Keringat Tanda Husnul Khatimah

Muhammad ibnu Abi Hatim bercerita, "Aku mendengar bahwa Abu Manshur Ghalib ibnu Jibril telah didatangi oleh Abu Abdillah Bukhari, dan ia berkisah bahwa Imam Bukhari telah menginap di rumahnya beberapa hari, ketika itu ia sedang sakit dan bertambah parah sakitnya sehingga dikirim utusan ke kota Samarkand untuk mengeluarkan Muhammad.

Ketika Imam Bukhari setuju, ia pun bersiap-siap untuk pergi, lalu beliau memakai sepatu boot (Khuf) dan jubahnya. Kemudian, ketika ia telah berjalan sebanyak dua puluh langkah dan aku sendiri tengah memegang lengannya dan ada seseorang lainnya memegang lengan lainnya untuk menuntun Imam ke tunggangannya, tiba-tiba beliau berkata, "bantulah aku untuk pergi!" padahal saat itu beliau masih lemah, kemudian Imam Bukhari berdoa, tetapi tidak lama kemudian ia gemetar dan meninggal, dan ada keringat yang mengucur seperti sesuatu yang tidak bisa dilukiskan. Keringat itu tidak mau berhenti sampai-sampai kami bersihkan dengan bajunya.

Kemudian, aku teringat dengan wasiat yang dikatakannya untuk mengkafaninya dengan tiga kain putih yang tidak berbentuk baju dan jubah. Kami lantas memenuhi wasiatnya itu. Selanjutnya, tatkala kami telah menguburkan Imam, tersebar semerbak bau minyak wangi yang lebih wangi dari minyak misk dari arah kuburannya dan itu tetap berlangsung selama beberapa hari. Tampak pula pagar putih di langit yang terbentang mulai dari ujung kuburannya sehingga orang-orang heran dan berselisih pendapat. Adapun tanah kuburannya, orang-orang telah meninggikan kuburannya sampai tampak kuburannya itu dan kami pun tidak mampu lagi untuk menjaga kuburannya.

Akhirnya, kami membuat pagar kayu yang lebat agar tidak ada seorangpun mampu menjamah kuburannya sedang kuburannya sendiri telah ditinggikan dari tanah. Dengan begitu, tidak ada orang yang bisa mencapai kuburannya. Adapun bau wangi tetap ada selama beberapa hari lamanya sampai tersebar kabarnya ke seluruh penduduk negeri. Para penduduk terheran-heran mendengarnya hingga para lawan Imam menampakkan diri meskipun Imam Bukhari telah wafat. Beberapa diantaranya menziarahi kuburan Imam dan meminta maaf dengan menyesal karena mereka telah berani menghinanya."

Seorang Penduduk Riyasy

Ali ibnu Umayyah menceritakan, "tatkala kaum negro menyerang kota Basrah, mereka membunuh para penduduk yang tinggal di kota itu. Bencana itu terjadi pada bulan Syawal tahun ketujuh. Dikisahkan, kaum negro itu memasuki sebuah masjid di daerah Riyasy dengan mengusung pedang, sedangkan pada waktu itu ada seorang penduduk Riyasy yang sedang shalat Dhuha, lantas kaum negro itu memukulnya dengan pedang seraya berkata, "berikan uang!" penduduk itu menjawab, "uang apa? Uang apa?" sampai meninggal."

Kemudian, tatkala kaum negro telah keluar dari kota Basrah, kami mengunjungi kota itu dan melewati daerah bani Mazin penggiling tepung, disitulah juga daerah tempat tinggal penduduk Riyasy tadi. Lantas kami memasuki masjidnya dan kami temukan lelaki Riyasy itu tengah tersungkur seakan-akan menghadap kiblat, sorbannya telah rusak karena tertiup angin, tetapi seluruh anggota tubuhnya masih utuh kecuali perut yang telah mengempes, tidak ada yang berubah sedikitpun dari tubuhnya kecuali kulitnya telah menempel dengan tulang dan mengering, padahal saat kami mengunjunginya telah berlalu dua tahun dari peristiwa pembunuhan tersebut."

Meninggalnya Hamba yang Zuhud dan Saleh

Setelah kita menyimak cerita di atas, lantas bagaimanakah kisah selanjutnya yang terjadi pada orang yang menjual dunianya demi akhiratnya berikut ini?

