TOBAT TUKANG POTONG HEWAN DAN KEKASIHNYA


    Bakar bin Abdullah al-Muzni berkata, “Ada seorang pemotong hewan jatuh cinta pada seorang budak wanita salah seorang tetangganya. Keluarga budak itu menyuruhnya pergi ke kampung sebelah untuk keperluan mereka. Lalu, si tukang potong hewan itu mengikutinya hingga dia menggoda wanita itu. Wanita itu berkata, ‘Jangan kamu lakukan itu, sesungguhnya aku sangat cinta kepadamu ketimbang kamu kepadaku dan sesungguhnya aku takut kepada Allah.’”
    Orang itu berkata, “Kamu takut kepada-Nya dan aku tidak takut kepada-Nya.”
    Kemudian si tukang potong hewan itu menyesali perbuatannya dan segera bertobat kepada Allah.
    Hingga pada suatu hari, si tukang potong hewan ini keluar bersama salah seorang nabi Bani Israil dan mereka mengalami kehausan. Nabi itu berkata kepadanya, “Kemarilah, kita akan berdoa kepada Allah supaya Allah melindungi kita dengan awan sehingga kita bisa sampai ke kampung itu.”
    Si tukang potong hewan itu berkata, “Aku tidak mempunyai amal saleh, berdoalah kamu dan aku akan mengamininya.” Kemudian nabi itu pun berdoa dan dia mengamininya. Mereka diteduhi oleh awan sampai akhirnya mereka tiba di kampung yang dituju. Si tukang potong hewan itu pergi ke tempatnya dan awan tadi pun mengikuti di belakangnya. Nabi Bani Israil itu berkata,  “Kamu mengklaim bahwa kamu tidak mempunyai amal saleh sama sekali, dan aku yang berdoa sementara kamu yang mengamininya. Ceritakan kepadaku apa sebetulnya yang terjadi pada dirimu.”
    Dia segera menceritakan kisahnya bersama seorang budak wanita. Nabi itu berkata, “Orang yang bertobat kepada Allah berada di sebuah tempat yang tidak bisa digapai oleh orang lain.”
    Penulis berkata, sesungguhnya orang yang bertobat menjadi kekasih Allah, dan orang yang bertobat dari dosa sama seperti orang yang tidak mempunyai dosa sama sekali, seperti yang disabdakan oleh Rasulullah saw..

TOBAT MUSA A.S.

Musa bin Imran a.s. adalah seorang nabi utusan Allah dan rasul-Nya yang diutus kepada Fir’aun Mesir dan kaumnya dan kepada Bani Israil.
    “Dan ceritakanlah (Muhammad), kisah Musa di dalam Kitab (Al-Qur’an). Dia benar-benar orang yang terpilih, seorang rasul dan nabi.” (Maryam: 51)
    Dengan takdir Allah, Musa tumbuh besar dan diasuh di tengah istana Fir’aun, walaupun saat itu Fir’aun selalu membunuh setiap bayi yang terlahir dari Bani Israil, oleh karena takut keluar dari mereka orang yang akan menghancurkan kerajaannya. Akan tetapi, kehendak Allah menentukan kelahiran Musa justru di tahun ketika Fir’aun sedang membunuh bayi-bayi Bani Israil. Kemudian bocah kecil itu dididik dan diasuh di depan mata, telinga, dan asuhan Fir’aun sendiri.
    Ketika Musa mulai beranjak dewasa dan telah menjadi seorang pemuda yang balig, Allah memberinya ilmu dan hikmah. Hingga, suatu ketika Musa yang sedang berjalan-jalan di tengah kota melihat seseorang dari warga Fir’aun dan seseorang lagi dari warga keturunannya Bani Israil sedang bertengkar. Orang Israil itu meminta tolong atas orang Mesir tersebut. Musa pun datang dan menolong orang yang dari golongannya itu melawan orang yang dari musuhnya itu. Dia memukulnya dengan tangan sehingga orang Mesir itu jatuh terkapar.
    Allah swt. berfirman, “Dan setelah dia (Musa) dewasa dan sempurna akal-nya, Kami anugerahkan kepadanya hikmah (kenabian) dan pengetahuan. Dan demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan dia (Musa) masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lengah, maka dia mendapati di dalam kota itu dua orang laki-laki sedang berkelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan yang seorang (lagi) dari pihak musuhnya (kaum Fir‘aun). Orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk (mengalahkan) orang yang dari pihak musuhnya, lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu. Dia (Musa) berkata, ‘lni adalah perbuatan setan. Sungguh, dia (setan itu) adalah musuh yang jelas menyesatkan.” Dia (Musa) berdoa, ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menzalimi diriku sendiri, maka ampunilah aku.’ Maka Dia (Allah) mengampuninya. Sungguh, Allah, Dialah Yang Maha Pengampun,
Maha Penyayang. Dia (Musa) berkata, ‘Ya Tuhanku! Demi nikmat yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, maka aku tidak akan menjadi penolong bagi orang-orang yang berdosa.’” (al-Qashash: 14-17)
    Musa a.s. menyadari bahwa dengan membunuh orang ini, berarti dia telah melakukan dosa dan bahwa perbuatan ini adalah termasuk perbuatan setan. Dia pun segera memohon ampun dan bertobat kepada Allah swt. dari apa yang telah dia perbuat. Tuhannya pun langsung menerima permohonan ampunnya. “Maka Dia (Allah) mengampuninya. Sungguh, Allah, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
    Kisahnya itu tidak hanya habis sampai di situ saja. Berikutnya ketika Musa sedang berjalan di tengah kota dengan rasa takut sambil dia mencari berita tentang terbunuh orang yang dari golongan Fir’aun, saat itu dia melihat orang yang dari keturunan Bani Israil sedang bertengkar dengan orang lain dari kelompok Fir’aun. Orang Israil itu meminta tolong kepada Musa seperti kemarin dia meminta tolong kepadanya. Musa pun berkata kepadanya, “Sesungguhnya kamu benar-benar orang sesat.”
    Pada saat itu orang Israil tersebut menyebarluaskan rahasia pembunuhan orang Mesir kelompok Fir’aun yang terjadi kemarin ketika dia melihat Musa mendatangi dirinya dan orang yang sedang bertengkar dengannya, dia mengira bahwa dia datang mau membunuhnya seraya dia berkata, “Wahai Musa, apakah kamu mau membunuh aku sebagaimana kemarin kamu telah membunuh orang, sesungguhnya kamu hanya mau menjadi orang keras dan sombong di dunia ini dan kamu tidak mau menjadi orang yang berlaku saleh.”
    Musa pun pergi meninggalkan keduanya dan meneruskan perjalanannya. Namun, berita tentang Musa telah membunuh seseorang dari kelompok Fir’aun telah menyebar di kota itu. Fir’aun pun mengeluarkan perintahnya untuk menangkap Musa. Ada seseorang dari warga Mesir mendatanginya dan menasihatinya untuk keluar dan pergi dari Mesir karena Fir’aun dan kaumnya sedang mencarinya untuk membunuhnya. Musa pun mendengar nasihatnya dan dia keluar dari Mesir dengan penuh rasa takut, sehingga dia pun sampai ke negeri Madyan seperti yang telah diketahui dalam kisah Musa a.s..  
    “Maka keluarlah dia (Musa) dari kota itu dengan rasa takut, waspada (kalau ada yang menyusul atau menangkapnya), dia berdoa, ‘Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim itu.’” (al-Qashash: 21)

