Bersiap-siaplah, lalu Pergi dengan Mulia

Buku-buku sejarah banyak memuat kisah-kisah para ahli zuhud dan orang-orang saleh. Adapun sebagai seorang mukmin sejati, tentunya dia akan berusaha untuk menapak tilas sejarah kehidupan para ahli zuhud dan orang-orang saleh tersebut dengan tujuan semoga mencapai derajat seperti mereka.

Awalnya, penulis hanya ingin menyebutkan cerita husnul khatimah Ibrahim ibnu Adham saja, akan tetapi itu tidak adil karena sejarah orang saleh ini penuh dengan nasehat dan tuntunan hidup. Sebab itu, penulis akan salah bila tidak menyampaikan juga beberapa cerita lainnya sehingga dapat dinikmati bersama. Dengan harapan, kita dapat mengamalkan cerita-cerita tersebut dan sebagai bekal untuk bertemu dengan Allah swt..

Ibrahim ibnu Adham adalah seorang hamba yang saleh, zuhud dan terpercaya. Ia juga anak seorang raja di daerah Khurasan, tetapi ia lebih senang berburu. Dikisahkan, "suatu hari aku keluar untuk berburu, lalu kudapati serigala. Tetapi, tiba-tiba saja ada suara berteriak bersumber dari pelana depan kudaku seraya berkata, "bukan untuk ini aku diciptakan, dan bukan untuk ini pula aku diperintahkan."

Lalu Ibrahim melanjutkan ceritanya, "lalu aku berhenti, seraya berkata, "aku berhenti, aku berhenti, peringatan dari Tuhan semesta alam telah datang kepadaku. Aku lantas pulang ke rumah, dan aku tinggalkan kudaku begitu saja. Kemudian aku mendatangi penasehat ayahku dan meminta darinya jubah dan sorban yang ditukar dengan bajuku. Selanjutnya, aku bertolak ke Irak dan tinggal di sana beberapa waktu, tetapi aku masih tetap tidak mengetahui tentang hukum halal maka aku memberanikan diri untuk bertanya kepada beberapa syekh tentang hukum halal. Lalu Syekh itu menyuruhku untuk pergi ke negeri Syam."

Hamba saleh ini terus berusaha mencari ilmu hingga diterima oleh Allah sampai akhirnya ia memiliki keyakinan yang kuat. Penulis juga berharap keyakinan tersebut dimiliki pula oleh kita semua meskipun penulis tidak berniat untuk menilai derajat seseorang dihadapan Allah. Keyakinan itu adalah tawakal dan ikhlas dalam pekerjaan.

Saudaraku, ketahuilah bahwa ikhlas dalam perbuatan dan niat mendekatkan diri kepada Allah dengan niat ikhlas dan tawakal akan menanamkan dalam hati sebuah cahaya yang tidak dapat dirasakan kecuali oleh pemiliknya. Sedangkan keberlangsungan keberadaan cahaya tersebut hanya diperoleh dengan ikhlas dan tawakal dalam pengawasan Allah.
Marilah kita simak bersama dua cerita tentang gaya hidup para ahli tawakal dan ikhlas.

Suatu hari, ketika Ibrahim ibnu Adham naik sebuah perahu, tiba-tiba datang ombak besar dari segala penjuru, lalu Ibrahim menutupi kepalanya dengan sorban sambil gemetar, sedangkan para teman-temannya yang lain di perahu itu tengah sibuk dengan berteriak dan berdoa. Mereka pun membangunkannya seraya bertanya, "apakah kamu tidak sadar kita sedang susah?" Ibrahim menjawab, "kalian susah bukan karena ombak, tetapi kalian butuh akan bantuan manusia," kemudian ia lanjut berkata, "Ya Allah, engkau tunjukkan kepada kami kekuasaan-Mu maka tunjukkan pula ampunan-Mu." Seketika itu juga laut kembali tenang seakan-akan tidak terjadi apa-apa.

Hudzaifah al-Mar'asy bercerita, "suatu hari, aku dan Ibrahim bernaung di sebuah masjid yang telah hancur di Kufah. Kita tinggal di masjid itu beberapa hari tanpa makan apapun, lalu Ibrahim bertanya kepadaku, "apakah kamu lapar?"

Tentu saja aku jawab, "iya"

Kemudian Ibrahim mengambil selembar kertas lalu menulisnya dengan kalimat dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Engkaulah harapan dalam segala keadaan dan tempat tujuan pada setiap doa.

Aku memuji, berzikir, bersyukur
Aku lapar, merugi, dan telanjang
Itulah enam keadaan, setengahnya telah aku penuhi
Maka penuhilah setengah lainnya wahai Maha Pencipta
Bila ada pujianku yang ditujukan kepada yang lainnya, biarlah aku tercebur ke dalam api neraka yang menyala
Balaslah hamba-Mu ini untuk masuk neraka

Kemudian Ibrahim berkata kepadaku, "keluarlah dengan membawa kertas ini dan jangan kamu gantungkan hatimu selain kepada Allah swt., lalu berikan kertas ini kepada orang pertama yang kamu temui." Lantas aku keluar dan bertemu dengan seorang laki-laki yang sedang berada di atas keledainya. Aku pun memberikan kertas yang telah kubawa itu kepadanya. Ketika laki-laki itu membacanya, ia menangis dan memberikanku enam ratus dinar, lalu pergi."

Selanjutnya, aku bertanya kepada orang-orang, "siapakah laki-laki yang berada di keledai tadi?"

Mereka menjawab, "dia seorang nasrani." Lalu aku segera mendatangi Ibrahim dan kukabarkan tentang hal tersebut. Tetapi Ibrahim malah berkata, "sekarang ia akan datang dan masuk Islam." Tidak lama kemudian, laki-laki di atas keledai itu datang lagi dan mendekati Ibrahim lalu menyatakan masuk Islam.

Saudaraku, tidakkah kamu menyimak betapa besar kadar keyakinan yang tertanam dalam hati hamba saleh ini dan bagaimana ia tidak gentar sedikitpun ketika datangnya musibah dan bencana. Semua itu hanya dapat dicapai ketika hati telah penuh dengan cahaya iman dan ikhlas dalam perbuatan, tawakal untuk hidup dalam pengawasan-Nya, dan melepaskan dunia dengan berbuat amal saleh. Ibrahim ibnu Adham bersyair:

Menurutku, dosa dapat mematikan hati
Dan mewariskan kehinaan yang mencandukannya
Sedang meninggalkan dosa dapat menghidupkan hati
Dan kebaikan bagi dirimu bila melanggar dosa
Tiada kerusakan agama kecuali disebabkan oleh ulah para raja
Pendeta-pendeta dan rahib sesat
Mereka menjual diri mereka tetapi tidak beruntung
Meskipun dagangannya tidak mahal
Sesungguhnya mereka telah terjatuh dalam bangkai
Hanya orang yang memiliki hati yang dapat mencium bau busuknya

Ibrahim juga berkata, "sifat wara' dapat diperoleh ketika kita dapat menanamkan semua akhlak baik dalam hati, dan menyibukkan diri dari aib orang dengan dosa sendiri. Kita juga harus berkata-kata baik pada hati yang hina karena Allah yang Maha Mulia memikirkan dosa yang telah kita lakukan. Juga, bertobatlah kepada Tuhan, maka semua itu dapat menumbuhkan sifat wara' dalam hati dan hilangkanlah juga rasa tamak kecuali kepada Tuhan."

0 comments:

Post a Comment