TOBAT PENGARANG FI ZHILALIL QUR

Dia adalah salah seorang pemikir Islam kontemporer yang telah mengorbankan jiwanya demi sebuah akidah yang kokoh yang dipenuhi rasa takut kepada Allah swt..
    Dia besar di sebuah desa kecil di tengah keluarga yang taat beragama. Dia menghafal Al-Qur’an seperti kebiasaan penduduk desa di salah satu madrasah yang mengajarkan menulis, membaca, dan menghafal Al-Qur’an yang ada di desa itu. Namun, ketika beranjak dewasa, dia terpengaruh dengan pemikiran-pemikiran komunis yang memang tersebar pada saat itu. Hingga, mengakibatkan dia menjadi seorang atheis selama sebelas tahun. 
    Pada tahun 1948 dia berangkat ke Amerika dalam sebuah delegasi Kementerian Wakaf Mesir. Keadaannya pun berubah dari atheis menjadi beriman dan kembali kepada Allah swt..
    Pengarang Fi Zhilalil Qur’an itu bercerita tentang perjalanan spiritualnya dari keraguan ke keyakinan. Sejak sekitar lima belas tahun yang lalu, kami berjumlah enam orang yang semuanya beragama Islam berada di atas sebuah kapal Mesir yang membawa kami mengarungi lautan Atlantik menuju ke New York di antara seratus dua puluh penumpang lainnya yang semuanya bukan beragama Islam. Terbetik dalam benak kami untuk mendirikan shalat Jumat di tengah lautan di atas kapal tersebut. Allah Mahatahu bahwa kami sesungguhnya tidak pernah menjalankan shalat itu sendiri. Kami memang sedang mendapat gairah keagamaan yang tinggi saat berhadapan dengan seorang misionaris Kristen yang gigih menjalankan tugasnya di atas kapal dan sedang berupaya untuk menyampaikan misi Kristennya kepada kami. 
    Saat itu nahkoda kapal yang berkewarganegaraan Inggris mengizinkan kami untuk mendirikan shalat dan dia juga mengizinkan kepada para awak kapal, kokinya, dan para pelayannya yang beragama Islam untuk shalat bersama kami dengan syarat tidak ada pekerjaan yang harus dikerjakan pada saat waktu shalat.
    Aku bertindak sebagai ib dan imam shalat Jumat. Para penumpang yang lain mayoritas mereka memperhatikan dan mengawasi shalat kami. Setelah selesai pelaksanaan shalat, banyak dari mereka yang mendatangi kami dan mengucapkan selamat atas terlaksana dan suksesnya “pekerjaan suci” itu, dan ini menjadi puncak pemahaman mereka dari pelaksanaan shalat kami.
    Namun, ada seorang wanita dari kerumunan orang banyak ini yang kemudian kami mengenalnya berkebangsaan Yugoslavia. Dia beragama Kristen dan sedang lari dari kekejaman rezim Tito dan pemerintahan komunisnya. Wanita ini sangat terkesan dan terlihat kedua matanya dibanjiri air mata dan dia tidak bisa mengendalikan perasaannya. Wanita itu datang menyalami tangan kami dengan penuh kehangatan seraya berkata bahwa dia tidak bisa menahan jiwanya karena sangat terkesan dengan shalat kami ini, penuh kekhusyuan, teratur, rapi, serta penuh kejiwaan. 
    Aku pun ingin menjadi orang yang kedua muslim yang taat dan Allah hendak menguji aku apakah aku ini benar dan jujur dengan apa yang telah aku lakukan atau hanya sekadar kepura-puraan.
    Dan dari ujian Allah kepadaku setelah beberapa saat aku memilih jalan Islam—setibanya aku di Amerika—baru saja aku masuk ke kamarku, tiba-tiba pintu kamarku diketuk dan aku pun membukanya. Saat itu berdiri di hadapanku seorang wanita muda berbadan semampai berparas cantik dengan berpakaian minim. Terlihat dari gerakan badannya dia sedang merayu. Dia memulai percakapan denganku dengan bahasa Inggris, “Apakah engkau mengizinkan aku menjadi tamumu  malam ini?”
    Aku pun menolaknya dengan alasan bahwa kamar ini hanya cukup untuk satu orang saja.
    Wanita itu berkata, “Kebanyakan satu tempat tidur juga bisa untuk dua orang.”
    Dengan rayuan dan upayanya untuk memaksa masuk, aku pun terpaksa mendorong dan menutup pintu di depannya sehingga dia pun berada di luar kamar. Setelah itu aku mendengar detak suara sepatunya di atas lantai kayu lorong itu. Wanita itu memang sedang dalam keadaan mabuk.
    Kemudian  aku pun mengucapkan Alhamdulillah dan ini adalah awal ujian. Saat itu aku merasa jiwaku lega dan terhormat karena aku telah berhasil melawan nafsuku dan aku mulai berjalan di jalan yang telah aku gariskan ini.

0 comments:

Post a Comment