Dia Tidak Tidur, Tetapi Anda Tidur

Ibnu al-Kharrath dalam buku Shalat dan Tahajjud menceritakan bahwa Abu Abdillah al-Banaji pernah membeli seorang budak perempuan berkulit hitam untuk menjadi pembantunya. Ketika budak itu sudah sampai di rumahnya, dia berkata kepada Abu Abdillah, “Wahai tuan, apakah tuan hafal beberapa ayat Al-Qur’an?”
“Ya,” jawab Abu Abdillah.
“Kalau begitu, bacakanlah untukku beberapa ayat,” budak itu minta.
Dia mulai membaca, “Bismillaahirrahmaanirrahiim.”
Budak itu berkata, “Wahai tuan, ini baru kenikmatan berita, apalagi kalau kenikmatan memandang.”
Ketika malam datang, Abu Abdillah membentangkan kasur untuk tidur. Tiba-tiba budak itu berkata, “Wahai tuan, tidakkah kamu malu kepada tuanmu (maksudnya Tuhanmu), sesungguhnya Dia tidak tidur, tetapi engkau tidur?”
Kemudian budak itu melantunkan sebuah syair,

Aneh seorang pecinta bagaimana dia bisa tidur
di tengah malam sementara hatinya penuh rindu
Sesungguhnya hatiku dan hati orang sepertiku
Selalu terbang menuju haribaan Raja Manusia
Maka buatlah tuanmu ridha kalau kamu ingin...
Selamat, dan jauhilah mengikuti yang haram

Kemudian  dia langsung melakukan shalat qiyamullail.

Budak wanita itu telah mengajarkan sebuah pelajaran berharga kepada tuannya tentang cinta kepada Allah dan beribadah kepada-Nya. Dengan cara itu, sesungguhnya dia telah menjadi dai terbaik yang menyeru kepada jalan Allah dengan cara amal.

Dia Lemparkan Surat Pengangkatan sebagai Qadhi ke dalam Sungai

Qa’qa’ bin Hakim berkata, “Suatu hari aku berada di majelis al-Mahdi (seorang khalifah Bani Abbasiyah). Lalu datanglah Sufyan ats-Tsauri, seorang ulama besar di masanya. Ketika  dia masuk, dia tidak memberi salam dengan menyebut nama Khalifah. Rabi’—seorang menteri al-Mahdi—berdiri di depannya sambil memegang pedangnya, dan terus mengamati gerak-geriknya. Khalifah berkata dengan wajah cerah, ‘Wahai Sufyan, kau selalu menghindar, apakah kau kira kalau kami ingin berbuat jahat kepadamu, kami tidak bisa melakukannya? Sekarang kami sudah mendapatkanmu, tidakkah kamu takut kalau kami menghukummu sesuai selera kami?”

Sufyan berkata, “Kalau kamu hukum aku maka kamu akan dihukum oleh Raja Yang Mahakuasa yang memisahkan antara hak dan batil.”
Rabi’ berkata, “Wahai Amirul Mukminin, apakah terhadap orang bodoh seperti ini, kau bersedia menemuinya dengan cara yang lembut? Apakah kauizinkan aku untuk menebas lehernya?”
Al-Mahdi berkata, “Diam kau! Apa yang diinginkannya dan juga orang-orang sepertinya tidak lain adalah agar kita membunuh mereka sehingga kita akan celaka, dan mereka akan bahagia. Tulis surat pengangkatannya sebagai qadhi (hakim) untuk wilayah Kufah dengan syarat  dia tidak boleh membantah dalam urusan pemerintahan.”
Surat pengangkatan itu diserahkan kepada Sufyan. Setelah surat itu diambilnya, dia keluar dan membuang surat itu ke dalam Sungai Dijlah. Setelah itu, dia menghilang. Setelah dicari-cari, tidak juga didapatkan. Sebagai gantinya, diangkatlah Syarik an-Nakh’i.