Disebutkan, "Ibrahim ibnu Adham meninggal di salah satu pulau yang terletak di laut Mediterania untuk sebuah tugas perang. Pada malam sebelum meninggal, beliau pergi ke kamar kecil sebanyak dua puluh kali. Dia juga selalu memperbaharui wudhunya ketika setiap selesai berhajat karena ketika itu ia sedang menderita sakit perut; apabila seseorang meninggal karena sakit perut maka ia mati syahid. Kemudian, ketika sedang sakaratul maut, Ibrahim berkata, "berikan aku panah!," para sahabatnya lantas memberikan Ibrahim panah, kemudian ia memegang panah tersebut tetapi kemudian meninggal sedang ia ingin melemparkan panah itu ke pihak musuh. Semoga Allah merahmati dan memuliakan kedudukannya.

Dengan begitu, ia meninggal dengan syahid karena sakit perut dan sedang bertugas perang bersama para tentara lainnya untuk berjuang di jalan Allah. Allah swt. merahmati hamba saleh ini yang telah menyiapkan kematiannya dengan sebaik-baiknya maka ketika kematian menjemputnya ia pun menyambutnya dengan hati gembira karena ingin bertemu dengan Tuhannya.

Bersiap-siaplah, lalu Pergi dengan Mulia

Buku-buku sejarah banyak memuat kisah-kisah para ahli zuhud dan orang-orang saleh. Adapun sebagai seorang mukmin sejati, tentunya dia akan berusaha untuk menapak tilas sejarah kehidupan para ahli zuhud dan orang-orang saleh tersebut dengan tujuan semoga mencapai derajat seperti mereka.

Awalnya, penulis hanya ingin menyebutkan cerita husnul khatimah Ibrahim ibnu Adham saja, akan tetapi itu tidak adil karena sejarah orang saleh ini penuh dengan nasehat dan tuntunan hidup. Sebab itu, penulis akan salah bila tidak menyampaikan juga beberapa cerita lainnya sehingga dapat dinikmati bersama. Dengan harapan, kita dapat mengamalkan cerita-cerita tersebut dan sebagai bekal untuk bertemu dengan Allah swt..

Ibrahim ibnu Adham adalah seorang hamba yang saleh, zuhud dan terpercaya. Ia juga anak seorang raja di daerah Khurasan, tetapi ia lebih senang berburu. Dikisahkan, "suatu hari aku keluar untuk berburu, lalu kudapati serigala. Tetapi, tiba-tiba saja ada suara berteriak bersumber dari pelana depan kudaku seraya berkata, "bukan untuk ini aku diciptakan, dan bukan untuk ini pula aku diperintahkan."

Lalu Ibrahim melanjutkan ceritanya, "lalu aku berhenti, seraya berkata, "aku berhenti, aku berhenti, peringatan dari Tuhan semesta alam telah datang kepadaku. Aku lantas pulang ke rumah, dan aku tinggalkan kudaku begitu saja. Kemudian aku mendatangi penasehat ayahku dan meminta darinya jubah dan sorban yang ditukar dengan bajuku. Selanjutnya, aku bertolak ke Irak dan tinggal di sana beberapa waktu, tetapi aku masih tetap tidak mengetahui tentang hukum halal maka aku memberanikan diri untuk bertanya kepada beberapa syekh tentang hukum halal. Lalu Syekh itu menyuruhku untuk pergi ke negeri Syam."

Hamba saleh ini terus berusaha mencari ilmu hingga diterima oleh Allah sampai akhirnya ia memiliki keyakinan yang kuat. Penulis juga berharap keyakinan tersebut dimiliki pula oleh kita semua meskipun penulis tidak berniat untuk menilai derajat seseorang dihadapan Allah. Keyakinan itu adalah tawakal dan ikhlas dalam pekerjaan.

Saudaraku, ketahuilah bahwa ikhlas dalam perbuatan dan niat mendekatkan diri kepada Allah dengan niat ikhlas dan tawakal akan menanamkan dalam hati sebuah cahaya yang tidak dapat dirasakan kecuali oleh pemiliknya. Sedangkan keberlangsungan keberadaan cahaya tersebut hanya diperoleh dengan ikhlas dan tawakal dalam pengawasan Allah.
Marilah kita simak bersama dua cerita tentang gaya hidup para ahli tawakal dan ikhlas.

