Showing posts with label Lapang. Show all posts
Showing posts with label Lapang. Show all posts

Kelapangan Setelah Kesempitan Bagi Seorang Wanita Lumpuh

Ali bin Shararah berkata: "Sudah sejak dua puluh tahun ibuku lumpuh. Suatu hari ia berkata padaku: "Pergilah temui Ahmad bin Hanbal dan mintalah ia untuk mendoakanku."
Aku pergi menuju rumah Ahmad lalu aku ketuk pintunya. Dari dalam rumah Ahmad bertanya: "Siapa di luar?"
Aku menjawab: "Seorang laki-laki dari tempat anu. Ibuku sudah lumpuh dan ia memintaku untuk menemuimu dan memintamu untuk mendoakannya."
Dengan sedikit kesal Ahmad berkata: "Kami yang lebih butuh untuk didoakannya."

Aku pulang dalam keadaan sedih mendengarkan jawaban dari Ahmad bin Hanbal. Tiba-tiba keluarlah seorang wanita tua dari rumah Ahmad bin Hanbal. Wanita itu bertanya: "Engkau yang tadi berbicara dengan Abu Abdillah?"
"Ya," jawabku.
"Tadi aku lihat ia mendoakan ibumu."

Aku segera bergegas menuju rumah. Aku ketuk pintu dan ternyata ibuku sudah bisa berjalan dengan kedua kakinya secara sempurna dan melangkah menuju pintu. Ibuku berkata: "Allah telah mengaruniakan kesembuhan kepadaku."

Begitulah datang kelapangan setelah kesempitan berkat doa Ahmad bin Hanbal rahimahullah. Wanita itu juga seorang yang paham agama dan memiliki iman yang kuat. Ia memulangkan kesembuhan itu kepada Allah, karena doa Ahmad bin Hanbal hanyalah satu faktor dari sekian faktor kesembuhan, tapi yang menyembuhkan tetaplah Allah. Oleh karena itu ia berkata: "Allah telah mengaruniakan kesembuhan kepadaku." 

Wahai Zat Yang Maha Pengasih

Al-Laits bin Saad berkata: "Aku diceritakan bahwa suatu kali Zaid bin Haritsah r.a menyewa seekor keledai pada seseorang untuk ia tunggangi dari Thaif. Orang yang menyewakan itu mensyaratkan padanya bahwa ia berhak menyuruhnya turun kapanpun ia kehendaki. Tiba-tiba ia menuju ke sebuah tempat dan ruangan yang sunyi, lalu ia berkata: "Turunlah." Maka Zaidpun turun. Ternyata di tempat itu banyak jasad-jasad tanpa nyawa bergelimpangan.

Ketika ia hendak membunuh Zaid, Zaid berkata: "Biarkan aku shalat dua rakaat dulu."
Orang itu berkata: "Shalatlah, sesungguhnya orang-orang yang telah menjadi bangkai ini sebelumnya juga shalat tapi itu tak berguna bagi mereka sama sekali."

Zaid menceritakan: "Setelah aku selesai shalat ia mendekat untuk membunuhku. Lalu aku berkata: "Wahai Zat Yang Maha Pengasih." Tiba-tiba ia mendengar sebuah suara memanggil: "Jangan bunuh ia." Laki-laki itu sangat ketakutan mendengar suara itu. Kemudian ia keluar tapi ia tak melihat siapa-siapa. Ia kembali masuk dan bermaksud untuk membunuh Zaid. Lalu Zaid berkata: "Wahai Zat Yang Maha Pengasih." Tiba-tiba ia mendengar suara itu kembali; "Jangan bunuh ia." Ia kembali merasa ketakutan kemudian ia keluar tapi ia tidak menemukan apa-apa. Lalu ia kembali masuk untuk membunuh Zaid. Zaid berkata: "Wahai Zat Yang Maha Pengasih." Tiba-tiba datanglah seorang penunggang kuda sambil memegang sebuah tombak besi. Di ujung tombak itu terlihat nyala api. Tombak itu ditusukkan pada punggung laki-laki itu sehingga ia roboh bersimbah darah.

Penunggang kuda asing itu berkata kepada Zaid: "Ketika engkau berdoa pertama kali dengan menyebut: "Wahai Zat Yang Maha Pengasih" aku sedang berada di langit ke tujuh. Ketika engkau berdoa kedua kalinya: "Wahai Zat Yang Maha Pengasih" aku sudah berada di langit dunia. Dan saat engkau berdoa pada kali ketiga: "Wahai Zat Yang Maha Pengasih" aku langsung turun menyelematkanmu." 

Itulah sebuah kelapangan setelah kesempitan dan ikhlas dalam memasrahkan diri kepada Allah serta tidak berputus asa dari rahmat-Nya, karena Dialah yang mengabulkan doa hamba-hamba yang berada dalam kondisi sulit dan yang menghilangkan keresahan, bencana dan penderitaan. Mahasuci dan Maha Tinggi Dia.

Al-Hasan al-Bannan Dan Kelapangan Setelah Kesempitan

Di masa pemerintahan penguasa Mesir; Ahmad bin Thulun, datanglah Syekh al-Hasan al-Bannan menasehatinya dan menyuruhnya berbuat yang ma'ruf serta melarangnya dari perbuatan yang mungkar. Hal itu karena Ahmad bin Thulun telah menampakkan kezalimannya dan suka membunuh masyarakat. Bahkan ada yang menghitung jumlah masyarakat tak berdosa yang dibunuhnya sampai berjumlah delapan belas ribu orang.

Penguasa yang zalim ini sangat murka mendengar nasehat yang disampaikan Syekh yang alim dan ahli ibadah ini, yang tidak takut pada kekuasaan penguasa yang zalim. Menyampaikan yang hak di depan penguasa yang zalim adalah suatu bentuk taqarrub kepada Allah yang sangat agung. Penguasa Mesir ini sangat marah dan kemudian memerintahkan para pembantunya untuk memenjarakan Syekh lalu memasukkan seekor singa ke dalam penjaranya untuk menerkam Syekh tersebut.

Berita ini tersebar ke seluruh pelosok dan manusia datang berbondong-bondong dari berbagai daerah untuk menyaksikan akhir kehidupan Syekh yang ahli ibadah ini di tangan seorang penguasa yang zalim.

Syekh Abu Ja'far ad-Dinawari menceritakan: "Aku termasuk yang hadir di hari itu. Kemudian digiringlah seekor singa dari istana Khamaruyah; putra Ahmad bin Thulun. Putranya ini sangat gemar berburu. Setiap kali ia mendengar ada singa buas di sebuah hutan atau lembah ia akan segera ke sana bersama para pembantunya sambil mengenakan Labud (pakaian yang melindungi tubuh dari cakaran singa) kemudian mereka akan berhadapan dengan singa itu dan menangkapnya dari hutan dengan tangan kosong secara paksa dalam keadaan normal (tanpa cedera). Lalu mereka jebloskan singa itu ke dalam kerangkeng kayu seukuran singa dalam keadaan berdiri.

Singa yang mereka pilih untuk menerkam Syekh adalah singa yang paling buas. Tubuhnya kekar, taringnya tajam, ototnya berisi dan kelihatan sangat ganas. Mulutnya sangat besar dan lebar, seakan mulut itu adalah lubang kubur dan rongganya adalah kuburan bagi setiap mangsanya.

Mereka menempatkan Syekh di sebuah ruang. Orang-orang menunggu untuk menyaksikan apa yang akan terjadi. Tak berapa lama kemudian mereka buka kerangkeng singa itu dari arah atas. Tutup kerangkeng itu ditarik dan sang singa segera meloncat. Mereka mendorong singa itu untuk maju dan memangsa Syekh. Sang singa meraung sekeras-kerasnya yang memekakkan telinga dan menggetarkan dada. Setiap orang yang mendengar raungannya merasa seolah-olah raungan itu bagaikan petir yang diikuti oleh suara guntur.                         

