TOBAT SEORANG PEMUDA DI MAJELIS ZIKIR

    Raja bin Maisur al-Mujasyi’i bercerita, “Pada saat kami sedang berada dalam sebuah majelis Shalih al-Muri—salah seorang ahli ibadah dan ulama di Bashrah—dia membaca ayat Al-Qur’an, ‘Dan berilah mereka peringatan akan hari yang semakin dekat (hari Kiamat, yaitu) ketika hati (menyesak) sampai di kerongkongan karena menahan kesedihan. Tidak ada seorang pun teman setia bagi orang yang zalim dan tidak ada baginya seorang penolong yang diterima (pertolongannya).’” (al-Mu`min: 18)
    Dia menjelaskan ayat itu seraya berkata, “Bagaimana seorang yang zalim mempunyai teman dan penolong sementara yang menuntutnya adalah Tuhan semesta alam? Sesungguhnya demi Allah, jika kamu melihat dan menyaksikan bagaimana orang-orang yang zalim dan orang-orang sering melakukan maksiat digiring dalam keadaan terikat rantai dan terbelenggu menuju ke neraka. Mereka dalam keadaan telanjang dan tidak berpakaian, muka mereka hitam pekat, mata mereka biru melotot, tubuh mereka meleleh, mereka berteriak,  ‘Betapa celakanya kami, betapa terkutuknya kami, apa yang telah diturunkan kepada kami? Apa yang telah ditimpakan kepada kami? Apa yang diinginkan dari kami?’”
    Sementara malaikat menggiring mereka dengan cambuk dari besi dan api. Sesekali mereka didorong dengan menyungkurkan muka mereka lantas mereka ditarik di atas muka-muka mereka itu. Mereka digiring ke dalam neraka dalam keadan terikat dengan menangis darah yang mengalir setelah air mata terputus dan habis dan dengan teriakan burung gagak yang bingung. Sesungguhnya demi Allah, jika kamu melihat dan menyaksikan pemandangan itu, mata kamu tidak akan mampu melihatnya dan hatimu tidak akan tega menyaksikannya.
    Kemudian syekh itu lalu menangis dengan suara yang keras seraya berkata, “Betapa jeleknya pemandangan itu, betapa jeleknya tempat kembali itu. Orang-orang pun turut menangis. Tiba-tiba ada seorang anak muda yang berdiri dari tengah orang banyak seraya berkata,  ‘Apakah semua ini dalam hari Kiamat wahai manusia?’”
    Dia menjawab, “Ya, demi Allah wahai anak muda. Bahkan, akan lebih dari itu, aku pernah mendengar bahwa mereka terus berteriak di dalam neraka sampai suara mereka terputus.”
    Anak muda itu pun berteriak, “Sesungguhnya kita ini adalah milik Allah dan betapa aku telah melupakan-Nya dari diriku selama hidup ini. Betapa kasihannya aku yang telah menyia-nyiakan untuk taat kepada-Mu wahai Tuhan Yang Esa. Betapa kasihannya karena aku telah membuang-buang umurku hanya untuk urusan dunia.”
    Anak muda itu lalu menangis dan langsung menghadap Ka’bah seraya berdoa, “Ya Allah ya Tuhanku, sesungguhnya aku menghadap Engkau saat ini untuk bertobat yang murni yang tidak berbau riya bagi selain Engkau. Wahai Tuhanku, ampunilah aku atas segala apa yang telah aku perbuat. Maafkanlah apa yang telah terdahulu aku lakukan, angkatlah aku dari ketergelinciran dan kasihanilah aku dan orang-orang yang hadir bersamaku. Berikan kemuliaan atas kami dengan kedermawanan dan kemurahan Engkau wahai Tuhan Yang Maha Pengasih.”
    Kemudian anak muda itu tidak sadarkan diri dan dia terjatuh pingsan. Orang-orang yang ada di situ mengangkatnya dalam keadaan terkapar. Dia bertahan hidup sampai beberapa hari. Setelah itu dia meninggal dunia.
    Syekh Shalih selalu menyebutnya dengan berkata, “Demi ayahku, dia dibunuh Al-Qur’an, demi ayahku dia dibunuh nasihat dan mau’izhah serta kesedihan itu.”
    Dia berkata, “Ada seseorang yang memimpikannya seraya bertanya kepada anak muda itu,  ‘Apa yang kamu lakukan?’”
    Dia menjawab, “Majelis Shalih telah memberiku berkah yang berlimpah dan aku pun masuk dalam kelapangan rahmat Allah yang tiada batas.”

0 comments:

Post a Comment