Suatu hari, ketika Ibrahim ibnu Adham naik sebuah perahu, tiba-tiba datang ombak besar dari segala penjuru, lalu Ibrahim menutupi kepalanya dengan sorban sambil gemetar, sedangkan para teman-temannya yang lain di perahu itu tengah sibuk dengan berteriak dan berdoa. Mereka pun membangunkannya seraya bertanya, "apakah kamu tidak sadar kita sedang susah?" Ibrahim menjawab, "kalian susah bukan karena ombak, tetapi kalian butuh akan bantuan manusia," kemudian ia lanjut berkata, "Ya Allah, engkau tunjukkan kepada kami kekuasaan-Mu maka tunjukkan pula ampunan-Mu." Seketika itu juga laut kembali tenang seakan-akan tidak terjadi apa-apa.

Hudzaifah al-Mar'asy bercerita, "suatu hari, aku dan Ibrahim bernaung di sebuah masjid yang telah hancur di Kufah. Kita tinggal di masjid itu beberapa hari tanpa makan apapun, lalu Ibrahim bertanya kepadaku, "apakah kamu lapar?"

Tentu saja aku jawab, "iya"

Kemudian Ibrahim mengambil selembar kertas lalu menulisnya dengan kalimat dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Engkaulah harapan dalam segala keadaan dan tempat tujuan pada setiap doa.

Aku memuji, berzikir, bersyukur
Aku lapar, merugi, dan telanjang
Itulah enam keadaan, setengahnya telah aku penuhi
Maka penuhilah setengah lainnya wahai Maha Pencipta
Bila ada pujianku yang ditujukan kepada yang lainnya, biarlah aku tercebur ke dalam api neraka yang menyala
Balaslah hamba-Mu ini untuk masuk neraka

Kemudian Ibrahim berkata kepadaku, "keluarlah dengan membawa kertas ini dan jangan kamu gantungkan hatimu selain kepada Allah swt., lalu berikan kertas ini kepada orang pertama yang kamu temui." Lantas aku keluar dan bertemu dengan seorang laki-laki yang sedang berada di atas keledainya. Aku pun memberikan kertas yang telah kubawa itu kepadanya. Ketika laki-laki itu membacanya, ia menangis dan memberikanku enam ratus dinar, lalu pergi."

Selanjutnya, aku bertanya kepada orang-orang, "siapakah laki-laki yang berada di keledai tadi?"

Mereka menjawab, "dia seorang nasrani." Lalu aku segera mendatangi Ibrahim dan kukabarkan tentang hal tersebut. Tetapi Ibrahim malah berkata, "sekarang ia akan datang dan masuk Islam." Tidak lama kemudian, laki-laki di atas keledai itu datang lagi dan mendekati Ibrahim lalu menyatakan masuk Islam.

Saudaraku, tidakkah kamu menyimak betapa besar kadar keyakinan yang tertanam dalam hati hamba saleh ini dan bagaimana ia tidak gentar sedikitpun ketika datangnya musibah dan bencana. Semua itu hanya dapat dicapai ketika hati telah penuh dengan cahaya iman dan ikhlas dalam perbuatan, tawakal untuk hidup dalam pengawasan-Nya, dan melepaskan dunia dengan berbuat amal saleh. Ibrahim ibnu Adham bersyair:

Menurutku, dosa dapat mematikan hati
Dan mewariskan kehinaan yang mencandukannya
Sedang meninggalkan dosa dapat menghidupkan hati
Dan kebaikan bagi dirimu bila melanggar dosa
Tiada kerusakan agama kecuali disebabkan oleh ulah para raja
Pendeta-pendeta dan rahib sesat
Mereka menjual diri mereka tetapi tidak beruntung
Meskipun dagangannya tidak mahal
Sesungguhnya mereka telah terjatuh dalam bangkai
Hanya orang yang memiliki hati yang dapat mencium bau busuknya

Ibrahim juga berkata, "sifat wara' dapat diperoleh ketika kita dapat menanamkan semua akhlak baik dalam hati, dan menyibukkan diri dari aib orang dengan dosa sendiri. Kita juga harus berkata-kata baik pada hati yang hina karena Allah yang Maha Mulia memikirkan dosa yang telah kita lakukan. Juga, bertobatlah kepada Tuhan, maka semua itu dapat menumbuhkan sifat wara' dalam hati dan hilangkanlah juga rasa tamak kecuali kepada Tuhan."

Kisah Beberapa Orang yang Mendapatkan Husnul Khatimah

Mari kita simak bersama beberapa tanda husnul khatimah pada beberapa orang sesaat sebelum mereka meninggal tanpa niat untuk membandingkan kemuliaan mereka di sisi Allah.

Yunus ibnu Muhammad bercerita, "Hamad ibnu Salamah meninggal ketika ia sedang menunaikan shalat di masjid." Diceritakan juga bahwa Zakariya ibnu 'Adiy ketika sedang sakaratul maut, ia berkata, "Allah, aku sangat rindu denganmu."