Sementara itu, Syekh duduk dengan tenang tak bergeming. Ia tidak menoleh kepada singa tersebut sama sekali dan tidak pula merasa gentar. Padahal semua orang yang memandang singa itu merasa takut dan ngeri sekaligus kasihan terhadap Syekh.

Tapi aneh sekali, ketika singa itu dimasukkan ke dalam ruangan dimana Syekh berada, ia hanya duduk dengan tenang sambil menyelonjorkan kedua lengannya. Tak berapa lama setelah itu singa tersebut bangkit dan melangkah dengan tenang menuju Syekh dengan langkah tegap yang tampak dari derap kakinya yang berat. Lalu ia mendekati Syekh kemudian menyentuhkan badannya ke tubuh Syekh dan menciumnya persis seperti yang dilakukan oleh seekor anjing yang bermain dan bermanja bersama majikannya. Seolah sang singa ingin mengumumkan bahwa ini bukanlah pertarungan antara seorang laki-laki bertakwa dan seekor singa melainkan pertarungan antara kehendak Ibnu Thalun dan kehendak Allah. Sang singa melihat di depannya seorang laki-laki yang takut kepada Allah maka iapun takut pada laki-laki itu.

Ad-Dinawari melanjutkan: "Setelah menyaksikan singa itu kami melihat wajah Syekh. Ternyata ia tengah tenggelam dalam berpikir. Setelah itu mereka mengeluarkan sang singa dari ruangan tersebut. Masing-masing kami mempunyai anggapan yang bermacam-macam tentang apa yang dipikirkan oleh Syekh. Ada yang mengatakan bahwa rasa takut telah membuat Syekh melupakan dirinya. Ada yang mengatakan bahwa ia sibuk memikirkan tentang kematian. Ada lagi yang mengatakan bahwa ketenangan berpikir membuat tubuh tidak bergerak dan tidak berguncang. Bahkan ada sekelompok orang yang mengatakan bahwa itu adalah satu kondisi 'tenggelam jiwa' yang mampu menyihir sang singa. Banyak lagi yang kami duga dan kami reka-reka sampai akhirnya Ibnu Thulun sendiri yang bertanya: "Apa yang berkecamuk dalam pikiranmu dan yang engkau pikirkan tadi?"

Syekh menjawab: "Tidak ada apa-apa, aku hanya berpikir tentang ludah singa apakah suci atau najis?" 

Sungguh hebat. Dalam sebuah hadits disebutkan, sesungguhnya orang yang takut kepada Allah maka segala sesuatu akan takut kepadanya, tapi siapa yang tidak takut kepada Allah maka Allah akan jadikan ia takut pada apa saja. Siapa yang hatinya terpaut dengan Allah niscaya tak akan ada rasa resah ataupun takut pada apa saja dalam dirinya.

Hasan al-Basri Dan Kelapangan Setelah Kesempitan

Qadhi at-Tanukhi menceritakan bahwa Hasan al-Basri rahimahullah datang menemui Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi; Gubernur Irak saat ia sedang berada di daerah Wasith (sebuah daerah di Irak). Ketika Hasan melihat bangunan tempat Hajjaj berada yang penuh dengan perhiasan dan kesenangan ia berkata: "Segala puji bagi Allah. Sesungguhnya mereka para penguasa melihat diri mereka dapat dijadikan contoh sementara kami melihat bahwa diri mereka juga dapat dijadikan pelajaran. Diantara mereka ada yang membangun istana lalu diperindahnya dan memiliki kasur-kasur empuk sementara lalat-lalat dan sudah berkumpul di sekitarnya. Sekarang lihatlah apa yang engkau lakukan (yang ia maksud adalah Hajjaj). Kami telah melihat apa yang engkau lakukan wahai musuh Allah, maka apa lagi yang akan engkau lakukan wahai manusia paling fasik dan durjana? Penduduk langit mengutukmu dan penduduk bumi membencimu."

Setelah itu Hasan pergi. Tiada tara murkanya Hajjaj setelah mendengar perkataan Hasan itu, sampai ia berkata: "Wahai masyarakat Syam, seorang budak penduduk Bashrah mencelaku di hadapanku dan tak seorangpun yang mencegahnya? Demi Allah aku akan membunuhnya."

Kemudian masyarakat Syam membawa Hasan al-Basri dan menghadapkannya pada Hajjaj. Di dalam perjalanan menuju Hajjaj, Hasan selalu menggerak-gerakkan kedua bibirnya sambil membaca sesuatu yang tidak jelas terdengar.
Ketika ia masuk menemui Hajjaj ia melihat pedang dan hamparan dari kulit (tempat seseorang dibunuh lalu darahnya dituangkan ke dalamnya) sudah disiapkan di depannya. Hajjaj tampak sangat murka. Ketika melihat Hasan, Hajjaj berbicara dengan cara yang sangat kasar, sementara Hasan tetap bersikap lemah lembut dan malah menasehatinya. Hajjaj memerintahkan agar pedang dan hamparan kulit itu didekatkan. Hasan masih tetap menasehati Hajjaj sampai kemudian tiba-tiba saja Hajjaj meminta dihidangkan makanan lalu mereka berdua makan. Kemudian ia minta disediakan air lalu ia berwudhuk dan wewangian lalu ia oleskan ke tubuhnya.

Ada yang bertanya pada Hasan: "Apa yang engkau baca saat engkau menggerak-gerakkan kedua bibirmu?"
     Hasan menjawab: "Aku berkata: "Wahai penolongku ketika aku berdoa, sandaranku dalam berbagai cobaan, wahai Tuhanku ketika aku sulit, wahai temanku ketika aku sempit, wahai kekasihku ketika aku dalam nikmat, wahai Tuhanku dan Tuhan Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya'kub dan anak cucunya, tuhan Musa dan Isa, wahai Tuhan para nabi seluruhnya, wahai Tuhan kaf ha ya 'ain shad, Tuhan thaha, Tuhan yasin dan Tuhan Al-Qur`an yang mulia, wahai yang menolong Musa terhadap Fir'aun, menolong Muhammad terhadap golongan-golongan yang kafir, curahkanlah shalawat kepada Muhammad dan keluarganya yang mulia dan suci, karuniakanlah padaku simpati dari hamba-Mu; Hajjaj, kebaikan dan kelembutannya, serta palingkan dariku siksa dan kejahatannya."
Begitulah Allah menyelamatkannya dari kesulitan dan kejahatan Hajjaj sehingga banyak pengikut Hasan yang berkata: "Setiap kami berdoa dengan doa itu dalam keadaan sulit Allah pasti melapangkan kami." 

Kelapangan Setelah Kesempitan Di Masa Kekhilafahan Umar

Baihaqi meriwayatkan dalam kitab Dalail an-Nubuwwah dari Imam Malik, ia berkata: "Pada masa kekhilafahan Umar bin Khattab r.a, kaum muslimin menderita kekeringan dan paceklik. Ada seorang lelaki yang datang ke kuburan Nabi saw. dan berkata: "Wahai Rasulullah, mohonkanlah pada Allah untuk menurunkan hujan pada umatmu karena mereka hampir binasa akibat kekeringan ini." Rasulullah saw. datang pada laki-laki tersebut dalam mimpinya dan bersabda: "Temuilah Umar dan sampaikan salamku padanya. Katakan padanya bahwa rakyatmu akan dikaruniakan hujan, lalu katakan juga padanya: "Engkau mesti cerdas dan sabar (menyikapi semua ini)."
Laki-laki tersebut datang menemui Umar dan menceritakan hal itu padanya. Mendengar hal itu Umar menangis dan berkata: "Wahai Tuhanku, aku tidak akan berpaling karena hal itu justru akan membuatku lemah." 

Ibnu Abi Dunya dan Ibnu 'Asakir meriwayatkan dari Khawwat bin Jubair r.a, ia berkata: "Rakyat ditimpa paceklik yang sangat berat di masa Umar bin Khattab r.a. Kemudian Umar melakukan shalat istisqa` dua rakaat bersama kaum muslimin. Ia silangkan kedua sisi sorbannya, ia jadikan yang kanan di sebelah kiri dan yang kiri di sebelah kanan, kemudian ia bentangkan kedua tangannya, lalu ia berdoa: "Ya Allah, kami mohon ampun pada-Mu. Ya Allah, kami mohon hujan pada-Mu."

