Turutkanlah Dirimu Sesuai dengan Qadar yang telah Ditentukan

Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliyaa` dan Ibnul Jauzi dalam Shifatush Shafwah menyebutkan dari Bisyr bin Basyar al-Mujasyi’i, dia berkata, “Saya bertemu dengan tiga ahli ibadah di Baitul Maqdis. Lalu saya berkata kepada salah satu dari mereka, “Berwasiatlah kepadaku”.
Dia berkata, “Turutkanlah dirimu kepada qadar yang telah ditentukan Allah, karena hal itu lebih mampu menenangkan hatimu dan mengurangi kegelisahanmu. Jangan sampai engkau tidak menyukainya, karena engkau akan mendapat murka Allah tanpa kau sadari”.
Lalu saya katakan kepada orang yang kedua, “Berilah wasiat kepadaku”.
Dia berkata, “Saya bukanlah orang yang layak memberi wasiat”.
Maka saya katakan kepadanya, “Saya harus mendapatkan wasiat darimu. Semoga Allah memberiku manfaat dari wasiatmu itu”.
Dia berkata, “Jika engkau tetap menginginkan wasiat, maka jagalah pesanku, “Carilah keridhaan Allah dengan meninggalkan larangan-larangan-Nya, karena hal itu lebih dapat mendekatkanmu kepada-Nya”.
Lalu saya katakan kepada orang yang ketiga, “Berilah wasiat kepadaku”.
Maka dia pun menangis tersedu-sedu, kemudian berkata, “Wahai saudaraku, janganlah engkau cari ketetapan selain ketetapan Allah dalam setiap urusanmu. Karena engkau akan celaka bersama orang-orang yang celaka dan tersesat bersama orang-orang yang tersesat”.

Sabar Ketika Musibah

Ibnu Abdi Rabbih menceritakan, “Ada seorang wanita Arab badui berdiri di dekat kuburan ayahnya dan berkata, ‘Wahai ayah, sesungguhnya dalam kasih Allah terdapat ganti dari rasa kehilangan atas dirimu, dan dalam pribadi Rasulullah saw. terdapat contoh terbaik dari musibah yang menimpa dirimu. Ya Allah, hamba-Mu mengadu kepada-Mu, dia yang tidak memiliki bekal dalam hidup, tidur beralaskan tanah, tetapi tidak butuh pada bantuan dan kesenangan dari manusia. Dia hanya butuh rahmat dan kasih-Mu wahai Yang Maha Pemurah. Wahai Tuhan, Engkaulah tempat mengadu terbaik bagi orang-orang beriman, tempat orang-orang kekurangan merasa cukup, dan tempat orang-orang berdosa mengharap belas kasih. Ya Allah, jadikanlah jamuan hamba dari-Mu ini adalah rahmat-Mu dan tempat kembalinya kepada surga-Mu.”
Kemudian wanita itu pergi. 
Wanita tersebut telah memberikan perumpamaan dan contoh terbaik untuk wanita muslimah ketika ditimpa musibah dengan kehilangan orang yang paling dicintainya.  dia tetap bersabar dan mendoakan orang yang dicintainya agar diberi kemaafan dan ampunan, bukannya dengan merobek-robek pakaian atau menampar-nampar muka sebagaimana yang banyak dilakukan oleh kebanyakan wanita saat ini.

Keridhaan Orang-orang Anshar kepada Allah dan Rasul-Nya

Dalam Kitab Shahihnya, Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas r.a., dia berkata, “Ketika peperangan Hunain, orang-orang Hawazin, Ghathfan dan yang lainnya datang membawa hewan-hewan ternak dan budak-budak wanita mereka. Sedangkan Rasulullah saw. membawa sepuluh ribu orang dan orang-orang yang baru masuk Islam ketika Fathu Makkah. Akan tetapi mereka kemudian lari mundur, sehingga Rasulullah saw. sendirian. Maka beliau pun berseru dua kali dengan menoleh ke kanan, “Wahai orang-orang Anshar”.
Orang-orang Anshar menjawab, “Kami memenuhi panggilanmu wahai Rasulullah saw.. Kami bersamamu”.
Ketika itu Rasulullah saw. sedang menunggang Baghl putih beliau. Lalu beliau turun dan berkata, “Saya hamba dan utusan Allah”.
Kemudian orang-orang musyrik pun kalah dan orang-orang mukmin mendapatkan banyak rampasan perang. Lalu Rasulullah saw. membagi-bagikannya kepada orang-orang Muhajirin dan orang-orang yang baru masuk Islam pada Fathu Makkah, dan beliau tidak memberikan apa-apa kepada orang-orang Anshar.
Maka orang-orang Anshar pun menggerutu dan berkata, “Ketika kondisi sulit kami dipanggil, sedangkan harta rampasan perangnya diberikan kepada selain kami”.
Ketika di Quba, Rasulullah saw. mendengar keluhan orang-orang Anshar tersebut. Maka beliau pun mengumpulkan mereka dan bersabda,

