TOBAT ABU LUBABAH BIN ABDUL MUNDZIR

Abu Lubabah bin Abdil Mundzir al-Anshari adalah seorang dari kabilah al-Aus di Madinah al-Munawwarah. Orang-orang Yahudi Bani Quraidzah adalah sekutu mereka. Ketika mereka mengingkari janji kepada Rasulullah saw. dalam perang Khandaq dan mereka secara terang-terangan memerangi Rasulullah, Allah swt. memerintahkan Rasul-Nya untuk memerangi mereka setelah Allah mengalahkan tentara-tentara perang Ahzab.
    Bergegaslah Nabi saw. dan kaum Muslimin menuju mereka dan mengepung mereka. Setelah pengepungan atas mereka, mereka pun meminta Rasulullah saw. untuk mengirim sekutunya yang bernama Abu Lubabah bin Abdul Mundzir untuk dapat ikut bermusyawarah dengan mereka. Kemudian Rasulullah pun mengirim dia pada mereka.
    Ketika Abu Lubabah masuk ke dalam benteng mereka, para lelaki berdiri, kaum wanita dan anak-anak menangis meraung-raung di hadapannya. Mendengarnya terenyuhlah hatinya, mereka pun berkata, “Wahai Abu Lubabah, apakah engkau berpendapat bahwa kita akan dijatuhi hukuman oleh Muhammad?”
    Ia pun mengisyaratkan tangannya di lehernya, yakni bahwa hukuman Rasulullah saw. untuk mereka adalah sembelih dan bunuh. Abu Lubabah pun merasa bersalah, dan dia merasa telah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya. Dia pun sangat menyesal sampai-sampai ia berkata, “Demi Allah, semasih kedua kakiku pada tempatnya hingga aku tahu bahwa aku telah khianat kepada Allah dan Rasul-Nya.”
    Abu Lubabah pun segera pergi. Dia tidak pergi menemui Rasulullah saw, melainkan langsung pergi ke Masjid Nabawi lalu dia mengikat dirinya di salah satu tiang masjid, seraya berkata, “Aku tidak akan meninggalkan tempatku ini hingga Allah mengampuniku atas apa yang telah aku lakukan.”
    Abu Lubabah terus terikat di masjid selama enam hari. Istrinya datang di setiap waktu shalat. Ia membuka ikatannya hingga dia dapat berwudhu dan shalat kemudian diikat lagi. Setelah enam malam, turunlah firman Allah swt., “Dan (ada pula) orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampuradukkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk. Mudah-mudahan Allah menerima tobat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (at-Taubah: 102)
    Ayat tersebut turun dengan kabar ampunan Allah untuk Abu Lubabah di penghujung malam. Ketika itu Rasulullah saw. sedang berada di rumah Ummul Mukminin Ummu Salamah r.a.. Ia pun meminta izin pada Nabi untuk memberi kabar gembira pada Abu Lubabah dengan tobat dan ampunan dari Allah swt. untuknya. Nabi pun mengizinkannya dan keluarlah ia memberi kabar gembira. Setelah itu datanglah kaum Muslimin dengan gembira atas ampunan Allah untuknya. Mereka ingin membukakan ikatannya akan tetapi dia tidak mau. Ia pun berkata, “Tidak ada seorang pun yang akan membuka ikatanku ini kecuali Rasulullah saw..”
    Ketika Rasulullah keluar untuk shalat subuh, beliau pun membukakan ikatannya.

Saya Berjalan dan Kamu Menunggang

Ketika Ibrahim bin Adham pergi menuju Baitullah al-Haram, dia berjumpa dengan seorang Arab badui yang sedang menunggang unta. Arab badui itu bertanya kepada Ibrahim, “Hendak ke mana, wahai Tuan?”
“Ke Baitullah al-Haram,” jawab Ibrahim.
Arab badui tersebut berkata penuh heran, “Anda seperti orang gila saja, aku tidak melihatmu memiliki kendaraan atau pun bekal untuk melakukan sebuah perjalanan jauh.”
“Aku memiliki kendaraan, namun kau tidak melihatnya,” kata Ibrahim.
“Mana tungganganmu?”
“Apabila datang sebuah musibah, maka aku akan menunggangi kendaraan sabar, apabila datang sebuah nikmat, maka aku akan menunggangi kendaraan syukur, apabila datang qadha (ketentuan Allah), maka aku akan menunggangi kendaraan ridha, dan apabila nafsuku mengajak kepada sesuatu, maka aku tahu bahwa umurku yang tersisa lebih sedikit dari yang telah berlalu.”
Akhirnya, Arab badui tersebut berkata, “Teruskanlah perjalananmu dengan izin Allah. Sesungguhnya engkaulah penunggang (yang memiliki kendaraan) sesungguhnya, sementara aku hanyalah pejalan kaki (pada hakikatnya).”