Belum sempat Umar beranjak dari tempatya turunlah hujan yang lebat. Di saat yang bersamaan datanglah orang-orang Arab badui. Mereka segera menemui Umar. Mereka berkata: "Wahai Amirul Mukminin, di saat kami berada di kampung pada hari itu dan waktu itu, tiba-tiba datanglah awan tebal. Kemudian kami mendengar sebuah suara: "Bantuan telah datang padamu wahai Abu Hafsh (gelar Umar), bantuan telah datang padamu wahai Abu Hafsh." 

Antara Imam Ja'far bin Muhammad Dan Khalifah al-Mansur

Kita masih bersama ahli bait nabawi semoga Allah meridhai mereka sampai hari kiamat kelak. Kali ini bersama Imam Ja'far bin Muhammad rahimahullah di masa kekhilafahan Bani Abbasiyah yaitu Khalifah al-Mansur. Pernah terjadi sedikit perbedaan pendapat antara kedua orang ini. Sebagian orang kemudian menyampaikan hal-hal yang tidak baik tentang Imam pada Khalifah. Khalifah marah dan memerintahkan pengawalnya yang bernama Rabi' untuk menangkap Ja'far bin Muhammad untuk dibunuh. Khalifah berkata: "Kirimlah orang yang akan menyeret Ja'far bin Muhammad ke sini sekarang juga. Binasalah aku kalau aku tidak membunuhnya." Peristiwa itu terjadi ketika Khalifah al-Mansur datang ke Madinah al-Munawwarah pada tahun 147 H.
Rabi' berkata: "Aku sengaja mendiamkan hal itu beberapa hari supaya Khalifah melupakannya. Akan tetapi Khalifah kembali memerintahkan hal itu dan bahkan dengan nada marah.

Rabi' segera mengirim seseorang untuk menjemput Ja'far bin Muhammad. Ketika Ja'far sudah datang, seorang menteri berkata kepada Khalifah: "Ja'far bin Muhammad sedang menunggu di pintu wahai Amirul Mukminin."
"Suruh ia masuk."

Setelah masuk, Ja'far berkata: "Assalamua'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh wahai Amirul Mukminin."
Khalifah menjawab: "Semoga Allah tidak menyelamatkanmu wahai musuh Allah. Engkau telah membangkang dalam kekuasaanku dan membuat keonaran dalam kerajaanku. Binasalah aku kalau aku tidak membunuhmu."
Ja'far berkata: "Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Nabi Sulaiman diberi karunia lalu ia bersyukur, Nabi Ayyub diberi cobaan lalu ia bersabar dan Nabi Yusuf dizalimi tapi ia memaafkan, dan engkau termasuk dalam golongan itu."

Lama Khalifah tercenung. Kemudian ia mengangkat kepalanya lalu berkata: "Engkau dalam pandanganku wahai Abu Abdillah (gelar Ja'far bin Muhamad) bersih dari segala tuduhan, kepribadianmu baik dan kesalahanmu sedikit. Semoga Allah membalasimu atas budimu pada kerabatmu dengan sebaik-baik balasan yang Allah berikan pada seorang yang berbuat baik pada kerabatnya."

Kemudian Khalifah menggandeng tangan Ja'far lalu mempersilahkannya duduk di sampingnya. Lalu didatangkanlah sebotol wewangian kemudian Khalifah mengoleskannya ke tangan dan jenggot Ja'far.

Khalifah berkata ketika melepas Ja'far: "Semoga engkau berada dalam pemeliharaan dan rahmat Allah. Wahai Rabi', antarkan Abu Abdillah dan berikan padanya hadiah serta pakaian yang indah."

Rabi' berkata: "Aku lalu mengantarkannya. Kemudian aku bertanya padanya: "Aku sudah melihat apa yang tidak engkau lihat dan mendengar apa yang tidak engkau dengar. Setelah itu aku melihat apa yang juga engkau lihat, dan aku melihatmu menggerakkan kedua bibirmu membaca sesuatu, apa yang engkau baca?"

Ja'far bin Muhammad berkata: "Baik, engkau adalah salah seorang ahli bait dan engkau memiliki rasa cinta kepada ahli bait. Ketahuilah bahwa aku berkata: "Ya Allah, jagalah aku dengan 'mata-Mu' yang tak pernah tidur, peliharalah aku dengan sandaran-Mu yang tak pernah lemah, selimuti aku dengan rahmat-Mu, maafkanlah aku dengan kekuasaan-Mu, aku tidak akan binasa selama Engkau yang menjadi tumpuanku. Wahai Tuhanku, betapa banyak nikmat yang Engkau berikan padaku tapi sangat sedikit rasa syukurku namun Engkau tetap tidak menghalangi nikmat itu dariku. Betapa banyak cobaan yang Engkau timpakan tapi sangat sedikit rasa sabarku namun Engkau tidak menghinakanku. Wahai Zat yang melihatku dalam kesalahan tapi tidak membongkar aibku, wahai Yang memiliki kebaikan yang tak akan pernah berkurang selamanya, wahai yang mencurahkan nikmat yang tak terhingga banyaknya, curahkanlah shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya. Dengan kekuatan-Mu hindarilah aku dari rencana pembunuhannya dan lindungilah aku dari segala kejahatannya. Ya Allah, bantulah aku dengan duniaku untuk menunaikan agamaku, meraih akhiratku dengan takwa, peliharalah aku dari apa yang membahayakanku, dan jangan serahkan penjagaan diriku kepada diriku sekejap matapun. Wahai Zat yang tidak bermudharat pada-Nya dosa siapapun dan tidak pernah berkurang keagungan-Nya karena mengampuni, ampunilah aku atas sesuatu yang tidak akan bermudharat pada-Mu dan berilah aku sesuatu yang tidak akan mengurangi keagungan-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi. Aku mohon pada-Mu kelapangan yang dekat, sabar yang indah, rezeki yang luas dan selamat dari segala musibah serta mensyukuri segala keselamatan."

Begitulah, akhirnya Allah melapangkan kesempitannya dan membebaskannya dari kesulitan dengan kuasa dan kekuatan-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa terhadap segala sesuatu. 

Khalifah al-Mu'tamid Dan Kisah Pemotongan Tangan Pembantunya

Qadhi at-Tanukhi menulis dalam buku al-faraj ba'da asy-syiddah (kelapangan setelah kesempitan), "Abu Muhammad bin Hamdun bercerita: "Khalifah al-Mu'tamid berhasrat untuk memiliki kasur dari sutra dan seluruh perlengkapan kamarnya adalah dalam bentuk dan warna seperti yang ia kehendaki.

Selesailah apa yang diminta oleh sang Khalifah Abbasiyah tersebut lalu dibawa ke hadapannya. Bukan main gembiranya Khalifah. Ia lalu mencoba semua perlengkapan itu. Kemudian ia mengundang orang-orang dekatnya. Tak satupun diantara kami yang diminta untuk memberi komentar tentang hartanya yang baru itu kecuali semua mengungkapkan kekagumannya. Kemudian ia bangkit untuk tidur di atas kasur empuk itu dan kamipun mohon diri.

Belum berapa jauh kami beranjak tiba-tiba kami mendengar suara ribut dan teriakan dari dalam istana. Kemudian kami kembali masuk dan kami lihat Khalifah meraung seperti singa. Ternyata sebagian dari tirai kamar Khalifah ada yang merobek. Khalifah berkata: "Aku tidak menyesali rusaknya tirai itu ataupun hilang nilainya karena aku bisa saja menggantinya, akan tetapi orang itu telah mengurangi kebahagiaanku di hari ini dan begitu lancang melakukan semua ini. Yang lebih parah lagi, ia memotongnya di depan mata kepalaku dan mencabik-cabik tirai itu di depanku tapi aku tidak sempat menangkapnya."