Saraj juga bercerita, "Aku mendengar Khalaf ibnu Salim bercerita setelah membunuh Ibnu Nasr, ketika ia ditanya, "apakah kamu tidak mendengar orang-orang berkata, "bahwa kepala Ahmad ibnu Nasr sedang membaca?" Khalaf menjawab, "kepalaku juga sedang membaca," dalam riwayat lain, "ia melihatnya di dalam tidur," khalaf ditanya kembali, "apa yang Allah akan lakukan padamu?"

Khalaf menjawab, "ketika aku sedang tertidur, aku bertemu dengan Allah dan Allah mentertawaiku," diriwayatkan juga bahwa Allah berkata kepadanya, "Aku juga marah kepada Ibnu Nasr maka Allah pun memperbolehkan Khalaf untuk melihat wajah-Nya."

Pada cerita yang lain, yaitu kisah 'Amad al-Muqaddas, "ketika ia didatangi kematian, ia berkata, "Wahai Zat yang Maha Hidup dan Segar, tiada tuhan kecuali Engkau, dengan rahmat-Mu aku meminta perlindungan," lalu ia menghadap kiblat dan bertasyahhud kemudian meninggal."

Kisah Beberapa Orang yang Mendapatkan Husnul Khatimah

Mari kita simak bersama beberapa tanda husnul khatimah pada beberapa orang sesaat sebelum mereka meninggal tanpa niat untuk membandingkan kemuliaan mereka di sisi Allah.

Yunus ibnu Muhammad bercerita, "Hamad ibnu Salamah meninggal ketika ia sedang menunaikan shalat di masjid." Diceritakan juga bahwa Zakariya ibnu 'Adiy ketika sedang sakaratul maut, ia berkata, "Allah, aku sangat rindu denganmu."

Saraj juga bercerita, "Aku mendengar Khalaf ibnu Salim bercerita setelah membunuh Ibnu Nasr, ketika ia ditanya, "apakah kamu tidak mendengar orang-orang berkata, "bahwa kepala Ahmad ibnu Nasr sedang membaca?" Khalaf menjawab, "kepalaku juga sedang membaca," dalam riwayat lain, "ia melihatnya di dalam tidur," khalaf ditanya kembali, "apa yang Allah akan lakukan padamu?"

Khalaf menjawab, "ketika aku sedang tertidur, aku bertemu dengan Allah dan Allah mentertawaiku," diriwayatkan juga bahwa Allah berkata kepadanya, "Aku juga marah kepada Ibnu Nasr maka Allah pun memperbolehkan Khalaf untuk melihat wajah-Nya."

Pada cerita yang lain, yaitu kisah 'Amad al-Muqaddas, "ketika ia didatangi kematian, ia berkata, "Wahai Zat yang Maha Hidup dan Segar, tiada tuhan kecuali Engkau, dengan rahmat-Mu aku meminta perlindungan," lalu ia menghadap kiblat dan bertasyahhud kemudian meninggal."

Meninggalnya Sang Khalifah yang Adil

Marilah kita simak bersama cerita meninggalnya khalifah yang adil Umar ibnu Abdul Aziz r.a. di bawah ini. Adapun cerita ini dinukil dari kitab al-Bidaayah wan nihaayah karangan Ibnu Kastir. Dalam kisah berikut, kita juga dapat melihat bersama bagaimana beliau memimpin pemerintahannya dengan adil setelah dipimpin dengan kekejaman dan ketidak-adilan oleh para pemimpin sebelumnya.

Ibnu Katsir menceritakan, sebagai berikut.

"Khalifah Umar ibnu Abdul Aziz meninggal disebabkan oleh racun yang diberikan oleh salah satu budaknya di dalam makanan atau minumannya dengan imbalan seribu dinar. Karena itu, setelah meminum racun tersebut beliau pun sakit dan setelah diperiksa baru dinyatakan bahwa beliau terkena racun. Kemudian khalifah berkata, "aku ingat hari dimana aku meminum racun tersebut," lantas beliau pun memanggil budaknya yang telah berbuat nista tersebut, seraya berkata, "celakalah kamu, kenapa kamu sampai berani berbuat demikian?" sang budak segera menjawab, "demi seribu dinar yang dijanjikan kepadaku, wahai khalifah" khalifah lanjut berkata, "mana uang itu? berikan, dan taruhlah di baitulmal," beliau melanjutkan kembali, "pergilah kamu agar tidak ada orang yang melihat kamu sehingga kamu tidak celaka." Dengan rasa menyesal, budak tersebut meminta khalifah untuk mengobati dirinya, tetapi khalifah malah berkata, "demi Allah, andai saja kesembuhanku itu harus kutebus dengan sepotong telingaku atau mendatangi dokter maka niscaya aku tidak akan melakukannya."

