Keridhaan Abu Ubaidah terhadap Qadha dan Qadar Allah

Abu Ubaidah ibnul Jarrah, yang nama aslinya Amir bin Abdillah ibnil Jarrah al-Qurasyi, memeluk agama Islam di masa awal-awal Islam di Mekkah. Dia termasuk orang pertama yang masuk Islam. Rasulullah saw. menyebutnya sebagai Amiin ( orang yang terpercaya ) bagi umat ini. Rasulullah saw. bersabda,

“Setiap umat mempunyai seorang amiin, dan amiin bagi umat ini adalah Abu Ubaidah ibnul Jarrah”.
    Dia adalah salah satu dari sepuluh sahabat yang oleh Rasulullah saw. dijanjikan masuk surga.
    Suatu ketika, Amirul Mukminin Umar Ibnul Khaththab mengirimkan empat ribu dirham atau empat ratus dinar kepadanya. Dan Umar berkata kepada utusan yang membawa uang tersebut, “Perhatikan apa yang diperbuat Abu Ubaidah terhadap harta ini”.
Ketika kembali, utusan Umar tersebut berkata kepada Umar, “Abu Ubaidah membagi-bagikannya”.
Umar juga mengirimkan uang yang jumlahnya sama kepada Mu’adz bin Jabal. Ketika kembali, utusan Umar berkata kepadanya, “Mu’adz bin Jabal membagi-bagikannya dan menyisakan sedikit untuk kebutuhan rumahnya. Karena istrinya berkata bahwa mereka membutuhkannya”.
Setelah kedua utusan tersebut memberitahukan hal itu kepadanya, Umar berkata, “Segala puji bagi Allah yang menjadikan di dalam Islam orang yang melakukan semua itu”.
    Abu Ubaidah meninggal dalam keadaan ridha kepada qadha dan qadar Allah. Ketika itu dia menjadi gubernur Syam dan  di sana wabah tha’un Amwas sedang mengganas. Mendengar kondisi Syam yang demikian, Khalifah Umar Ibnul Khaththab mengirim surat kepadanya, “Sesungguhnya saya mempunyai keperluan denganmu dan saya tidak bisa memenuhinya tanpa kehadiranmu. Maka segeralah datang menemui saya”.
Sebenarnya Umar menginginkan agar Abu Ubaidah keluar dari negeri yang terjangkit wabah tha’un Amwas tersebut. Dan Abu Ubaidah memahami apa yang diinginkan Umar, maka dia berkata, “Saya tahu keinginan Amirul Mukminin. Sesungguhnya dia hanya ingin mengabadikan sesuatu yang tidak abadi”.
Lalu dia membalas surat Umar, “Sesungguhnya saya tahu apa keperluan Amirul Mukminin. Maka lepaskanlah saya dari ikatan keinginan Anda, karena sesungguhnya saya sedang berada di dalam salah satu barisan tentara muslim. Dan saya tidak mengutamakan diri saya dari mereka. Maka saya tidak ingin meninggalkan mereka hingga Allah menetapkan keputusan-Nya kepada saya dan mereka”.
Ketika membaca surat tersebut, Umar pun menangis. Lalu seseorang bertanya kepadanya, “Apakah Abu Ubaidah meninggal?” Umar menjawab, “Tidak, akan tetapi dia mendekati kematian”. 
    Nampak Umar terkejut dengan penolakan Abu Ubaidah untuk datang ke Madinah. Padahal Umar ingin menunjuk Abu Ubaidah menjadi khalifah setelahnya. Dan ketika orang-orang berkumpul di Saqifah Bani Sa’idah, Abu Bakar juga ingin menjadikannya sebagai khalifah.
Semoga Allah meridhainya.
Setelah kematiannya, wabah tha’un hilang dari Amwas.

71. Bermimpi Bertemu Sari as-Saqthi

Abu Ubaid bin Jarbuyah menceritakan, “Aku turut menghadiri jenazah Sari as-Saqthi. Aku merasa gembira dapat menghadiri jenazahnya. Setelah itu ada seseorang berkata bahwa dia juga ikut menghadiri jenazah Sari as-Saqthi. Pada malam harinya dia bermimpi bertemu dengan Sari as-Saqthi. Dia bertanya pada Sari, ‘Apa yang dilakukan Allah padamu?’
‘Dia mengampuniku dan juga semua orang yang ikut menghadiri jenazahku dan menyalatkanku.’
Aku (laki-laki itu) berkata, ‘Aku termasuk orang yang menghadiri jenazahmu dan menshalatkanmu.’
Kemudian  dia (Sari) mengeluarkan sebuah catatan dan dia lihat di dalamnya, tetapi dia tidak melihat namaku di sana. Aku berkata meyakinkan, ‘Benar, aku ikut hadir.’
Dia melihat lagi. Ternyata namaku ada di catatan pinggir.
Semoga Allah merahmati dan meridhainya.”