Kemudian Khalifah memanggil pembantunya yang bernama Nihrir dan menugaskannya untuk menangkap manusia lancang yang telah merusak harta Khalifah. Khalifah bersumpah seandainya Nihrir tidak menemukannya maka Khalifah akan membunuhnya.

Pembantu Khalifah itu pergi untuk melaksanakan tugas yang diembankan padanya. Tak berapa lama ia datang membawa seorang anak yang bekerja sebagai pengrajin kasur. Anak itu sangat tampan bagaikan bulan purnama. Di tangannya ada potongan sutra yang dipotong itu. Ia mengaku telah memotongnya dan ia minta maaf, bertaubat sambil menangis dan mohon diampunkan.

Khalifah al-Mu'tamid tidak mau mendengarkan alasannya dan tak bersedia memaafkannya. Akhirnya Khalifah memerintahkan untuk memotong tangannya. Kami yang menyaksikan hal itu merasa sangat iba karena ia masih kecil dan tampan tapi tak satupun diantara kami yang berani membantah Khalifah. Kami semua tetap diam terpaku.

Sesaat kemudian al-Mu'tamid berteriak menyebut nama Allah sekeras-kerasnya. Ia mengaduh kesakitan. Ia berkata: "Ada sesuatu yang masuk ke dalam jariku sebentar ini." Khalifah semakin merasa pedih. Dipanggillah seseorang yang bisa mengeluarkan sesuatu seperti serpihan bambu yang runcing dan sangat tipis dari dalam jarinya. Kami tak tahu apa yang lebih membuat kami heran; apakah karena kecilnya serpihan itu tapi ia bisa masuk ke dalam daging jari sementara ia sangat lemah, ataukah karena perih tak terhingga yang dirasakan Khalifah ketika serpihan itu menusuk jarinya saat sutra itu dibentangkan?   

Ketika rasa sakitnya mulai berkurang, Khalifah berkata: "Wahai kalian, seandainya serpihan yang kecil ini bisa menyebabkan rasa pedih yang luar biasa seperti ini apalagi yang dirasakan oleh anak yang telah kita perintahkan untuk dipotong tangannya?"
Kami menjawab: "Tentu kondisinya lebih buruk dan menyakitkan. Oleh karena itu engkau harus memaafkannya sebagai bukti syukurmu."
Khalifah berkata: "Utus seseorang untuk menemui Nahrir. Seandainya ia belum memotong tangan anak itu maka cegahlah ia melakukannya."

Para pembantu Khalifah bergegas mengejar Nahrir. Ternyata minyak sudah dipanaskan dan anak itu sudah memasrahkan tangannya untuk dipotong. Akhirnya mereka membebaskan anak itu dan ia selamat." 

Ya Allah, Turunkanlah Hujan Pada Kami

Anas r.a. menceritakan bahwa ada seorang laki-laki yang masuk ke masjid di hari Jumat dari pintu yang berhadapan dengan mimbar. Pada saat itu Rasulullah saw. sedang menyampaikan khutbah. Laki-laki itu segera menemui Rasulullah yang masih berdiri dan berkata: "Wahai Rasulullah, harta benda telah binasa, berbagai cara telah ditempuh maka doakanlah pada Allah untuk menurunkan hujan pada kami."
Rasulullah saw. mengangkat kedua tangannya dan berdoa: "Ya Allah turunkanlah hujan pada kami, ya Allah turunkanlah hujan pada kami, ya Allah turunkanlah hujan pada kami."

Anas berkata: "Demi Allah, kami tak pernah melihat mendung dan awan yang tebal di langit sebelum itu. Awan itu menutupi seluruh daerah Madinah. Tak lama setelah itu datanglah awan bagaikan perisai. Ketika awan itu sudah berhimpun di langit ia menyebar dan turunlah hujan dengan sangat lebat."
Anas melanjutkan: "Demi Allah, selama enam hari kami tak pernah melihat matahari. Pada Jumat berikutnya laki-laki itu kembali datang melalui pintu yang sama. Sementara itu Rasulullah saw. sedang menyampaikan khutbah. Ia segera menemui Rasulullah yang masih berdiri. Ia berkata: "Wahai Rasulullah, harta benda akan binasa dan tak ada lagi cara yang bisa kami perbuat (karena hujan yang begitu deras) maka doakanlah kepada Allah untuk menahan hujan ini."
Rasulullah saw. segera mengangkat kedua tangannya dan berdoa: "Ya Allah, selamatkanlah kami dan jangan binasakan kami. Ya Allah, selamatkanlah tanah-tanah pertanian, gunung, bukit, dan pohon-pohon."
Setelah itu hujan segera berhenti dan kami kembali berjalan di bawah matahari." 

Begitulah datang kelapangan setelah kesempitan berkat doa Rasulullah saw. dan hal itu tidaklah aneh dan asing. Mahasuci Allah Yang Maha Kuasa menurunkan hujan.

Peminum Khamar Dan Kelapangan Setelah Kesempitan

Qadhi at-Tanukhi menceritakan bahwa ada dua orang lelaki yang dibawa menghadap salah seorang gubernur. Salah satu diantara keduanya terbukti seorang atheis sementara yang satu lagi terbukti telah minum khamar. Terhadap si atheis dijatuhkan hukuman mati sementara peminum khamar akan didera.

Sang Gubernur menyerahkan kedua lelaki itu pada salah seorang pembantunya dan berpesan: "Bunuh yang satu ini (yang ia maksudkan adalah sang atheis) dan deralah yang satu ini (yang ia maksudkan adalah peminum khamar)."

Ketika pembantu itu menggiring kedua tertuduh tersebut untuk melaksanakan perintah sang Gubernur, tiba-tiba si peminum khamar berkata: "Wahai tuan Gubernur, serahkan aku pada orang selainnya untuk menghukumku, karena aku khawatir ia akan keliru sehingga ia malah membunuhku dan mendera temanku ini (maksudnya si atheis), dan kesalahan dalam hal ini tidak bisa ditolerir."

Mendengar hal itu sang Gubernur tertawa. Akhirnya ia dibebaskan dan si atheis tetap dibunuh.  

Taubah al-Anbari Dan Kelapangan Setelah Kesempitan

Ibnu Hamdun dalam kitab tadzkirah-nya menulis tentang Taubah al-Anbari rahimahullah: "Taubah bercerita: "Yusuf bin Umar –salah seorang Gubernur- memaksaku untuk bekerja. Ia juga menyiksa dan mengikatku. Setelah itu ia memenjarakanku, sehingga tidak sehelaipun rambutku yang masih berwarna hitam. Pada suatu malam aku bermimpi didatangi oleh seseorang. Ia berkata: "Wahai Taubah, mereka lama memenjarakanmu?"
"Ya," jawabku.
"Mohonlah pada Allah kemaafan dan keselamatan di dunia dan akhirat sebanyak tiga kali."
(Doanya berbunyi:)
Kemudian aku terbangun lalu aku tulis doa tersebut. Aku berwudhuk dan shalat sebanyak yang aku mampu kemudian aku berdoa dengan doa tersebut sampai datangnya waktu shalat subuh.
Tiba-tiba datanglah penjaga. Ia bertanya: "Mana Taubah al-Anbari?"
Lalu ia membawaku dalam keadaan dirantai. Aku dihadapkan pada sang Gubernur. Aku masih terus membaca doa tadi. Ketika Gubernur melihatku ia segera memerintahkan untuk membebaskanku. Doa itu juga aku ajarkan pada seorang lelaki yang bersamaku dalam penjara. Laki-laki itu menceritakan: "Setiap kali aku digiring untuk disiksa lalu aku baca doa itu aku selalu dilepaskan. Suatu hari aku diseret untuk disiksa, lalu aku ingat doa itu tapi aku tidak membacanya. Akhirnya aku dicambuk seratus kali, kemudian aku baca doa itu lalu aku dilepaskan." 