“Wahai orang-orang Anshar, apa yang telah saya dengar dari kalian?”
Orang-orang Anshar pun diam.
Maka Rasulullah saw. bersabda, “Wahai orang-orang Anshar, apakah kalian tidak ridha jika orang-orang pergi membawa dunia sedangkan kalian pergi bersama rasul Allah dan membawanya ke rumah kalian?”
Orang-orang Anshar menjawab, “Kami ridha”.
Lalu Rasulullah saw. bersabda,

“Seandainya orang-orang menempuh suatu lembah dan orang-orang Anshar menempuh suatu jalan, pasti saya akan menempuh jalan yang dilalui orang-orang Anshar”.
Saya ( penulis ) katakan, “Peperangan Hunain terjadi setelah Fathu Makkah. Ketika itu kabilah-kabilah dari Hawazin dan Tsaqif memerangi Rasulullah saw. setelah Allah memberi beliau karunia berupa Fathu Makkah al-Mukarramah. Ketika itu Rasulullah saw. bersama pasukan yang menyertai beliau dalam Fathu Makkah yang jumlahnya sepuluh ribu orang, ditambah dua ribu penduduk Mekkah yang baru masuk Islam ketika Fathu Makkah dan Rasulullah saw. berkata kepada mereka, “Pergilah kalian, karena kalian bebas”.
Karena jumlah yang lebih banyak dan peralatan yang lebih unggul dari pada para musuh, orang-orang muslim pun terlena dan merasa yakin, hingga sebagian mereka ada yang berkata, “Hari ini kita tidak akan kalah karena jumlah yang sedikit”.
    Akan tetapi Allah ingin mengajarkan kepada mereka bahwa mereka tidak menang karena jumlah, akan tetapi karena pertolongan dari Allah. Maka di awal peperangan mereka kalah dan mereka pun mundur, hingga bumi yang luas terasa sempit bagi mereka. Kemudian hanya seratus orang yang bersabar bersama Rasulullah saw. menghadapi para musuh, dan malaikat pun turun ikut berperang bersama beliau. Lalu orang-orang musyrik pun kalah. Lalu Rasulullah saw. memanggil orang-orang muslim, baik orang-orang Anshar dan yang lainnya. Lalu mereka datang kembali  memerangi orang-orang musyrik, menawan mereka dan mengambil harta rampasan dari mereka.
Allah ta’ala berfirman,

“Sesungguhnya Allah telah menolong kamu ( hai para mu`minin ) di medan peperangan yang banyak, dan ( ingatlah ) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dengan bercerai berai. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir, dan demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir”. ( at-Taubah: 25, 26 ). 
Dan orang-orang Anshar pun ridha untuk kembali ke Madinah bersama Rasulullah saw, sedangkan orang-orang muslim yang lain mengambil harta rampasan perang mereka.

Tidak Ada Orang Celaka yang Sama Namanya dengan Namamu

Suatu kali, seorang pemuda gagah dari Bani ‘Abbas datang menghadap Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik. Khalifah tertarik melihat penampilan pemuda itu. Dia bertanya, “Siapa namamu?”
Pemuda itu menjawab, “Sulaiman.”
“Putra siapa?” tanya khalifah lagi.
“Putra (bin) Abdul Malik.”
Mendengar itu Khalifah langsung memalingkan wajahnya dan segera dia perintahkan pembantunya untuk memberi pemuda itu sedikit hadiah. Pemuda itu menyadari bahwa Khalifah tidak suka namanya sama dengan nama khalifah, begitu pula nama ayahnya.
Pemuda itu berkata, “Wahai Amirul Mukminin, semoga namamu tetap abadi dan tidak ada orang celaka yang namanya sama dengan namamu. Maka, ridhalah. Sesungguhnya aku adalah ibarat pedang di tanganmu. Jika engkau ingin pukulkan, maka aku akan turut. Jika engkau perintah, aku akan patuh dan aku ibarat panah dalam busurnya, aku akan melesat cepat bila kamu lepaskan, dan aku akan lakukan apa pun yang kamu minta.”
Khalifah Sulaiman bertanya kepadanya, “Apa katamu, wahai anak muda seandainya kamu bertemu dengan musuh?”
Pemuda itu menjawab, “Aku akan mengucapkan, Hasbiyallahu wa ni’mal wakil (Cukuplah Allah pelindungku dan Dialah sebaik-baik pelindung).”
Khalifah bertanya, “Apakah kamu cukup mengucapkan itu saja, seandainya kamu berjumpa dengan musuh tanpa perlu memukulnya?”
Pemuda itu menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya engkau bertanya kepadaku apa yang aku katakan, maka itulah yang aku jawab. Seandainya engkau bertanya apa yang engkau lakukan, tentu akan aku katakan bahwa bila itu terjadi aku akan memukulnya sampai roboh dan aku akan lempar dia dengan tombak sampai tumbang.”
Khalifah Sulaiman kagum mendengar jawaban itu dan akhirnya dia tambah hadiah untuk pemuda tersebut.