6. Ya Allah, Bantulah Khabab!

Khabab bin Arats r.a. telah masuk Islam sejak awal Islam di Mekah bersama Abu Bakar ash-Shiddiq r.a., Shuhaib, Ammar dan ibunya, Sumayyah r.a. serta ayahnya, Yasir.  Dia termasuk yang banyak disiksa dalam perjuangan di jalan Allah. Ketika berbagai siksaan terhadap orang-orang lemah semakin menjadi-jadi, Khabab datang menghadap Nabi saw. yang saat itu sedang istirahat di dekat Ka’bah. Rasulullah saw. berkata kepada Khabab, “Sesungguhnya orang-orang sebelum Kalian ada yang dibenamkan ke dalam tanah lalu digergaji tubuhnya dari atas kepalanya, tetapi hal itu tidak membuatnya berpaling dari agamanya, dan ada juga yang dagingnya dikuliti dari tulangnya dengan besi panas tetapi tidak membuatnya berpaling dari agamanya. Sesungguhnya Allah swt. akan menyempurnakan agama ini hingga seorang musafir dari Shan’a ke Hadhramaut tidak akan takut kecuali kepada Allah swt. atau kepada singa terhadap kambing-kambingnya, akan tetapi Kalian terlalu terburu-buru.”
Sya’bi berkata, “Sesungguhnya Khabab senantiasa sabar, dan  dia tak pernah rela memberikan pada orang-orang kafir apa yang mereka mau. Mereka membakar punggungnya dengan batu panas sampai daging punggungnya hancur. Majikannya, Ummu Anmar, sering menyiksanya dan meletakkan besi panas, dan menggosokkannya ke kepalanya tetapi dia tetap sabar, dan imannya tetap kokoh. Ketika dia disiksa, Rasulullah saw. mendoakannya, “Ya Allah, bantulah Khabab!” Setelah itu, majikan Khabab, Ummu Anmar, ditimpa penyakit. Dia melolong seperti seekor anjing. Obat satu-satunya adalah kepalanya mesti digosok dengan api. Akhirnya, Khabab mengambil besi panas lalu digosokkannya ke kepala majikannya. Mahasuci Allah yang Mahabesar. Cukuplah Allah swt. bagi kita, dan Dialah sebaik-baik pelindung. Khabab mengikuti seluruh peperangan bersama Rasulullah saw. dan dia wafat di Kufah tahun 37 H.