Mana Orang yang Bersedekah Tadi Malam

Ibnu Ishaq berkata, “Saya mendengar bahwa Ibnu Yamin an-Nadhari r.a. bertemu dengan Abu Laila r.a. dan Abdullah bin Mughaffal r.a. ketika mereka berdua sedang menangis.
Lalu Ibnu Yamin bertanya kepada mereka, “Apa yang membuat kalian menangis?”
Mereka menjawab, “Kami datangi Rasulullah saw. agar membawa kami bersama tentara muslim ke medan perang. Akan tetapi di sana kami tidak mendapatkan kendaraan dan bekal untuk kami. Sedangkan kami sendiri tidak mempunyai apa-apa untuk bekal kami”.
Maka Ibnu Yamin memberikan binatang tunggangannya yang biasanya dia gunakan untuk menyiram tanaman, juga membekali mereka berdua dengan beberapa biji kurma.
Kemudian keduanya berangkat bersama Nabi saw. ke medan perang.
Yunus bin Bukair dari Ibnu Ishaq menambahkan, “Adapun Ulbah bin Zaid r.a., maka di malam harinya dia keluar rumah, lalu melakukan shalat malam dan menangis. Dan dia berdoa, “Ya Allah, Engkau memerintahkan kami untuk berjihad dan Engkau berikan banyak keutamaan di dalamnya. Akan tetapi mengapa Engkau tidak memenuhi keperluan saya untuk berjihad dan Engkau tidak memberikan kepada Rasul-Mu kendaraan untuk membawa kami? Sesungguhnya malam ini saya menyedekahkan kepada setiap muslim semua harta, tubuh atau kehormatan saya yang pernah dizalimi oleh orang lain”.
Ketika pagi tiba, Rasulullah saw. bersabda, “Mana orang yang bersedekah semalam?”
Tidak ada orang yang berdiri.
Kemudian Rasulullah saw. kembali bersabda, “Mana orang yang bersedekah semalam? Berdirilah”.
Lalu Ulbah bin Zaid r.a. berdiri dan memberitahu beliau tentang apa yang dia lakukan semalam. Maka Rasulullah saw. bersabda, “Berbahagialah, demi jiwaku yang ada di Tangan-Nya, sedekahmu telah tertulis sebagai zakat yang diterima”.

Keridhaan Ahmad bin Hambal kepada Qadha Allah

    Shaleh bin Ahmad bin Hambal berkata, “Terkadang saya melihat ayah saya mengambil pecahan-pecahan roti kering. Lalu membersihkan debu yang menempel padanya, kemudian meletakkan di piring dan menyiramnya dengan air hingga menjadi basah dan lembut. Kemudian dia memakannya setelah dicampur dengan garam. Saya tidak pernah melihatnya membeli delima, safarjal  ataupun buah-buahan yang lain, kecuali membeli sebuah semangka, lalu memakannya dengan roti, anggur atau kurma. Adapun buah yang lain, saya sama sekali tidak pernah melihatnya membelinya.
    Terkadang dia dibuatkan roti dengan ditambah ‘adas, gajih dan sejumlah kurma, lalu diletakkan di dalam kendi untuk persiapan selama dua bulan. Lalu dia mengkhususkan satu piring untuk anak-anak, lalu memanggil mereka dan memberikannya kepada mereka. Maka mereka pun tertawa senang namun tidak memakannya.
    Imam Ahmad sering makan dengan dicampur cuka. Dia juga sering dibelikan gajih seharga satu dirham, lalu dia gunakan untuk makan selama satu bulan.
    Ketika al-Mutawakkil –salah seorang khalifah Bani Abbas--  datang, Imam Ahmad terus menerus berpuasa dan tidak makan makanan yang berlemak. Maka saya –Ibnul Jauzi—mengira beliau melakukannya sebagai nazar jika selamat dari fitnah Khalqul Qur’an. Al-Marwazi berkata, “Saya mendengar Abu Abdullah berkata, “Rasa takut membuatku tidak bisa makan dan minum, sehingga tidak ada keinginan untuk memakannya”.
    Imam Ahmad –rahimahullah— juga pernah berkata, “Itu hanyalah salah satu makanan dari jenis-jenis makanan yang lain, juga salah satu pakaian dari jenis-jenis pakaian yang lain. Dan kehidupan ini hanyalah bilangan hari yang sebentar. Saya melewati hari-hariku hingga berakhir di hari ketika saya tidak memiliki apa-apa”.