Budak itu menimpali, "Anda memiliki 12 orang anak. Apakah anda tidak mau memberi wasiat kepada mereka, karena mereka semua orang-orang yang tidak punya?" khalifah dengan tegas menjawab seraya membaca ayat Al-Qur’an yang berbunyi, "Sesungguhnya, pelindungku adalah yang telah menurunkan Al-Kitab (Al-Qur'an) dan Dia melindungi orang-orang yang saleh." (al-A’raaf :196).

"Demi Allah, aku tidak akan memberikan hak orang lain kepada anak-anakku karena mereka sendiri antara dua pribadi; orang yang saleh maka Allah akan menjadi wali orang-orang saleh, ataupun orang yang tidak saleh maka aku tidak akan mau menbantu kefasikan mereka." Dalam versi lain, "aku tidak perduli mereka akan jatuh di jurang mana saja." Versi lain lagi, "apakah aku harus berpesan tentang sesuatu yang dapat membantu mereka untuk bermaksiat kepada Allah maka aku akan dicatat bersekongkol dengan mereka atas apa yang mereka lakukan setelah aku meninggal nanti. Sungguh aku tidak akan melakukan itu." Lalu khalifah memanggil anak-anaknya dengan berpesan dan berwasiat kepada mereka seperti ucapan diatas.

Khalifah lanjut berpesan, "pergilah kalian, semoga Allah menjaga kalian dan berbuatlah yang terbaik pada pemerintahan kalian!"

Ibnu Katsir lanjut bercerita, "kami melihat setelah kejadian tersebut bahwa anak-anak khalifah Umar ibnu Abdul Aziz semuanya membawa 80 kuda untuk berperang di jalan Allah, sedangkan beberapa anak Sulaiman Abdul Malik, meskipun ia banyak meninggalkan harta untuk mereka, tetap meminta-minta kepada anak-anak Umar ibnu Abdul Aziz. Hal itu disebabkan karena Umar dan seluruh anaknya berjuang di jalan Allah, sedang Sulaiman dan para khalifah lainnya memberikan anak-anak mereka harta lalu dihambur-hamburkan semua harta tersebut sampai habis demi melampiaskan nafsu mereka saja."

Ya'qub ibnu Sufyan berkata, "Abu Nu'man meriwayatkan dari Hamad ibnu Zaid dan Ayub, ia berkata, "Umar ibnu Abdul Aziz ditanya, "Wahai Amirul Mu'minin, jika saja anda mau pergi ke Madinah, lalu Allah mencabut nyawa anda, niscaya anda akan dikuburkan bersama Rasulullah saw., Abu Bakar, dan Umar."

Khalifah dengan tukas menjawab, "Demi Allah, aku rela disiksa dengan siksaan apa saja kecuali api neraka dan aku akan tetap sabar untuk itu. Aku juga sangat senang bila aku mendapatkan kehormatan untuk dikubur disana."

Para sahabatnya bercerita, "sakitnya khalifah berupa hilangnya pendengaran sejak dari daerah Hamsh sudah berjalan selama 20 hari. Kemudian, tatkala sakaratul maut datang, sang khalifah berkata, "temanilah aku," maka para sahabatnya menemaninya.

Khalifah lanjut berkata, "wahai Tuhanku, akulah orang yang Engkau titahkan tetapi aku tidak mampu dan Engkau larang tetapi aku bermaksiat," beliau mengulanginya sebanyak tiga kali, kemudian berkata lagi, "akan tetapi aku bersaksi bahwa tiada tuhan kecuali Allah." Kemudian khalifah mengangkat kepalanya dan mulai menatap, para sahabatnya bertanya, "wahai Amirul Mu'minin, kenapa engkau menatap dengan serius!"

Beliau menjawab, "Aku sedang melihat kedatangan sesuatu yang bukan dari golongan jin ataupun manusia," tidak lama kemudian beliau pun meninggal.

Dalam versi lain diceritakan, khalifah berkata kepada keluarganya, "keluarlah kalian!" maka mereka pun keluar. Lalu Maslamah ibnu Abdul Malik dan saudara perempuannya Fatimah duduk di pintu kamar, mereka mendengarkan khalifah berkata, "selamat datang wajah-wajah yang bukan dari golongan jin ataupun manusia," kemudian khalifah membaca ayat, "Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa." (al-Qashash:83).

