TOBAT PENYAMUN IBNU IYYADH DAN ANAKNYA

    Ali bin Khasyram berkata, “Ada seseorang salah satu tetangganya yang bernama al-Fudhail bin Iyadh bercerita kepadaku, ‘Al-Fudhail sering menyamun sendiri. Pada suatu hari dia keluar untuk menyamun. Dalam aksinya tersebut, dia langsung saja dia menemukan satu kafilah yang telah memasuki kawasannya.’”
    Salah satu dari rombongan kafilah tersebut berkata kepada yang lainnya,  “Luruskan dan berhati-hatilah masuk ke desa itu, karena di depan kita ada seorang yang sering menyamun yang bernama al-Fudhail.”
    Al-Fudhail mendengar kata-kata mereka hingga membuatnya tersentak dan berkata kepada mereka, “Wahai kaum, aku ini adalah al-Fudhail, melintaslah kalian. Demi Allah, aku sedang berusaha untuk tidak akan lagi melakukan maksiat kepada Allah.”
    Ada yang bercerita bahwa pada malam itu dia menambahkan mereka dengan kata-katanya, “Kalian semua aman dari al-Fudhail.” Dia pun keluar menyiapkan makanan binatang mereka, kemudian dia kembali lagi. Namun, tiba-tiba dia mendengar seseorang yang membaca ayat Al-Qur’an, “Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk secara khusyu mengingat Allah….” (al-Hadid: 16)
    Al-Fudhail menjawab, “Demi Allah itu benar.”
    Ini menjadi pertanda awal tobatnya untuk selanjutnya dia memulai menuntut ilmu dan memperbanyak ibadah sampai akhirnya dia menjadi seorang ulama43 besar dan seorang fuqaha, semoga Allah merahmatinya.
    Dan anaknya yang bernama Ali ibnul Fudhail adalah salah seorang yang paling tekun dan khusyu beribadah pada zamannya, dia senantiasa bertobat kepada Allah dan sangat takut kepada-Nya. Pada suatu hari, dia shalat di belakang ayahnya dan saat itu al-Fudhail tidak mengerti sama sekali tentang dirinya. Al-Fudhail membaca firman Allah swt., “Mereka berkata, ‘Ya Tuhan kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami, dan kami adalah orang-orang yang sesat.’” (al-Mu`minuun : 106)
    Langsung saja sang anak pingsan. Ketika al-Fudhail mengetahui hal itu, dia segera membatalkan shalatnya dan membawa anaknya itu kepada istrinya, dia berkata, “Sadarkanlah.” Sang ibu kemudian segera menyipratkan air ke mukanya dan anak itu langsung sadar. Sang ibu berkata kepada al-Fudhail,  “Ayah mau membunuh anak ini?!!”
    Dan pada hari lain, sang anak shalat di belakang ayahnya, namun sang ayah tidak mengetahuinya. Ketika itu sang ayah membaca ayat Al-Qur’an, “... Dan jelaslah bagi mereka azab dari Allah yang dahulu tidak pernah mereka perkirakan.” (az-Zumar : 47)
    Sang anak saat itu langsung tergeletak tak bernyawa. Sang ayah pun membatalkan shalatnya dan segera membawa anaknya itu kepada ibunya. Dia menganggap bahwa anaknya itu hanyalah pingsan saja. Sang ibu kemudian datang dengan menyipratkan air ke wajahnya, namun sang anak memang sudah mati. Semoga Allah merahmati dia dan merahmati ayahnya.
    Penulis katakan bahwa sesungguhnya itu adalah takut kepada Allah yang telah dilakukan oleh sang ayah dan sang anak. Tentunya juga dapat dilakukan oleh orang-orang mukmin yang shadiqin, yaitu mereka yang apabila mendengar ayat-ayat Al-Qur’an dibacakan, kulit mereka merinding karena takut kepada Allah swt., mata mereka dibanjiri dengan air mata untuk mengharap ampunan dan maghfirah-Nya, karena hanya Allah semata yang mengampuni dosa. Sesungguhnya Allah adalah Tuhan yang patut kita patuhi perintah dan larangan-Nya, serta Tuhan yang berhak memberi ampunan.