Pengorbanan Nabi Ibrahim dan Keridhaannya Terhadap Qadha dan Qadar Allah

Allah berfirman,

"Dan Ibrahim berkata, "Sesungguhnya saya pergi menghadap kepada Tuhan saya, dan Dia akan memberi petunjuk kepada saya. Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepada saya (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh." Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, "Hai anakku sesungguhnya saya melihat dalam mimpi bahwa saya menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu." Dia menjawab, "Hai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapati saya termasuk orang-orang yang sabar". (ash-Shaffaat: 99-102)
Ketika Nabi Ibrahim pergi meninggalkan negerinya dan memohon kepada Allah agar diberi anak yang saleh, Allah mengaruniakan seorang anak yang diberi nama Isma'il dari rahim seorang wanita Mesir yang bernama Hajar. Waktu itu usia Nabi Ibrahim sudah mnecapai delapan puluh tahun.
Kemudian ketika Nabi Isma'il tumbuh besar dan mampu bekerja membantu ayahnya, Nabi Ibrahim melihat dalam sebuah mimpinya bahwa Allah menyuruhnya untuk menyembelihnya. Dan mimpi para nabi adalah wahyu yang benar yang datang dari Allah, sebagaimana termaktub dalam sebuah hadits yang shahih. Perintah menyembelih tersebut merupakan ujian dari Allah untuk Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim pun ridha dengan apa yang telah menjadi qadha dan qadar Allah itu. Lalu dia menemui anaknya, Nabi Isma'il, untuk dimintai keridhaannya, sebelum melaksanakan perintah Allah itu. Dia menceritakan kepada anaknya bahwa dia bermimpi diperintah oleh Allah untuk menyembelihnya. Hal itu dia lakukan agar hatinya lebih tenang, juga agar terasa lebih ringan dalam melaksakan perintah Allah tersebut, daripada jika membawa anaknya itu dengan paksa dan langsung  menyembelihnya tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Nabi Ibrahim menjelaskan mimpinya pada anaknya dengan berkata, "Wahai anakku, sesungguhnya saya melihat dalam mimpi bahwa saya menyembelihmu, bagaimana  pendapatmu tentang hal itu?" Nabi Isma'il pun langsung menyatakan keridhaannya dengan berkata, " Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapati saya termasuk orang-orang yang sabar".
Demikianlah gambaran keridhaan seorang ayah dan seorang anak terhadap ketentuan dan perintah Allah. Keridhaan yang didasari atas ketenangan hati dan keimanan yang tinggi. Allah menceritakan itu semua dalam bentuk kisah yang indah yang termaktub dalam Al-Qur'an.
Allah membukakan jalan keluar bagi Nabi Ibrahim dan anaknya, Nabi Isma'il, karena keridhaan mereka terhadap qadha-Nya. Allah mengganti Nabi Isma'il dengan seekor sembelihan yang besar dari surga. Kemudian hal itu, yaitu menyembelih kurban, menjadi salah satu sunnah yang dilaksanakan kaum muslimin hingga hari kiamat. Segala puji bagi Allah.

18. Semoga Allah Mengayakan Hatimu dan Membuatmu Benci kepada Dunia

Abul Qasim Sulaiman bin Muhammad adh-Dharrab berkata, “Beberapa temanku bercerita bahwa suatu hari seorang wanita lewat di depan Sari as-Saqthi. Wanita itu membawa sebuah bejana yang berisi sesuatu. Tiba-tiba, bejana itu jatuh dari tangannya dan langsung pecah. Sari segera pergi ke kedainya dan mengambil sesuatu, lalu menyerahkannya kepada wanita tersebut sebagai ganti dari bejana itu.
Peristiwa itu dilihat oleh Ma’ruf al-Karkhi dan dia begitu kagum dengan apa yang dilakukan oleh Sari. Ma’ruf berkata, “Semoga Allah membuatmu benci pada dunia.” Ma’ruf terus mendoakan Sari dan dia berkata lagi, “Semoga Allah mengayakan hatimu.” Akhirnya, hati Sari menjadi suka pada kehidupan zuhud saat itu juga. Berkat doa itu, Sari as-Saqthi menjadi salah seorang ahli zuhud, ahli ibadah, dan ulama di masanya.