". Kemudian Hakim berkata, "Wahai Rasulullah, demi Zat yang mengutusmu dengan kebenaran, saya tidak akan meminta-minta lagi pada orang setelah ini, hingga ajal menjemput saya”.
Hakim memenuhi sumpahnya tersebut. Di masa kekhilafahan Abu Bakar ash-Shidq, dia pernah diundang oleh khalifah untuk menerima pemberian darinya, akan tetapi dia enggan menerima pemberian tersebut. Hal yang sama juga dilakukan oleh Hakim di masa kekhalifahan Umar bin Khathab, hingga Umar terpaksa harus meminta persaksian orang-orang tatkala Hakim menolak untuk menerima bagiannya dari harta rampasan perang. Umar berkata, "Wahai orang-orang muslim, saya ingin mempersaksikan pada kalian semua perihal Hakim. Sesungguhnya saya telah mengajukan padanya haknya dari harta rampasan perang ini, akan tetapi dia sendiri yang menolaknya dan tidak mau mengambilnya".
Demikianlah keridhaan Hakim, dengan ikhlas dia menjalankan apa yang dinasihatkan oleh Rasulullah saw. padanya. Dia tidak pernah meminta-minta pada seorang pun setelah Rasulullah saw. meninggal dunia, sampai haknya dari harta rampasan perang pun tidak diambilnya. Yang demikian itu dia dijalani, sampai akhirnya dia menghadap Sang Pencipta dalam keadaan ridha dan diridhai.