Ahmad bin Hanbal Dan Kelapangan Setelah Kesempitan

Ahmad bin Hanbal adalah salah seorang Imam yang empat. Ia seorang yang tsiqah, kuat hafalan, ahli fiqih dan hadits. Ia hafal sebanyak sejuta hadits seperti yang dikatakan oleh Abu Zur'ah. Hal itu ditanyakan pada Abu Zur'ah: "Bagaimana engkau tahu ia hafal sebanyak itu?" Abu Zur'ah berkata: "Aku pernah diskusi dengannya dan aku banyak menerima bab-bab hadits darinya."
Ibrahim al-Harbi berkata tentang Ahmad bin Hanbal: "Aku perhatikan Ahmad bin Hanbal seolah-olah Allah telah menghimpun dalam dirinya ilmu orang-orang dahulu dan orang-orang kemudian dari berbagai cabangnya. Ia mampu berbicara tentang apa saja." 

Imam Ahmad mendapat ujian yang besar dan fitnah yang berat di masa Khalifah al-Makmun bin Harun ar-Rasyid (seorang Khalifah Bani Abbasiyah) yaitu fitnah khalqul Qur`an yang sengaja dibuat-buat oleh golongan Mu'tazilah dan diikuti oleh Al-Makmun lalu ia paksakan kepada ulama dan umat dengan menggunakan kekuatan pedang.

Pemikiran yang ingin dipaksakan oleh Khalifah ini adalah bahwa Al-Qur`an itu adalah makhluk sama dengan yang lain dan bukan sifat diantara sifat-sifat Allah yang qadim. Imam Ahmad bin Hanbal menolak pemikiran yang mengatakan Al-Qur`an adalah makhluk ini. Dengan tegas ia hadapi golongan Mu'tazilah dan Khalifah sendiri, sementara ulama-ulama lainnya mengambil sikap yang lunak dan menyetujui pemikiran tersebut. Hanya sedikit ulama yang berada di pihak Imam Ahmad bin Hanbal yang tercatat dalam sejarah Islam; tak lebih dari dua orang dimana salah seorang dari keduanya wafat karena beratnya siksaan yang diterimanya.

Khalifah al-Makmun memerintahkan untuk memenjarakan Ahmad bin Hanbal dan menyiksanya. Ketika dicambuk, Imam Ahmad tetap berkata: "Al-Qur`an adalah kalamullah dan bukan makhluk."

Maymun bin al-Ashbagh menceritakan: "Saat aku berada di Baghdad aku mendengar orang-orang ribut. Aku bertanya: "Apa yang terjadi?"
Mereka berkata: "Ahmad bin Hanbal tengah disiksa."
Aku mencoba masuk ke dalam ruangan tempat ia disiksa untuk melihatnya. Ketika dicambuk ia berkata: "Bismillah." Dicambuk kedua kalinya ia berkata: "La haula wala quwwata illa billah." Dicambuk ketiga kalinya ia berkata: "Al-Qur`an adalah kalamullah bukan makhluk." Dicambuk keempat kalinya ia membaca:

"Katakanlah, tidak ada yang akan menimpa kami kecuali apa yang telah ditetapkan oleh Allah." ( at-Taubah: 51) Ia dicambuk sebanyak dua puluh sembilan kali.

Selama tiga tahun Imam Ahmad bin Hanbal berada dalam kondisi seperti ini yaitu di masa kekhilafahan al-Makmun dan saudaranya al-Mu'tashim. Mereka menyiksanya agar ia mau mengatakan bahwa Al-Qur`an adalah makhluk. Saat disiksa itu usianya telah lebih lima puluh tahun.

Ia berdoa kepada Allah dengan doa ini: "Ya Allah, siapa yang mengikuti hawa nafsunya atau pendapat pribadinya sementara ia mengira bahwa ia berada dalam pihak yang benar padahal tidak maka kembalikanlah ia pada yang benar agar tidak satupun dari umat ini yang tersesat. Ya Allah, jangan sibukkan hati kami dengan sesuatu yang telah Engkau jamin untuk kami, jangan jadikan kami dalam mencari rezeki-Mu menjadi pelayan bagi selain-Mu, jangan halangi kami dari kebaikan yang ada di sisi-Mu karena keburukan yang ada pada kami, jangan biarkan kami berada dalam daerah larangan-Mu dan jangan sampai kami tidak ada di saat Engkau perintahkan. Muliakanlah kami dan jangan hinakan kami, muliakanlah kami dengan ketaatan dan jangan hinakan kami dengan maksiat."

Akhirnya datanglah kelapangan itu pada masa al-Mutawakkil (juga seorang Khalifah Abbasiyah) yang malah memberi Imam Ahmad hadiah yang banyak lalu membebaskan serta memuliakannya.

Shalih putra Ahmad bin Hanbal berkata: "Ali bin al-Jahm menulis surat pada Imam Ahmad yang isinya bahwa Amirul Mukminin (yaitu al-Mutawakkil) telah memerintahkan Ya'kub yang lebih dikenal dengan nama Qausarah (salah seorang pembantu Khalifah) untuk menemuimu dengan membawa banyak hadiah lalu menyuruhmu untuk pergi dari negeri ini. Maka takutlah hanya pada Allah, jagalah dirimu dan tolaklah harta itu karena kalau engkau terima hal itu akan memberi peluang bagi orang-orang yang membencimu."

Keesokan harinya datanglah Ya'kub menemui Ahmad bin Hanbal. Ya'kub berkata: "Wahai Abu Abdillah, Amirul Mukminin menyampaikan salam padamu dan berpesan: "Aku ingin untuk lebih dekat denganmu dan memperoleh berkah dari doamu. Untuk itu aku kirimkan padamu sepuluh ribu dirham untuk bekalmu dalam perjalanan."

Ahmad bin Hanbal mengambil uang yang dikirim oleh Khalifah padanya tersebut. Ia menangis lalu berkata pada putranya; Shalih: "Sebelumnya aku selamat dari fitnah mereka, tapi di akhir-akhir hayatku ternyata aku diuji oleh sikap mereka. Aku sudah bertekad untuk membagi-bagikan uang ini esok pagi."
Putranya berkata: "Terserah ayah."

Keesokan harinya Imam Ahmad bin Hanbal membagi-bagikan uang tersebut pada anak cucu kaum Muhajirin dan Anshar meskipun ia sendiri bersama anak-anaknya berada dalam kondisi yang sangat fakir dan membutuhkan.

Ali bin al-Jahm berkata pada Khalifah: "Wahai Amirul Mukminin, manusia tahu kalau Ahmad telah menerima uang yang engkau kirimkan itu, tapi apa yang dilakukannya dengan uang itu sementara makanannya hanya roti."
Khalifah berkata: "Engkau benar Ali."
Semoga Allah merahmati dan meridhai Imam Ahmad bin Hanbal.

0 comments:

Post a Comment