Tidak lama kemudian suasana kembali tenang maka para keluarga segera masuk ke dalam kamar dan mendapatkan khalifah sudah terpejam dengan menghadap kiblat dan meninggal.

Al-Mughirah ibnu Hakim bercerita, "aku berkata kepada Fatimah ibnu Abdul Malik bahwa aku mendengar Umar ibnu Abdul Aziz berdoa tatkala ia sedang sakit, "Ya Allah, mudahkanlah untuk mereka urusanku walau sesaat saja!"

Lalu Fatimah menjawab, "aku bertanya kepada khalifah, "apakah aku harus keluar? Padahal anda belum tidur?"

Aku pun keluar dan mendengar khalifah membaca ayat, "Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa." (al-Qashash: 83) dengan berkali-kali." Kemudian, aku berkeliling di luar kamar sampai lama hingga tidak mendengarnya lagi berbicara, lalu aku berkata kepada Wasif, "celaka!"

"aku menunggu lalu masuk sambil berteriak maka ketika aku masuk kudapati khalifah telah meninggal dengan menghadap kiblat dan meletakkan salah satu tangannya di mulut dan yang lainnya di kedua matanya."

Dimandikan oleh Malaikat

Hanzhalah ibnu Abu Amir al-Anshariy, seseorang yang dimandikan oleh para malaikat. Sebabnya adalah ketika Hanzhalah mendengar panggilan jihad, ia cepat-cepat menjawab seruan itu meski tidak langsung terbunuh ia tidak merintih, oh…oh…karena badannya penuh dengan panah. Karena itu, ia termasuk orang yang dirahmati oleh Allah swt.

Hanzhalah telah menang dan beruntung. Marilah kita simak kisahnya dengan harapan dapat membangkitkan gairah kita agar bersegera dalam kebaikan dan tidak bermalas-malasan seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang lemah imannya.

Dimuat dalam kitab Hilyah, "Hanzhalah bertempur dengan Abu Sufyan ibnu Harb pada perang Badr dan waktu itu ia telah berada di atas angin, lalu Syadad ibnu Aswad melihat hal tersebut. Kemudian, Ibnu Sya'ub mengajak Hanzhalah berbicara untuk mengecohnya dengan mengatakan bahwa Abu Sufyan telah menang hingga akhirnya Syadad mampu memukul dan membunuhnya."

Rasulullah saw. berkata, “teman kalian, yaitu Hanzhalah, sedang dimandikan oleh para malaikat.” Karena ingin tahu sebabnya, para sahabat bertanya kepada keluarga Hanzhalah apa sebenarnya yang terjadi, istri Hanzhalah menjawab, "ketika mendengar seruan jihad, Hanzhalah bergegas keluar sedangkan ia dalam keadaan janabah (habis tidur dengan istrinya dan belum sempat mandi wajib)." Lantas Rasulullah saw. menimpali, "karena itulah, ia dimandikan oleh para malaikat."

Ruh Seorang Mukmin Hidup Bebas

Diriwayatkan dari Sa'id ibnu Suqoh, ia bercerita, "ketika kami menjenguk Salman al-Farisi karena ia sedang sakit perut, Salman berkata kepada istrinya, "dimana minyak misk yang kita beli dari Balanjar itu?" istrinya menjawab, "ini dia minyak misk itu." Salman lantas berkata kembali, "tuangkan minyak itu ke dalam air, lalu aduklah, kemudian cipratkan di sekitar tempat tidurku karena sekarang ada satu golongan yang bukan dari manusia ataupun jin tengah menjengukku." Istrinya segera melakukan permintaan suaminya itu. Lantas kami pun keluar dan tidak lama berselang kami mendatanginya lagi tetapi Salman r.a. telah meninggal.

Cerita lainnya diriwayatkan dari Abdullah ibnu Salam, yaitu Salman berkata kepada Abdullah, "wahai saudaraku, bila diantara kita ada yang meninggal sebelum yang lainnya maka ia akan menjenguknya," Abdullah menjawab, "bagaimana mungkin?" Salman menimpali, "mungkin saja, karena ruh seorang mukmin hidup dengan bebas. Ia akan pergi di dunia ini sesukanya, sedangkan ruh orang kafir terpenjara di neraka Sijjin. Kemudian Salman lah yang lebih dulu meninggal."

