TOBAT SEORANG PENDETA DAN KISAH KEISLAMANNYA

    Ketika penulis duduk di Masjidil Haram setelah shalat zuhur, penulis berkenalan dengan seorang yang terlihat pada dirinya sosok orang yang bertakwa dan saleh. Tangannya memegang sebuah mushaf Al-Qur’an. Kami pun larut dalam obrolan, sehingga penulis tahu bahwa dia adalah orang Mesir yang tinggal di Sudan sejak beberapa tahun silam. Kemudian dia menceritakan kepada penulis kisah perjalanan hidupnya.
    “Sesungguhnya aku dari keluarga Kristen yang taat di Mesir. Ayahku seorang yang punya jabatan tinggi dan begitu juga saudara-saudaraku. Keluargaku adalah keluarga kaya. Setelah aku lulus di sekolah menengah atas, aku masuk ke fakultas kedokteran, namun ayahku memaksa aku dan memasukkanku ke gereja untuk mempelajari teologi Kristen dan kepasturan agar aku bisa menjadi seorang pendeta. Hingga akhirnya aku benar-benar belajar kepasturan sampai aku mendapat gelar magister, kemudian aku menjadi seorang pastur seperti yang diinginkan oleh ayahku.
    Pada saat aku mempelajari teologi Kristen, di sana ada berbagai hal yang tidak bisa diterima dan tidak masuk dalam akalku seperti tabiat al-Masih dan penyatuan zat manusia pada trinitas. Aku pernah bertanya kepada para dosen seniorku tentang hal itu, namun aku tidak pernah mendapat jawaban yang memuaskan. Mereka selalu berkata pahamilah seperti adanya dan ajarkan kepada manusia!
    Setelah beberapa tahun aku menjalankan tugasku sebagai pastur di salah satu gereja, aku pun pergi ke London. Dengan izin dan kehendak Allah, duduk di sampingku seorang syekh ulama terkenal yang juga sama denganku akan berangkat ke London. Aku pun berbicara panjang lebar dengannya, sehingga timbul persahabatan di antara kami. Seorang syekh dan seorang pendeta. Aku pun banyak bertanya kepadanya tentang hal-hal yang menyangkut dengan agama Islam dan agama Kristen. Darinya aku mendapat jawaban yang sangat memuaskan dan bisa diterima.
    Selama satu tahun dari persahabatan itu, aku pun telah mengenal dan mengetahui hakikat kebenaran, yaitu bahwa aku adalah salah dan sesat. Syekh ini pun mengirimkan aku buku-buku fiqih Islam dan akidah dan aku belajar banyak dari buku-buku tersebut. Yang tersisa di hadapanku hanyalah mengumumkan keislamanku, akan tetapi aku merasa takut pada keluargaku dan mereka akan menyerangku dengan kekerasan. Setelah keraguan yang tidak begitu panjang, aku segera pergi ke instansi keamanan yang berwenang dan segera aku kumandangkan keislamanku. Lantas aku menanggalkan seragam kepasturanku untuk selamanya.
    Itulah awal mula aku masuk Islam. Sudah bisa ditebak sebelumnya, keluargaku semua memerangiku dan mereka telah menghalalkan darahku untuk dibunuh, sampai akhirnya sebagian menasihatiku untuk pergi ke luar Mesir karena takut atas nyawaku, hingga aku pun pergi ke Sudan. Melalui jalur Organisasi Pekerja Islam, aku berangkat menuju imam salah satu masjid di sana.
    Dia menerimaku sebagai tamunya selama tiga hari, kemudian dia menawarkan agar aku menikah dengan salah satu putrinya hingga aku pun jadi menikahi salah seorang putrinya. Di sana aku bekerja sebagai tenaga pengajar selama enam belas tahun, dan Allah mengaruniai aku dua orang anak. Aku pun masih menjalin hubungan dengan keluargaku melalui telepon dan aku merasa tidak ada harapan untuk mengajak mereka masuk Islam dan itu telah aku lakukan tanpa hasil.
    Kemudian kondisi ekonomi pada saat itu mengalami krisis, hingga Rabithah ‘Alam Islami di Sudan mengirimku ke Saudi agar aku bisa mendapat pekerjaan di sana. Saat ini aku sudah di sini sejak dua bulan tinggal di Masjidil Haram, namun aku belum bisa bertemu dengan ketuanya karena dia masih dalam perjalan ke luar negeri, sampai-sampai uangku habis. Aku tidak pernah putus asa dari rahmat Allah karena aku telah banyak mengambil manfaat dari keberadaanku di Masjidil Haram ini dengan melakukan ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah swt..”
    Setelah dua hari dari pertemuan ini, penulis datang ke Masjidil Haram untuk menemuinya di tempat yang biasa dia duduk. Aku pun menjumpainya dalam keadaan senang dan penuh keceriaan, dan memberitahukanku bahwa Rabhithah ‘Alam Islami telah memberinya pekerjaan di perguruan tinggi di Mekah dan memberikannya uang untuk kebutuhannya agar dia bisa mencari tempat tinggal dan memulai kehidupan barunya. Dia juga mengirim uang itu untuk istri dan anak-anaknya. Hanya untuk Allah segala pujian.

0 comments:

Post a Comment