Wahai Zat Yang Maha Menyelamatkan, Selamatkanlah Aku...

Ibnu Abi Dunya dalam bukunya Mujabi ad-Da'wah meriwayatkan dari Anas bin Malik r.a: "Ada seorang sahabat Rasulullah saw. yang bergelar Abu Mu'allaq. Ia adalah seorang pedagang yang berbisnis untuk dirinya dan orang lain. Ia termasuk seorang yang rajin dan banyak beribadah serta sangat wara'. Suatu kali ia pergi melakukan perjalanan. Tiba-tiba ia dicegat oleh seorang penyamun yang bersenjata lengkap. Penyamun itu berkata: "Letakkan barang-barangmu karena aku akan membunuhmu."
Abu Mu'allaq berkata: "Yang engkau inginkan adalah hartaku."
"Aku hanya menginginkan darahmu," kata penyamun itu bengis.
"Kalau demikian beri aku kesempatan untuk shalat dulu."
"Shalatlah semaumu."

Kemudian ia berwudhuk dan shalat. Diantara doanya adalah: "Wahai Zat Yang Maha Lembut, wahai Zat Yang memiliki 'arsy yang agung, wahai Zat Yang melakukan apa yang dikehendaki-Nya, aku mohon demi kemuliaan-Mu yang tak akan tertandingi dan kekuasaan-Mu yang tidak akan menzalimi siapapun, serta dengan cahaya-Mu yang memenuhi semua penjuru 'arsy-Mu, hindarkanlah diriku dari kejahatan penyamun ini, wahai Zat Yang Maha menyelamatkan, selamatkanlah aku... wahai Zat Yang Maha menyelamatkan, selamatkanlah aku... wahai Zat Yang Maha menyelamatkan, selamatkanlah aku..."

Tiba-tiba datanglah seorang penunggang kuda sambil memegang sebuah tombak. Tombak itu ia letakkan diantara kedua telinga kudanya. Lalu ia tusuk penyamun itu sampai mati. Setelah itu ia mendekat pada sang pedagang tadi. Pedagang itu bertanya: "Siapa engkau? Sungguh Allah telah menolongku melalui bantuanmu."
Ia menjawab: "Aku adalah malaikat dari penduduk langit ke empat. Saat engkau berdoa pertama kali aku mendengar pintu-pintu langit berguncang. Ketika engkau berdoa untuk kedua kalinya aku mendengar penduduk langit ribut. Kemudian saat engkau berdoa untuk ketiga kalinya terdengar seruan: "Doa seorang hamba yang dalam kesulitan." Maka aku mohon pada Allah untuk mengutusku dan membunuh penyamun itu."

Anas melanjutkan: "Bergembiralah dan ketahuilah bahwa siapa yang berwudhuk dan shalat empat rakaat lalu berdoa kepada Allah dengan doa ini niscaya doanya akan segera dikabulkan baik ia sedang dalam kesulitan ataupun tidak." 

Kelapangan Setelah Kesempitan Dalam Penaklukan Mesir

Ketika Umar bin Khattab r.a. merasakan lambannya penaklukan Mesir, padahal beberapa tahun sudah berlalu sejak awal perang yang dikomandoi oleh sahabat Amru bin Ash r.a., Umar menulis surat kepadanya: "Amma ba'du, aku heran melihat lambannya kalian dalam menaklukkan Mesir. Kalian telah berperang sekian tahun. Aku lihat hal itu tak lain adalah karena dosa-dosa kalian dan cinta kalian kepada dunia sebagaimana musuh-musuh kalian juga mencintai dunia. Sesungguhnya Allah tidak akan menolong suatu kaum kecuali berdasarkan niat mereka yang murni. Sekarang aku utus pada kalian empat orang dan aku beritahukan pada kalian bahwa satu orang diantara mereka sama nilainya dengan seribu orang sesuai yang aku ketahui, kecuali jika mereka berubah sebagaimana berubahnya orang lain.
Kalau sudah engkau terima suratku ini maka berkhutbahlah di hadapan pasukanmu, dorong mereka untuk memerangi musuh-musuh mereka, nasehatkan mereka untuk selalu sabar dan memperbarui niat, dahulukan empat orang yang aku utus ini dari yang lain, dan perintahkan kepada semua pasukan untuk menyatu dengan mereka bagaikan satu tubuh. Sampaikan hal ini pada mereka di saat matahari tergelincir ke arah barat di hari Jumat karena itu adalah saat diturunkannya rahmat dan waktu dikabulkannya doa, dan hendaklah manusia mengangkat suara mereka untuk berdoa kepada Allah dan mohonlah pada-Nya untuk dikaruniakan kemenangan atas musuh-musuh mereka."      

Ketika surat itu sampai ke tangan Amru ia segera menghimpun seluruh pasukan dan ia bacakan surat itu pada mereka. Lalu ia panggil empat orang tersebut dan ia kedepankan mereka dari yang lain. Kemudian ia perintahkan semua pasukan untuk bersuci dan shalat dua rakaat lalu berdoa pada Allah memohon kemenangan. Akhirnya Allah taklukkan Mesir untuk mereka.

Umar bin Khattab r.a membantu Amru bin Ash dengan mengirimkan empat orang sahabat senior. Masing-masing mereka sama nilainya dengan seribu orang. Mereka adalah: Zubair bin Awwam, Miqdad bin Aswad, Ubadah bin Shamit dan Maslamah bin Makhlid r.a. Akhirnya datanglah pada mereka kelapangan setelah beberapa tahun merasakan kesempitan akibat pengepungan ketika mereka kembali kepada Allah dan mengikhlaskan niat untuk-Nya semata.

Sabarlah Karena Engkau Berada Dalam Ketaatan Pada Zat Maha Penyayang

Diantara kisah menarik dalam cobaan yang menimpa Ahmad bin Hanbal rahimahullah adalah bahwa ketika dipenjara dalam masalah khalqul Qur`an itu Ahmad sempat berkenalan dengan seorang pencuri. Imam Ahmad sering dicambuk, padahal usianya sudah lebih lima puluh tahun sehingga fisiknya menjadi lemah, kesehatannya memburuk dan pendiriannya mulai goyah. Ia sempat berniat untuk mengikuti kehendak orang-orang zalim itu untuk mengatakan bahwa Al-Qur`an adalah makhluk agar ia dilepaskan.

Suatu hari ia kembali digiring untuk dicambuk seperti yang dikisahkan sendiri oleh Imam Ahmad bin Hanbal: "Ketika aku diseret untuk dicambuk dan para algojo sudah mengikat kedua tanganku, tiba-tiba ada seorang pemuda yang menarik pakaianku dai belakang, lalu ia berkata: "Apakah engkau mengenalku?"
"Tidak," jawabku.
"Aku adalah Abul Haitsam sang pencuri. Tertulis dalam catatan Amirul Mukminin bahwa aku telah dicambuk sebanyak delapan belas ribu kali secara terpisah dan aku tetap sabar meskipun hukuman itu aku terima karena aku mentaati setan dan demi dunia, maka sabarlah engkau karena engkau berada dalam ketaatan pada Zat Maha Penyayang dan demi agama."
Ahmad bin Hanbal berkata: "Aku hanya dicambuk sebanyak delapan belas kali dan bukan delapan belas ribu (sebagaimana pencuri itu)." Kemudian seorang pembantu Khalifah datang dan berkata: "Amirul Mukminin sudah memaafkannya (maksudnya Ahmad bin Hanbal)."

Allah SWT mengirim sesuatu yang mampu mengokohkan dan menegarkan Imam Ahamd yang sedang diuji dalam agamanya meskipun melalui ucapan seorang pencuri yang telah dicambuk sebanyak delapan belas ribu kali secara terpisah. Sehingga hal itu semakin membuat Ahmad bin Habal bersabar dan ikhlas karena ia berada dalam al-haq. Mahasuci Allah... Kemudian datanglah kelapangan setelah kesempitan dan cobaan yang dahsyat tersebut. Mahasuci Dia yang melapangkan segala kesempitan dan menghilangkan segala duka. Mahasuci Dia, Tuhan yang Maha Agung, Maha Mulia, Maha Pemaaf dan mencintai sifat pemaaf.

