TOBAT WAHSYI DARI HABASYAH

Dikisahkan oleh Ibnu Katsir bahwa namanya adalah Wahsyi Bin Harb Abu Dasmah. Dia adalah hamba sahaya Jubair bin Muth’im di Mekah. Dia terkenal pandai melempar al-harbah, yaitu nama salah satu senjata tentara perang Habasyah yang namanya dinisbatkan kepadanya.
    Ia dipanggil oleh tuannya Jubair bin Muth’im untuk turut bersamanya dalam Perang Uhud. Ia menjanjikan apabila ia dapat membunuh Hamzah bin Abdul Muththalib r.a., paman Nabi saw, ia akan memerdekakannya dan memberikan kebebasan kepadanya. Hal itu disebabkan karena paman Jubair bin Muth’im yaitu Tha’imah bin Uddi telah terbunuh pada peristiwa Perang Badar al-Kubra.
    Jubair bin Muth’im berkata kepadanya, “Keluarlah engkau bersama yang lain. Jika engkau dapat membunuh Hamzah, paman Muhammad sebagai balasan atas kematian pamanku Tha’imah bin Uddi, maka engkau bebas dan merdeka. Aku juga telah mendorong Hindun istri Abu Sufyan untuk membunuh Hamzah dan aku janjikan kepadanya hadiah.”
    Maka, keluarlah Hindun binti Utbah bersama tentara Quraisy dan ikut pula bersamanya sebagian istri-istri mereka dalam memotivasi Wahsyi apabila ia lewat di depannya seraya berkata, “Ayo maju! Abu Dasmah cari dan terus cari.”
    Membunuh Hamzah r.a. bagi Wahsyi yang hamba sahaya itu sama dengan kemerdekaan dan kebebasan dari penghambaan dan tentunya merupakan hadiah yang sangat besar. Ketika terjadi peperangan sengit antara kaum Muslimin dan kaum musyrikin dalam peristiwa Perang Uhud. Wahsyi hanya menunggu, tidak ikut dalam peperangan itu akan tetapi ia mengintai kesempatan untuk dapat menghunus tombaknya ke tubuh Hamzah demi kemerdekaannya.
    Di tengah-tengah peperangan, Hamzah pun dengan gagah berani terus memerangi orang-orang kafir. Orang-orang takut akan pedangnya dan tidak ada seorang pun yang berani menyerangnya. Di tengah-tengah peperangan antara Hamzah dan Siba’ bin Abdul ‘Uzza yang dijuluki dengan Abu Nayyar, Hamzah menghujamkan pedangnya ke tubuhnya. Dan Wahsyi memanfaatkan kesempatan ini untuk membunuh Hamzah (Singa Allah) demi kebebasannya hingga jatuhlah Hamzah menjadi syahid di medan perang.
    Lalu, kembalilah Wahsyi ke perkemahan setelah ia merdeka dan mendapatkan apa yang ia inginkan, sedangkan Hindun binti ‘Utbah memainkan sandiwaranya terhadap jasad Hamzah. Ia pun mengeluarkan hatinya lalu dikunyah dan disemburkannya dan ia pun memberikan seluruh perhiasan yang ia miliki kepada Wahsyi.
    Tinggallah Wahsyi di Mekah dalam keadaan bebas merdeka hingga sampai hari Fathu Mekah. Ia pun melarikan diri dari sana ketika tentara kaum Muslimin yang dipimpin oleh Rasulullah saw. masuk, karena takut pembalasan atas apa yang telah ia perbuat dengan membunuh Hamzah r.a..
    Wahsyi melarikan diri ke Thaif, ketika keluarganya masuk Islam. Wahsyi berpikir untuk melarikan diri ke Syam atau Yaman. Ketika ia duduk sedih sambil merenungkan cara melarikan diri, datanglah kepadanya seorang laki-laki dan ia berkata kepadanya, “Celaka kamu, demi Allah, dia tidak akan membunuh seseorang yang masuk agamanya dan mengucapkan syahadat dengan benar.”
    Yang laki-laki itu maksudkan adalah Rasulullah saw.. Ketika ia mengatakan itu kepadanya, tenanglah hati Wahsyi, lalu pergilah ia menemui Rasulullah, seraya bertobat dan masuk Islam di Madinah kemudian ia mengucapkan syahadat dengan penuh keyakinan, “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya.” Pada saat Nabi melihatnya, beliau pun berkata kepadanya, “Apakah engkau yang bernama Wahsyi?”
    Ia menjawab, “Benar, wahai Rasulullah.”
    Rasulullah berkata kepadanya, “Duduklah dan ceritakan kepadaku bagaimana engkau membunuh Hamzah.”
    Lalu Wahsyi bercerita kepada Nabi tentang apa yang terjadi di Perang Uhud. Ketika ia telah menyelesaikan ceritanya, Rasulullah saw. berkata, “Celaka kamu, enyahlah engkau dari hadapanku dan jangan perlihatkan lagi wajahmu di depanku.” Nabi pun memaafkannya dengan syarat beliau tidak mau melihatnya di hadapan beliau.
    Begitulah keadaan Wahsyi sampai Rasulullah saw. wafat. Kemudian ia ikut serta dalam peperangan Yamamah. Dengan senjata tombaknya ia dapat membunuh Musailamah al-Kadzdzab yaitu orang yang mengaku sebagai nabi pada peristiwa al-Hudaiqah.
    Di tangannya telah gugur orang terbaik yaitu Hamzah dan di tangannya pula sebab mengapa ia dapat membunuh orang yang paling jahat, yaitu Musailamah al-Kadzdzab.