Abdullah ibnu Salam melanjutkan ceritanya, "pada suatu siang, ketika ia sedang berbaring di tempat tidurnya, ia tertidur dan bermimpi bahwa Salman mendatanginya seraya mengucapkan salam, Abdullah menjawab salam tersebut kemudian bertanya, "wahai Abu Abdillah, bagaimana keadaan rumahmu sekarang?" Salman menjawab, "Baik, kamu harus banyak bertawakal karena sebaik-baik sesuatu itu adalah tawakal." Salman mengulangi ucapannya sampai tiga kali.

Akhir Amalku pada Waktu Subuh

Kisah di bawah ini diriwayatkan dari Yazid ibnu Abu Habib, detailnya sebagai berikut.

Ketika Ibnu Abu Sarah sedang sakaratul maut dan pada waktu itu ia sedang berada di Ramlah. Ia pergi dari kota asalnya karena lari dari fitnah. Pada suatu malam, Ibnu Abu Sarah bertanya kepada teman-temannya, "bagaimana kabar kalian?" teman-temannya menjawab, "tidak baik". Kemudian, tatkala subuh telah datang, Ibnu Abu Sarah berkata lagi, "wahai Hisam, aku merasakan dinginnya pagi ini, coba rasakanlah!" kemudian ia lanjut berkata, "Ya Allah, jadikanlah akhir amalku pada waktu Subuh!"

Kemudian Ibnu Abu Sarah berwudhu dan shalat dengan membaca al-Faatihah dan surah al-‘Aadiyaat pada rakaat pertama, sedang pada rakaat kedua membaca al-Faatihah dan satu surah lainnya, lalu salam ke kanan lantas ke kiri, kemudian meninggal seketika.

Siapa yang Senang Bertemu dengan Allah, Allah pun akan Senang Bertemu dengannya

Kisah berikut ini menjelaskan maksud dari sabda Rasulullah saw., "barang siapa yang senang bertemu dengan Alah, Allah pun akan senang bertemu dengannya. Sedang siapa yang tidak senang bertemu dengan Allah, Allah pun tidak akan senang bertemu dengannya."

Imam Abu Hamid al-Ghazaliy dalam bukunya memuat cerita yang dinukil dari Wahab ibnu Manbah, seperti berikut ini.

Pada suatu jaman, hiduplah seorang raja. Suatu saat, ia ingin pergi ke suatu daerah. Lantas, sang raja meminta para pelayannya untuk membawakan baju-baju untuknya, tetapi tidak ada satu baju pun yang ia senangi sampai akhirnya raja itu mendapatkan baju yang ia senangi, itupun setelah beberapa kali mencoba pakaian simpanannya.

Begitu juga halnya dengan kendaraan yang ingin dinaikinya, kendaraan itu harus sesuai dengan hasratnya maka ia memilih salah satu yang terbaik dari seluruh kendaraannya setelah terlebih dahulu disodorkan kepadanya beraneka macam kendaraan.

Lalu, datanglah Iblis dengan meniupkan kepadanya rasa sombong. Akhirnya, raja itu pergi dengan diiringi kuda-kuda dan memandang manusia dengan rasa sombong. Lantas pada suatu ketika, datang seorang laki-laki yang kumuh, lelaki itu menyalami raja tetapi raja tidak mau menjawab salamnya maka laki-laki itu dengan sigap mengambil tali kekang kuda raja. Raja pun bereaksi seraya berkata, "berikan tali itu, kamu telah berani kurang ajar,"

Lelaki itu menjawab, "aku ada perlu dengan engkau"
Raja menimpali, "tunggu, sampai aku turun"

Lelaki itu bersikukuh, “tidak, aku ingin sekarang,” lalu ia menarik kuat-kuat tali kekang kuda raja maka raja terpaksa mengabulkan permintaannya, "sebutkanlah!"
Lelaki itu mulai menyebutkan, "itu rahasia" maka ia pun mendekati kepalanya seraya mendatangi raja dan berbisik, "aku adalah malaikat maut."

Sekonyong-konyong raut muka raja berubah dan lidahnya bergetar lalu berkata seraya memohon, "tunggulah sampai saya kembali ke tengah-tengah keluarga dan menyelesaikan segala urusan lalu berpesan kepada mereka semua." Malaikat itu menjawab, "tidak, demi Allah kamu tidak akan melihat keluarga kamu lagi selamanya." Seketika itu juga malaikat maut mencabut nyawanya, lantas raja itu jatuh seperti kayu.