Oleh karena itu Imam Ahmad bin Hanbal sering mendoakan pencuri tersebut yang telah memberi nasehat padanya. Ahmad berkata: "Semoga Allah merahmati Abul Haitsam, semoga Allah mengampuninya, semoga Allah memaafkannya..."
Putranya Abdullah bertanya: "Wahai ayah, siapakah Abul Haitsam itu?"
Imam Ahmad kemudian menceritakan kisahnya bersama Abul Haitsam sebagaimana dipaparkan diatas.

Ahmad bin Hanbal Dan Kelapangan Setelah Kesempitan

Ahmad bin Hanbal adalah salah seorang Imam yang empat. Ia seorang yang tsiqah, kuat hafalan, ahli fiqih dan hadits. Ia hafal sebanyak sejuta hadits seperti yang dikatakan oleh Abu Zur'ah. Hal itu ditanyakan pada Abu Zur'ah: "Bagaimana engkau tahu ia hafal sebanyak itu?" Abu Zur'ah berkata: "Aku pernah diskusi dengannya dan aku banyak menerima bab-bab hadits darinya."
Ibrahim al-Harbi berkata tentang Ahmad bin Hanbal: "Aku perhatikan Ahmad bin Hanbal seolah-olah Allah telah menghimpun dalam dirinya ilmu orang-orang dahulu dan orang-orang kemudian dari berbagai cabangnya. Ia mampu berbicara tentang apa saja." 

Imam Ahmad mendapat ujian yang besar dan fitnah yang berat di masa Khalifah al-Makmun bin Harun ar-Rasyid (seorang Khalifah Bani Abbasiyah) yaitu fitnah khalqul Qur`an yang sengaja dibuat-buat oleh golongan Mu'tazilah dan diikuti oleh Al-Makmun lalu ia paksakan kepada ulama dan umat dengan menggunakan kekuatan pedang.

Pemikiran yang ingin dipaksakan oleh Khalifah ini adalah bahwa Al-Qur`an itu adalah makhluk sama dengan yang lain dan bukan sifat diantara sifat-sifat Allah yang qadim. Imam Ahmad bin Hanbal menolak pemikiran yang mengatakan Al-Qur`an adalah makhluk ini. Dengan tegas ia hadapi golongan Mu'tazilah dan Khalifah sendiri, sementara ulama-ulama lainnya mengambil sikap yang lunak dan menyetujui pemikiran tersebut. Hanya sedikit ulama yang berada di pihak Imam Ahmad bin Hanbal yang tercatat dalam sejarah Islam; tak lebih dari dua orang dimana salah seorang dari keduanya wafat karena beratnya siksaan yang diterimanya.

Khalifah al-Makmun memerintahkan untuk memenjarakan Ahmad bin Hanbal dan menyiksanya. Ketika dicambuk, Imam Ahmad tetap berkata: "Al-Qur`an adalah kalamullah dan bukan makhluk."

Maymun bin al-Ashbagh menceritakan: "Saat aku berada di Baghdad aku mendengar orang-orang ribut. Aku bertanya: "Apa yang terjadi?"
Mereka berkata: "Ahmad bin Hanbal tengah disiksa."
Aku mencoba masuk ke dalam ruangan tempat ia disiksa untuk melihatnya. Ketika dicambuk ia berkata: "Bismillah." Dicambuk kedua kalinya ia berkata: "La haula wala quwwata illa billah." Dicambuk ketiga kalinya ia berkata: "Al-Qur`an adalah kalamullah bukan makhluk." Dicambuk keempat kalinya ia membaca:

"Katakanlah, tidak ada yang akan menimpa kami kecuali apa yang telah ditetapkan oleh Allah." ( at-Taubah: 51) Ia dicambuk sebanyak dua puluh sembilan kali.

Selama tiga tahun Imam Ahmad bin Hanbal berada dalam kondisi seperti ini yaitu di masa kekhilafahan al-Makmun dan saudaranya al-Mu'tashim. Mereka menyiksanya agar ia mau mengatakan bahwa Al-Qur`an adalah makhluk. Saat disiksa itu usianya telah lebih lima puluh tahun.

Ia berdoa kepada Allah dengan doa ini: "Ya Allah, siapa yang mengikuti hawa nafsunya atau pendapat pribadinya sementara ia mengira bahwa ia berada dalam pihak yang benar padahal tidak maka kembalikanlah ia pada yang benar agar tidak satupun dari umat ini yang tersesat. Ya Allah, jangan sibukkan hati kami dengan sesuatu yang telah Engkau jamin untuk kami, jangan jadikan kami dalam mencari rezeki-Mu menjadi pelayan bagi selain-Mu, jangan halangi kami dari kebaikan yang ada di sisi-Mu karena keburukan yang ada pada kami, jangan biarkan kami berada dalam daerah larangan-Mu dan jangan sampai kami tidak ada di saat Engkau perintahkan. Muliakanlah kami dan jangan hinakan kami, muliakanlah kami dengan ketaatan dan jangan hinakan kami dengan maksiat."

Akhirnya datanglah kelapangan itu pada masa al-Mutawakkil (juga seorang Khalifah Abbasiyah) yang malah memberi Imam Ahmad hadiah yang banyak lalu membebaskan serta memuliakannya.

Shalih putra Ahmad bin Hanbal berkata: "Ali bin al-Jahm menulis surat pada Imam Ahmad yang isinya bahwa Amirul Mukminin (yaitu al-Mutawakkil) telah memerintahkan Ya'kub yang lebih dikenal dengan nama Qausarah (salah seorang pembantu Khalifah) untuk menemuimu dengan membawa banyak hadiah lalu menyuruhmu untuk pergi dari negeri ini. Maka takutlah hanya pada Allah, jagalah dirimu dan tolaklah harta itu karena kalau engkau terima hal itu akan memberi peluang bagi orang-orang yang membencimu."

Keesokan harinya datanglah Ya'kub menemui Ahmad bin Hanbal. Ya'kub berkata: "Wahai Abu Abdillah, Amirul Mukminin menyampaikan salam padamu dan berpesan: "Aku ingin untuk lebih dekat denganmu dan memperoleh berkah dari doamu. Untuk itu aku kirimkan padamu sepuluh ribu dirham untuk bekalmu dalam perjalanan."

Ahmad bin Hanbal mengambil uang yang dikirim oleh Khalifah padanya tersebut. Ia menangis lalu berkata pada putranya; Shalih: "Sebelumnya aku selamat dari fitnah mereka, tapi di akhir-akhir hayatku ternyata aku diuji oleh sikap mereka. Aku sudah bertekad untuk membagi-bagikan uang ini esok pagi."
Putranya berkata: "Terserah ayah."

Keesokan harinya Imam Ahmad bin Hanbal membagi-bagikan uang tersebut pada anak cucu kaum Muhajirin dan Anshar meskipun ia sendiri bersama anak-anaknya berada dalam kondisi yang sangat fakir dan membutuhkan.

Ali bin al-Jahm berkata pada Khalifah: "Wahai Amirul Mukminin, manusia tahu kalau Ahmad telah menerima uang yang engkau kirimkan itu, tapi apa yang dilakukannya dengan uang itu sementara makanannya hanya roti."
Khalifah berkata: "Engkau benar Ali."
Semoga Allah merahmati dan meridhai Imam Ahmad bin Hanbal.

`Ammar bin Yasir dan Kelapangan Setelah Kesempitan

'Ammar bin Yasir sudah masuk Islam sejak lama di Mekah bersama ibunya; Sumayyah binti Khayyat dan juga ayahnya; Yasir. Kaum musyrikin menyiksa keluarga muslim tersebut. Suatu ketika Rasulullah saw. lewat di hadapan mereka yang sedang disiksa di Mekah, lalu Rasulullah bersabda: "Sabarlah wahai keluarga Yasir karena sesungguhnya surga telah dijanjikan untuk kalian."

