TOBAT SEORANG LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN KEMUDIAN KEDUANYA MENIKAH

Disebutkan bahwa ada seorang pria dan wanita, keduanya saling jatuh cinta. Pada saat keduanya bertemu, sang wanita mencumbui si pria. Kemudian pria itu berkata kepadanya, “Sesungguhnya ajalku bukanlah ada di tanganku, dan ajalmu bukan di tanganmu, bisa saja ajal kita datang menghampiri kita dan kita mati dalam keadaan bermaksiat kepada Allah.”
    Wanita itu menjawab, “Engkau benar.”
    Kedua orang itu pun bertobat dan kelakuan keduanya menjadi baik hingga akhirnya wanita itu menikahi pria tersebut.50
    Tidak dimungkiri lagi bahwa orang yang meninggalkan sesuatu karena Allah, Allah akan menggantinya dengan kebaikan. Pria ini takut kepada Allah dan tidak mau melakukan perbuatan keji bersama wanita itu. Allah pun menggantinya dengan dia bertobat dan kelakuannya menjadi baik. Tobat wanita itu mendapat ganjaran. Kemudian dia menikah dan mendapatkan yang halal. Tentunya lagi dia telah mendapat pahala dari Tuhannya swt. sebagai ganti dari melakukan perbuatan maksiat yang bisa menjerumuskan dia ke dalam kehancuran di dunia dan akhirat.

Sikap Mengutamakan Orang Lain atas Diri sendiri

"Dan mereka (orang-orang Anshar) itu mengutamakan (orang-orang muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu) ." (al-Hasyr: 9).
Ada yang mengatakan bahwa turunnya ayat ini berkaitan dengan seorang laki-laki dari kaum Anshar, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Hasan al-Bashri. Dia menceritakan bahwa ada seorang laki-laki pada zaman Rasulullah saw. yang berpuasa ketika datang waktu pagi. Lalu pada sore harinya, tatkala waktu buka telah tiba, dia tidak mendapatkan sepotong makanan pun kecuali air. Sehingga dia hanya berbuka dengan air tersebut. Hal itu dijalaninya sampai tiga hari. Pada hari yang ketiga, ada seorang laki-laki dari kaum Anshar yang mengetahui kondisinya itu. Maka laki-laki Anshar tersebut mengajaknya kerumahnya. Ketika sampai di rumahnya dia berkata pada istrinya, "Malam ini kita telah kedatangan tamu, apakah masih ada persediaan makanan?" Lalu istrinya menjawab, "Kita hanya punya satu porsi makanan". Padahal di rumah itu selain tamunya, ada mereka berdua yang juga baru mengerjakan puasa serta anak mereka yang masih kecil. Kemudian dengan bijak laki-laki Anshar tersebut berkata pada istrinya, "Kita akan memberikan makanan itu kepada tamu kita. Oleh karenanya, kita harus bersabar untuk tidak makan malam ini. Adapun anak kita, usahakan agar dia tidur sebelum waktu makan malam tiba. Lalu jika makanan telah siap untuk dihidangkan, matikanlah lampu supaya tamu kita itu melihat seakan-akan kita juga ikut makan bersamanya, hingga dia leluasa makan sampai kenyang".
Setelah itu, istrinya pun langsung melaksanakan apa yang dikatakan suaminya. Dia datang dengan membawa tsaridah—nama makanan sejenis bubur daging— untuk disajikan kepada sang tamu. Kemudian dia mendekati tempat lampu seakan-akan ingin memperbaikinya, lalu mematikan lampu tersebut. Adapun suaminya, meskipun tidak makan, dia pura-pura meletakkan tangannya di atas nampan makanan, agar dikira ikut makan bersama tamunya. Sedangkan tamunya, dia dipersilahkan makan sampai kenyang.
Kemudian ketika waktu subuh tiba, laki-laki Anshar tersebut mejalankan shalat subuh berjamaah bersama Rasulullah saw.. Setelah selesai shalat, Rasulullah saw. menemuinya dan berkata kepadanya, "Allah telah berfirman,

"Dan mereka (orang-orang Anshar) itu mengutamakan (orang-orang muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu)". (al-Hasyr: 9). Maksud dari firman Allah ini adalah bahwa orang-orang Anshar itu, rela memberikan apa yang mereka miliki, semisal makanan, kepada orang lain. Meskipun sebenarnya mereka juga dalam keadaan lapar. Allah juga berfirman,

"Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung". (al-Hasyr: 9).