TOLONGLAH DOSAKU... TOLONGLAH DOSAKU...

Al-Hakim meriwayatkan dari Muhammad bin Abdillah bin Muhammad bin Jabir bin Abdillah dari ayahnya dari kakeknya r.a. berkata, “Ada seseorang yang datang kepada Rasulullah saw. seraya berteriak, ‘Tolonglah dosaku... tolonglah dosaku...!!’
    Dia meneriakkan kata-katanya ini dua atau tiga kali, Rasulullah saw berkata kepadanya, ‘Katakanlah, ya Allah ampunan-Mu lebih luas daripada dosa-dosaku, rahmat dan kasih sayang-Mu lebih aku harapkan daripada amal perbuatanku.’
    Kemudian beliau berkata, ‘Kembalilah.’ Maka orang itu kembali, kemudian berkata, ‘Berdirilah, sesungguhnya Allah telah mengampunimu.’32
    Begitulah, Rasulullah saw. telah mengisyaratkan bahwa meminta maaf dan ampun kepada Allah tidak perlu seorang hamba harus meratap dan berteriak-teriak, melainkan cukup dia memohon dan berdoa kepada Tuhannya meminta magfirah, rahmat, serta ampunan seperti yang disebutkan dalam hadits Rasulullah saw.. Bacaan istigfar dan tobat itu banyak bentuknya. Dan yang terpenting dalam hal ini adalah kejujuran bersama Allah swt..

Budak Wanita yang Salehah

Hasan bin Shalih bin Hay rahimahullah menceritakan bahwa dia pernah menjual seorang budak wanita. Ketika sudah berada di tangan pembelinya, budak itu selalu melaksanakan qiyamullail dan membangunkan orang-orang di sekitarnya untuk juga melaksanakan qiyamullail. Dia akan berteriak, “Shalat...shalat....”
Orang-orang bertanya, “Apakah fajar sudah terbit?”
Dia berkata, “Belum, belum terbit, tetapi apakah kalian tidak shalat, kecuali yang wajib saja?”
“Ya, kami tidak shalat kecuali yang wajib saja,” jawab mereka.
Akhirnya, dia kembali kepada tuannya yang dulu, Hasan bin Shalih. Dia berkata kepada tuannya, “Tuanku, kau telah menjualku kepada kaum yang buruk. Mereka tidak shalat kecuali yang wajib saja. Biarkan aku kembali kepadamu.” Akhirnya, Hasan menerimanya kembali.