Ayahnya; Yasir dan ibunya; Sumayyah akhirnya dibunuh oleh kaum msuyrikin setelah disiksa terlebih dahulu sehingga kedua orang suami istri tersebut menjadi syahid pertama dalam Islam.

'Ammar terus disiksa setelah kedua orang tuanya syahid. Kaum musyrikin membakar tubuhnya. Ketika Rasulullah saw. lewat di depannya beliau menggosokkan tangannya ke kepala 'Ammar dan berkata: "Wahai api, dinginlah dan selamatkan 'Ammar sebagaimana engkau telah menyelamatkan Nabi Ibrahim." 
Rasulullah saw. sering mendoakan kelaurga Yasir. Beliau bersabda: "Sabarlah. Ya Allah ampunilah keluarga Yasir." Allah pun mengabulkan doa Rasul-Nya.

Kaum musyrikin terus saja menyiksa 'Ammar dan tidak melepaskannya sampai akhirnya dengan terpaksa Amar mencela Rasulullah dan memuji tuhan-tuhan kaum musyrikin. Ketika ia datang menemui Rasulullah, beliau bertanya: "Bagaimana kabarmu?"
"Kabar buruk wahai Rasulullah. Aku tak dilepaskan sampai aku mencela engkau dan memuji tuhan-tuhan mereka."
Rasulullah saw. bertanya: "Bagaimana kondisi hatimu?"
"Aku rasakan hatiku tetap damai dalam keimanan."
"Kalau mereka kembali menyiksamu maka ucapkanlah itu kembali." 

Begitulah Allah melapangkan kesempitan dan kesulitan Ammar r.a. Ia wafat dalam perang Shiffin saat ia berperang di pihak Ali bin Abi Thalib r.a untuk memusnahkan kelompok pembangkang yaitu pasukan Syam di bawah komando Muawiyah bin Abu Sufyan r.a pada tahun 37 H. Umurnya saat itu lebih kurang sembilan puluh tiga atau sembilan puluh empat tahun.

Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya Kami Telah Menzalimi Diri Kami Maka Maafkanlah Kami

Ibnu Abi Dunya menceritakan dari Said bin Sinan al-Himshi, ia berkata: "Allah mewahyukan kepada seorang Nabi-Nya yang berasal dari Bani Israil bahwa azab akan datang menimpa kaumnya. Sang Nabi menyampaikan hal itu pada kaumnya dan memerintahkan mereka untuk mengutus pemuka-pemuka mereka supaya bertaubat.

Berangkatlah tiga orang diantara pemuka mereka sebagai utusan Bani Israil untuk menghadap Allah. Orang pertama berkata: "Ya Allah, Engkau memerintahkan kami dalam taurat yang Engkau turunkan pada hamba-Mu; Musa, agar kami tidak mengusir peminta-minta yang berdiri di depan pintu rumah kami, dan sekarang kami meminta-minta di pintu rahmat-Mu maka janganlah engkau tolak dan usir orang yang meminta pada-Mu."

Yang kedua berkata: "Ya Allah, sesungguhnya Engkau memerintahkan kami dalam taurat yang Engkau turunkan pada hamba-Mu; Musa, agar kami memaafkan orang yang berlaku zalim terhadap kami, dan sekarang kami mengaku telah menzalimi diri sendiri maka maafkanlah kami."

Yang ketiga berkata: "Ya Allah, sesungguhnya Engkau memerintahkan kami dalam taurat yang Engkau turunkan pada hamba-Mu; Musa, agar kami memerdekakan budak-budak kami, dan sesungguhnya kami adalah budak-budak-Mu maka bebaskan dan merdekakanlah kami."

Kemudian Allah mewahyukan kepada nabi-Nya bahwa Dia telah menerima taubat mereka dan memaafkan mereka." 

Begitulah datangnya kelapangan dari Allah SWT berkat orang-orang mulia dan bertakwa diantara mereka dan Allah angkatkan dari mereka azab yang hampir saja ditimpakan akibat dosa-dosa dan maksiat mereka terhadap Tuhan mereka. Dari sini kita ketahui bahwa tidak ada tempat untuk lari dari azab Allah kecuali kepada Allah sendiri karena Dialah yang akan menghilangkan segala keresahan dan melerai segala duka. Mahasuci dan Maha Tinggi Dia.

3. Kelapangan Setelah Kesempitan Dalam Perang Hunain

Perang Hunain termasuk peristiwa bersejarah dalam periode awal Islam. Peristiwa itu terjadi beberapa hari setelah pembebasan Mekah al-Mukarramah ketika Hawazin dan Tsaqif bersekongkol untuk memerangi Nabi saw. setelah beliau berhasil membebaskan Mekah. Maka, Rasulullah saw. berangkat untuk menghadang mereka bersama pasukan yang ambil bagian dalam pembebasan Mekah yang berjumlah sepuluh ribu tentara. Bergabung juga bersama mereka orang-orang yang masuk Islam pada saat pembebasan Mekah sehingga jumlah mereka menjadi dua ribu tentara.

Peperangan tersebut merupakan perang pertama dimana jumlah kaum muslimin melebihi jumlah pasukan kafir, sehingga sebagian kaum muslimin ada yang berkata: "Sekarang kita tidak akan kalah karena jumlah yang sedikit."

Kaum muslimin terjun dalam kancah peperangan dengan keyakinan yang kuat bisa menang karena jumlah mereka banyak. Mereka sempat merasa ujub dengan hal itu dan lupa bahwa kemenangan tidak hanya ditentukan oleh jumlah dan perlengkapan semata, akan tetapi kemenangan datang dari sisi Allah SWT. Akhirnya mereka menerima pelajaran berharga dari Tuhan hari itu. Kaum muslimin kalah di awal peperangan hingga bumi dan segala isinya menjadi sangat sempit. Yang tetap bertahan dengan tegar hanyalah Rasulullah saw. bersama seratus orang sahabat. Akhirnya Allah menurunkan malaikat untuk berperang bersama mereka sampai akhirnya mereka menang. Kemudian Nabi menyeru segenap pasukan muslim untuk kembali ke medan perang di saat pasukan kafir sudah kalah dan mundur.

Sekarang mari kita dengar deskripsi peperangan tersebut dari salah seorang yang ikut terjun di dalamnya dan di saat itu ia masih kafir. Ia berkata: "Ketika kami berhadapan dengan sahabat-sahabat Rasulullah saw. di perang Hunain mereka tak mampu bertahan dari gempuran kami. Kami mampu menghalau dan memburu mereka. Sampai akhirnya kami berhadapan dengan seorang penunggang kuda putih. Ternyata ia adalah Rasulullah saw. Di sekitarnya kami melihat orang-orang perkasa berwajah tampan. Mereka berkata kepada kami: "Rusaklah wajah-wajah (kaum yang kafir), mundurlah kalian..." Akhirnya kami terdesak dan orang-orang tersebut naik ke atas pundak-pundak kami." 
Sesungguhnya yang dilihat oleh laki-laki tersebut adalah para malaikat yang melindungi Rasulullah saw. sebagaimana mereka juga turun sebelumnya dalam perang Badar.

Ibnu Ishak meriwayatkan dari Jubair bin Muth'im r.a, ia berkata: "Kami berada bersama Rasulullah saw. dalam perang Hunain di saat perang berkecamuk hebat. Tiba-tiba aku melihat sesuatu seperti kain hitam turun dari langit dan langsung berperang melawan musuh. Beberapa saat kemudian tiba-tiba nyamuk yang sangat banyak telah memenuhi tempat itu. Tak ayal lagi, musuhpun segera kalah sehingga kami tidak ragu bahwa itu adalah malaikat." 
Allah SWT berfirman:

"Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai orang-orang beriman) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu ketika kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dan bercerai-berai. Kemudian Allah memberi ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada oang-orang yang beriman, dan Allah telah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir, dan demikian pembalasan kepada orang-orang yang kafir. Sesudah itu Allah menerima taubat dari orang-orang yang dikehendaki-Nya. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." ( at-Taubah: 25-27)  

Nuruddin Zanki Dan Kelapangan Setelah Kesempitan

Sibth Ibnu Jauzi  menceritakan dari Najmuddin Salam dari ayahnya, ia berkata: "Ketika bangsa Eropa mengepung Dimyath, Nuruddin terus berpuasa selama dua puluh hari dan tidak berbuka kecuali hanya dengan air. Akhirnya kondisinya sangat lemah dan hampir menyebabkannya meninggal. Ia seorang yang sangat berwibawa. Tak seorangpun yang berani berbicara dengannya dalam masalah itu.