Kemudian, malaikat maut itu berlalu dan bertemu dengan seorang hamba yang mukmin. Ia menyampaikan salam terlebih dahulu kepada mukmin tersebut, dan hamba itu menjawab salamnya. Malaikat maut memulai pembicaraan terlebih dahulu dengan berkata, "aku ada perlu dengan engkau, aku akan menyebutkannya di telingamu," hamba itu menjawab, "silahkan," seraya mendekati malaikat itu. Lantas malaikat membisikkannya, "aku adalah malaikat maut maka selesaikanlah dulu keperluanmu yang ingin kamu kerjakan." Hamba mukmin menjawab dengan tegas, "tidak ada keperluan yang lebih besar dan aku cintai daripada bertemu dengan Allah," malaikat menimpali dengan lembut, "maka pilihlah dengan cara apa aku harus mencabut nyawamu?" hamba mukmin menjawab, "apakah mungkin?" malaikat maut berkata, "tentu, karena aku telah diberi wewenang untuk itu," hamba mukmin itu menjawab dengan santai, "tunggulah sampai aku berwudhu dan shalat terlebih dahulu, kemudian cabutlah nyawaku ketika aku sedang sujud." Malaikat maut melulusi permintaan hamba mukmin tersebut dengan mencabut nyawanya ketika ia sedang sujud.

Dari kisah ini, kita dapat lihat bagaimana seorang hamba mukmin yang taat sangat senang bertemu dengan Allah dan ia pun mulia di sisi Allah, sedangkan seorang hamba yang berdosa dan terlena dalam kesenangan dan fitnah duniawi sangat membenci untuk bertemu dengan Allah, karena ia merasa berlumuran dengan dosa-dosa. Setelah membaca kisah ini, seorang yang berakal tentu akan mengambil hikmah dan mengamalkannya.

JIKA KAMU TIDAK MALU, LAKUKANLAH APA YANG KAMU MAU

Salah seorang anak Abdullah bin Maslamah Qa’nab al-Haritsi34 bercerita  bahwa dahulu ayahku sering minum arak dan menemani anak kecil. Suatu hari dia memanggil mereka dan sudah duduk di depan pintu menunggu mereka. Saat itu lewat Syu’bah menaiki keledainya sementara orang-orang di belakangnya mengikutinya sambil berjalan cepat, lalu dia bertanya, “Siapa ini?”
    Mereka ada yang menjawab, “Syu’bah.”
    Dia bertanya lagi, ”Siapa itu Syu’bah?”
    Mereka menjawab, “Seorang perawi hadits.”
    Kemudian dia pun mendatanginya dengan memakai kain merah seraya berkata kepadanya, “Bacakan aku hadits.”
    Dia menjawabnya, “Kau bukanlah orang bergelut dalam hadits untuk aku bacakan hadits kepadamu.”
    Maka, dia pun menodongkan pisaunya seraya berkata, “Kamu membacakan aku hadits atau aku akan melukai kamu?”
    Syu’bah pun berkata kepadanya, “Manshur meriwayatkan kami dari Rab’i dari Abu Mas’ud berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, ‘Jika kamu tidak malu, lakukanlah apa yang kamu mau.’”35
    Dia lalu melempar pisau itu dan segera kembai ke rumahnya. Di rumah dia mengumpulkan minuman yang dia miliki kemudian dihancurkannya dan dia berkata kepada ibunya, “Tidak lama lagi teman-temanku akan datang, suruhlah mereka masuk dan berikanlah mereka makanan. Setelah mereka makan, maka beritahukan kepada mereka apa yang telah aku lakukan dengan minuman-minuman itu sehingga mereka pergi.”
    Setelah itu dia pergi ke Madinah untuk mendatangi Malik bin Anas. Dia tinggal bersamanya dan belajar darinya, kemudian dia pulang ke Bashrah dan akhirnya dia menjadi salah seorang perawi hadits Nabi saw. hingga dia sangat dikenal sebagai ahli ibadah yang  zuhud.
    Begitulah orang yang jahat mendapat rahmat dari Allah swt. ketika dia mendengar sabda Nabi pembawa rahmat. Dia menyadari bahwa rasa malu adalah cabang dari cabang keimanan. Apabila seorang muslim atau mukmin atau siapa saja kehilangan rasa malu, berarti dia telah kehilangan segalanya dan dia akan melakukan apa saja. Hal itu karena rasa malu akan mencegah manusia dari perbuatan salah atau maksiat. Apabila rasa malu sudah diangkat dari seorang manusia, dia akan melakukan apa saja walaupun hal itu bertentangan dengan agama atau masyarakatnya.