Kisah Abu Jandal bin Suhail Ketika Perjanjian Hudaibiyah

Pada tahun keenam Hijriyah, Rasulullah saw. dan para sahabatnya berangkat menuju Mekah untuk menunaikan ibadah umrah. Akan tetapi kaum Quraisy melarang mereka masuk kota Mekah, hingga mereka tertahan di Hudaibiyah. Kemudian orang-orang Quraisy mengutus seseorang ke Hudaibiyah untuk membuat kesepakatan dengan Rasulullah saw.. Pada akhirnya terbentuklah sebuah kesepakatan yang yang sering disebut dengan perjanjian damai Hudaibiah, yaitu perjanjian antara kaum Quraisy yang diwakili oleh Suhail bin Amr dan Rasulullah saw..
    Diantara isi kesepakatan itu adalah, orang-orang muslim pada tahun itu tidak diperbolehkan masuk Mekah untuk melaksanakan umrah dan diharuskan pulang ke Medinah. Untuk kemudian diperbolehkan pada tahun berikutnya.   
    Salah satu isi kesepakatan itu juga, jika ada orang Quraisy masuk Islam dan datang kepada Rasulullah saw. pada masa-masa itu, maka dia harus dikembalikan kepada mereka apabila diminta. Jika ada orang muslim yang murtad dan datang kepada kaum Quraisy, maka dia akan tetap bersama mereka dan tidak dikembalikan kepada kaum muslimin.
    Ketika kesepakatan damai tersebut sedang ditulis dengan disaksikan oleh Rasulullah saw. dan Suhail bin Amru dari pihak Quraisy, datanglah Abu Jandal putra Suhail. Dia datang melarikan diri dari Mekah setelah berhasil lepas dari belenggu rantai yang mengikatnya. Di Mekah dia penjarakan oleh ayahnya setelah masuk Islam, agar tidak bergabung dengan kaum muslimin di Madinah. Maka tatkala Suhail melihat bahwa yang datang adalah Abu Jandal anaknya, dia langsung berdiri menghampirinya lalu menamparnya dan memegangnya. Kemudian berkata kepada Rasulullah saw., "Diantara kita telah terbentuk kesepakatan sebelum dia datang". Rasulullah saw. mengiyakan hal itu dengan berkata, "Kamu benar". Kemudian setelah itu Suhail bin Amru menyeret anaknya  dan memaksanya untuk kembali kepada kaum Quraisy. Hal itu membuat Abu Jandal berteriak keras untuk meminta belas kasihan orang-orang muslim, "Wahai kaum muslimin apakah kalian rela saya dipaksa untuk kembali ke tempat orang-orang musyrik itu, agar mereka dapat meruntuhkan keislaman saya?"
Pada awal mulanya kaum muslimin merasa kecewa dengan isi kesepakan damai tersebut. Karena dengan adanya kesepakan itu mereka terpaksa harus pulang ke Madinah, tanpa dapat melaksanakan umrah terlebih dahulu. Ditambah lagi dengan apa yang menimpa Abu Jandal. Hal itu membuat mereka bertambah sedih. Akan tetapi munculnya perasaan kecewa dan sedih pada diri mereka itu, lebih disebakan karena mereka belum tahu apa sebenarnya rencana Allah dibalik terbentuknya kesepakatan damai tersebut.
    Maka untuk menabahkan hati Abu Jandal, Rasulullah saw. berkata padanya, "Wahai Abu Jandal, ikhlas dan bersabarlah, sesungguhnya Allah akan membukakan jalan keluar bagimu dan bagi mereka yang bersamamu dari golongan orang-orang yang teraniaya. Sebenarnya kami telah membuat kesepakatan damai dengan mereka, maka kami akan memenuhi kesepakatan tersebut sebagaimana juga mereka akan memenuhinya. Dan kami tidak akan melanggar apa yang telah kami sepakati dengan mereka".
    Adapun Umar bin Khathab, dia langsung melompat ke arah Abu Jandal dan berjalan di sisinya, sambil berkata padanya, "Bersabarlah wahai Abu Jandal, mereka hanyalah orang-orang musyrik. Darah mereka tidak lebih mulia dari darah seekor anjing". Umar berkata, “Saya berharap dengan mengatakan itu Abu Jandal akan mengambil pedang dan menebaskannya ke arah ayahnya sehingga selesailah masalah itu. Akan tetapi perkiraan saya tersebut meleset. Abu Jandal tidak tega membunuh ayahnya sendiri”.
    Abu Jandal dengan ridha menerima qada dan qadar Allah. Dia pulang ke Mekah bersama ayahnya. Akan tetapi tidak berselang lama dia kembali berhasil melarikan diri dari Mekah. Kali ini dia pergi menuju daerah di tepian laut dan tinggal di sana. Dia mencegat orang-orang Quraisy yang melewatinya dan merampas barang mereka. Kemudian beberapa orang lemah dari kaum muslimin mulai datang kepadanya dan bergabung dengannya. Demikianlah hidup yang dijalani oleh Abu Jandal, hingga orang-orang Quraisy datang kepada Rasulullah saw. minta agar kesepakatan damai Hudaibiah dihapuskan. Maka ketika kesepakatan tersebut telah dihapuskan, Abu Jandal dan orang-orang yang selama ini bersamanya pergi berhijrah ke Madinah untuk berkumpul bersama Rasulullah saw.

Amr bin Ash R.a. ketika akan Meninggal Dunia

Ibnu Sa’ad dalam Thabaqaatnya meriwayatkan bahwa Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Saya mendengar bahwa ketika akan meninggal dunia Amr bin Ash r.a. memanggil para penjaganya. Lalu dia berkata kepada mereka, “Jagalah saya dari kematian”.
Para penjaganya pun kebingungan dan berkata, “Kami tidak menyangka engkau akan berkata demikian”.
Amr bin Ash pun menyahut, “Saya sudah mengatakannya dan saya tahu apa yang saya katakan. Sungguh tidak ada seorang pun  yang menjagaku dari kematian, lebih saya sukai dari pada ini dan itu. Celakalah Ibnu Abu Thalib ketika berkata, “Seseorang akan menjaga dirinya dari kematian”.
Kemudian Amr bin Ash berkata, “Ya Allah, tidak ada orang yang terbebas dari dosa, maka saya minta ampun pada-Mu. Juga tidak ada orang yang mulia, maka saya meminta pertolongan-Mu. Jika saya tidak mendapatkan rahmat dari-Mu maka saya termasuk orang-orang yang celaka”.