Pertemuan dengan Allah dan Menginginkan Kematian

Abu Nu’aim, dalam kitabnya Hilyatul Auliya` menyebutkan bahwa Salamah al-Quwaithi –rahumahullah— berkata, “Saya merindukan kematian selama empat puluh tahun, sejak saya berpisah dengan al-Hasan bin Yahya”.
Maka Ishaq bin Abi Hassan bertanya kepadanya, “Mengapa begitu?”
Dia menjawab, “Seandainya seseorang yang berakal rindu untuk bertemu dengan Allah ‘azza wajalla tentunya dia rindu dengan kematian”.
Ishaq berkata, “Kemudian saya memberitahukan hal itu kepada Abu Sulaiman. Maka Abu Sulaiman berkata, “Bagaimana kamu ini. Seandainya saya tahu bahwa apa yang dikatakannya itu benar, tentu saya ingin nyawaku keluar dari tubuhku saat ini juga. Akan tetapi bagaimana dengan terhentinya ketaatan dan dikurungnya kita di alam Barzakh. Karena sesungguhnya manusia bertemu dengan Allah setelah dibangkitkan kembali”.
Saya ( penulis ) katakan, “Masing-masing dari kedua orang di atas mempunyai pemahaman tersendiri tentang pertemuan dengan Allah.
Menurut Abu Sulaiman pertemuan dengan Allah di dunia adalah dengan zikir kepada-Nya, sedangkan pertemuan Allah di akhirat adalah setelah dibangkitkan dari kubur. Wallahu a’lam.

Sifat Sahabat-sahabat Nabi Muhammad saw.

Ibnu Qudamah al-Maqdisi dengan sanadnya dari Abu Arakah mengatakan, “Aku pernah shalat subuh bersama Ali bin Abi Thalib. Setelah salam, dia menepi ke sebelah kanannya dan tetap diam terpaku, seakan-akan dia tengah dirundung kesedihan. Dia duduk sampai matahari naik setinggi tombak. Kemudian dia balikkan tangannya dan dia berkata, ‘Demi Allah, aku telah melihat sahabat-sahabat nabi Muhammad saw. dan hari ini aku tak pernah lagi melihat yang serupa dengan mereka. Pada pagi hari mereka keluar berambut kusut, berwajah pucat dan berdebu. Malam harinya mereka lalui dengan sujud dan qiyamullail serta membaca kitabullah. Apabila sudah pagi mereka selalu mengingat Allah dan mereka kembali berzikir bagaikan rindang pohon di musim bercocok tanam. Mata mereka selalu menangis hingga membasahi pakaian mereka. Demi Allah, seolah-olah mereka seperti orang yang lalai.”

Kemudian Ali bangkit dan setelah itu dia tidak pernah lagi terlihat tertawa dan lemah semangat, sampai akhirnya dia dibunuh oleh seorang fasik, yaitu Ibnu Muljam.