Yahya (salah seorang sahabat Nuruddin) menceritakan bahwa ia bermimpi bertemu dengan Rasulullah saw. dan Rasulullah berkata padanya: "Wahai Yahya, sampaikan kabar gembira pada Nuruddin bahwa bangsa Eropa itu akan hengkang dari Dimyath. Aku berkata: "Wahai Rasulullah, bisa jadi ia tidak mempercayaiku." Rasulullah bersabda: "Katakan padanya tentang tanda yang tampak di Harim." 

Yahya terbangun. Ketika shalat subuh ia melihat Nuruddin khusuk berdoa. Yahya menjadi segan untuk berbicara dengannya. Tiba-tiba Nuruddin berkata: "Wahai Yahya, engkau yang mulai bicara atau aku yang mulai?"
Yahya gemetar dan tetap diam. Akhirnya Nuruddin berkata: "Biar aku yang mulai. Engkau mimpi bertemu dengan Nabi saw. malam tadi dan ia bersabda padamu begini dan begini."
Yahya terkejut dan berkata: "Benar demi Allah wahai tuanku, tapi apa makna sabda beliau tentang tanda di Harim?"
"Ketika kita berhadapan dengan musuh, aku khawatir tentang masa depan Islam maka akupun menyendiri dan aku taburi wajahku dengan tanah lalu aku berkata: "Wahai tuhanku, aku tak peduli dengan diriku asalkan agama ini tetap tinggi dan pasukan muslimin meraih kemenangan. Agama adalah agama-Mu dan tentara adalah tentara-Mu. Maka hari ini lakukanlah apa yang pantas dengan kemuliaan-Mu."
Yahya mengakhiri ceritanya: "Akhirnya Allah memenangkan kami melawan bangsa Eropa itu."

4. Kelapangan Setelah Kesempitan Dalam Perang Badar Kubra

Perang pertama yang terjadi antara pasukan muslimin dengan pasukan kafir Quraisy adalah perang Badar Kubra. Saat itu jumlah pasukan Rasulullah saw. adalah sebanyak tiga ratus empat belas orang. Sementara pasukan musyrikin berjumlah seribu orang. Allah SWT membantu Rasulullah saw. dan orang-orang yang beriman bersamanya dengan pasukan yang tidak mereka lihat. Allah SWT melapangkan kesempitan dan menyejukkan dada kaum muslimin dengan kemenangan yang nyata dalam perang tersebut, dimana sekitar tujuh puluh orang musyrikin terbunuh dan tujuh puluh orang pula yang ditawan saat itu. Diantara mereka yang terbunuh adalah gembong-gembong kemusyrikan dan kekafiran dari suku Quraisy seperti Abu Jahal, 'Utbah, Syaibah dan lain-lain.

Mari kita simak seorang lelaki dari Bani Ghifar yang ikut menyaksikan peperangan itu menceritakan satu episode dari perang bersejarah tersebut. Ia berkata: "Aku bersama sepupuku naik ke sebuah bukit di daerah Badar. Waktu itu kami berdua masih musyrik. Kami ingin mengetahui siapa yang akan kalah dalam peperangan itu untuk kemudian kami akan ikut menikmati hasilnya bersama kelompok yang menang. Ketika kami sedang berada di atas bukit, tiba-tiba segumpal awan mendekat, lalu kami mendengar suara ringkikan kuda. Aku sendiri mendengar sebuah suara berkata: "Majulah wahai Haizum." Disebabkan suara dan pemandangan yang aneh itu, sepupuku langsung terkena serangan jantung dan meninggal saat itu juga. Aku sendiri juga hampir mati tapi aku berusaha untuk tetap bertahan." 

Ibnu Abbas r.a. berkata: "Ada seorang tentara muslim mengejar seorang tentara musyrik dalam perang Badar. Tiba-tiba ia mendengar suara cambuk dari arah atasnya dan suara seorang penunggang kuda. Suara itu berkata: "Majulah wahai Haizum." Kemudian ia melihat tentara musyrik di depannya sudah roboh tak berdaya. Ia mendekat untuk melihat kondisi tentara musyrik itu. Ternyata hidungnya hancur, wajahnya terbelah terkena pukulan cambuk dan tubuhnya menghijau. Tentara muslim yang berasal dari kaum Anshar itu datang menemui Rasulullah saw dan menceritakan hal itu. Rasulullah saw. bersabda: "Engkau benar, itulah bantuan dari langit ketiga." 

Bilal bin Rabah dan Kelapangan Setelah Kesempitan

Sahabat agung; Bilal bin Rabah sebelumnya adalah budak Umayyah bin Khalaf. Ia seorang yang berkulit sangat hitam, kurus dan tinggi. Ia sudah lama masuk Islam di Mekah saat ia masih menjadi seorang budak. Ia termasuk satu diantara tujuh orang yang pertama kali menyatakan keislamannya. 

Ketika keislamannya diketahui oleh kaum musyrikin, mereka lalu menyiksanya habis-habisan. Mereka berkata padanya: "Tuhanmu adalah Latta dan 'Uzza." Tapi ia tetap berkata: "Ahad... Ahad (esa... esa)."
Mereka lalu membawanya ke tengah-tengah padang pasir Mekah yang panas membara. Kemudian mereka seret tubuhnya di atas pasir yang membakar, lalu mereka letakkan batu besar di atas dadanya, tapi ia tetap berkata: "Ahad... Ahad..."

Suatu kali Waraqah bin Naufal lewat di depan Bilal yang sedang disiksa dan terus mengatakan: "Ahad... Ahad..." maka Waraqah berkata: "Ahad... Ahad... demi Allah wahai Bilal."
Kemudian Waraqah menemui Umayyah bin Khalaf –Allah melaknatnya- yang sedan menyiksa Bilal. Waraqah berkata: "Aku bersumpah demi Allah, jika kalian bunuh ia dalam kondisi begini sungguh aku akan menjadikan tempat ini sebagai ratapan."

Bilal terus disiksa setiap hari dalam mempertahankan agama Allah, sampai suatu ketika Abu Bakar lewat di hadapan mereka. Ia berkata pada Umayyah: "Tidakkah engkau takut kepada Allah menyiksa orang malang ini? Sampai kapan?"
Abu Bakar melanjutkan: "Aku punya seorang budak yang hitam dan kuat serta seagama denganmu (sama-sama musyrik). Aku mau engkau tukar budak ini dengan budakku."
"Aku terima," jawab Umayyah.
"Budak itu jadi milikmu," kata Abu Bakar.           

Kemudian Abu Bakar memberikan budaknya dan mengambil Bilal sebagai gantinya, lalu dimerdekakannya Bilal karena Allah. Bersama dengan Bilal, Abu Bakar juga memerdekakan enam orang budaknya sebelum hijrah.

Begitulah datang kelapangan setelah kesempitan, dari budak menjadi merdeka dan dari kafir menjadi Islam.
Umar bin Khattab pernah berkata: "Abu Bakar adalah tuan kita yang telah memerdekakan tuan kita."

Setelah itu Bilal menjadi muazzin Rasulullah dan dialah orang pertama yang mengumandangkan azan di atas Ka'bah al-Musyarrafah di saat pembebasan kota Mekah al-Mukarramah. Bahkan dialah orang pertama yang mengumandangkan azan untuk shalat dalam sejarah Islam.