TOBAT MALIK BIN DINAR

Malik bin Dinar adalah salah seorang pembesar ahli zuhud dan ahli ibadah. Dia pernah bercerita tentang dirinya sebelum Allah memberinya petunjuk dan dia tobat kepada-Nya.
“Dahulu pada saat aku masih muda, aku adalah seorang polisi yang ditugaskan untuk menjaga pasar. Tidak ada satu orang pun yang selamat dari kezalimanku dan sikap kasarku. Berapa banyak orang pernah berkelahi denganku dan telah aku sakiti mereka, semoga Allah senantiasa mengampuniku. Apa yang aku ingat dari nasib mereka membuat kesedihan dalam diriku. Aku saat ini bukan aku seperti yang ada sekarang.”
    Di meneruskan ceritanya, “Aku tidak pernah meninggalkan satu pun larangan-larangan kehancuran yang ada dalam agama. Aku sering minum khamr, sering memukuli orang dan ikut campur dalam urusan mereka yang tidak semestinya, bahkan sampai urusan jual beli. Aku selalu memenangkan orang yang mau membeli dengan harga tinggi walau dia zalim.
    Hingga pada suatu hari, ketika aku sedang berjalan di pasar, aku melihat ada dua orang yang sedang bertikai dalam perkara mereka berdua. Seorang adalah pembeli barang dan yang lain adalah penjualnya. Si penjual bersikeras untuk menjual barang dengan harga tertentu dan si pembeli berupaya meminta penurunan harga tersebut.
    Aku segera menghardik si pembeli itu dan hampir saja aku memukulnya dengan tongkatku kalau saja tidak ada sesuatu hal yang tidak kukenali mencegahku. Aku pandangi dia dan aku mengamatinya. Ternyata dia adalah seorang yang rambutnya sudah beruban, dan di mukanya terdapat tanda-tanda orang baik.
    Dia menunjuk ke arahku dengan tangannya agar aku diam dan tidak menjadi hakim penengah pertikaian antara si pembeli dan penjual. Dan untuk pertama kali dalam hidupku aku tunduk dan patuh pada seorang pelapor. Dia mengakhiri kata-katanya dengan mengatakan bahwa dia pernah mendengar satu hadits dari Rasulullah saw. yang bersabda,

“Apabila di antara kalian ada yang pergi ke pasar, kemudian dia membeli sesuatu yang bisa menggembirakan hati anak-anaknya, Allah akan memperhatikannya.”
    Aku datang dari sebuah perjalanan. Sebelum aku pulang ke rumahku, aku ingin membeli sesuatu yang bisa menyenangkan hati tiga anak perempuanku, sehingga Allah akan memperhatikanku.
    Malik berkata, “Aku sangat terkesan dengan pembicaraan orang itu, maka aku pun membelikan untuknya barang yang dia ingini dan aku berikan kepadanya. Setelah itu aku tinggalkan dia setelah aku meminta kepadanya agar anak-anaknya nanti mau berdoa kepada Allah untuk mendoakanku.
    Hari-hari pun berlalu, sementara pembicaraan orang itu masih saja terngiang di telingaku, sampai akhirnya aku melihat seorang budak perempuan yang cantik sekali sedang dijual di pasar. Aku sangat tertarik dengan budak itu dan aku jatuh cinta padanya. Aku lalu membelinya dan aku nikahi dia. Aku lalui hari-hari hidupku bersamanya dengan sangat indah, sehingga membuatku lupa akan rusaknya kelakuanku. Aku mulai hidup dengan istiqamah, khususnya sejak Allah mengaruniaiku seorang bayi perempuan yang cantik.
    Akan tetapi, belum begitu lama hari-hari indah berjalan dengan kehadiran bayi kecilku, istriku wafat dan meninggalkan anaknya yang masih mungil untuk hidup piatu tanpa ibu. Aku pun hidup sesudah itu dua tahun tidak ingin menikah dan memang tidak ada keinginan kecuali mencurahkan perhatian penuhku kepada anakku yang telah menjadi segalanya bagiku.
    Pada suatu hari, ketika aku pulang dari pekerjaanku, aku mendapatkan anakku jatuh sakit. Aku segera mencari obat kepada dokter-dokter yang ada, akan tetapi keputusan Allah itu lebih luas dan lebih cepat, anakku meninggal dunia dalam gendonganku. Aku memeluknya erat-erat dengan anggapan bahwa nyawanya bisa kembali lagi dan dia bisa hidup kembali. Aku basahi dia dengan air mataku dan terus aku panggil namanya. Akhirnya aku sadar dan aku serahkan segala sesuatunya kepada Allah swt..”
    Dia berkata, “Kemudian aku lari dari jiwaku, dari kehidupanku, dan dari kenyataanku. Aku pun terjerumus lagi ke dunia minuman keras. Aku hidup selalu dalam keadaan mabuk agar aku bisa melupakan duniaku yang sangat sedih itu. Aku kembali lagi menjadi orang yang bersikap kasar kepada siapa saja, seakan-akan aku sedang balas dendam kepada mereka.
    Pada suatu, ketika aku sedang berada di pasar, aku melihat seorang wanita sedang membawa makanan. Aku merampas makanan itu dengan kasar. Aku tidak peduli dengan tangisnya atau teriakannya, atau bahkan tangisan anak kecilnya.
    Aku segera pulang ke rumahku lebih cepat. Saat itu adalah pertengahan bulan Sya’ban dan aku tertidur dengan sangat lelap sekali. Ketika tidur itu, tiba-tiba aku bermimpi dan melihat dalam mimpi itu bahwa hari Kiamat telah tiba, terompet sangkakala telah ditiup, semua makhluk telah dibangkitkan oleh Allah. Kemudian aku mendengar suara yang sangat menakutkan berulang-ulang. Ketika aku menoleh, ternyata ada seekor ular naga sangat besar berwarna hitam kelam yang mulutnya sedang menganga, kedua matanya memancarkan api, rasa takutku sangat mencekam terhadap ular naga ini. Aku segera berlari dari hadapannya sampai akhirnya aku berjumpa dengan seorang kakek tua yang lemah dan sudah uzur. Aku pun memanggilnya agar dia dapat menolong dan menyelamatkanku dari kejaran ular naga ini.
    Kakek tua tersebut justru menangis di depanku dan mengeluh karena dia sudah lemah, kemudian dia berkata kepadaku, ‘Cepatlah, semoga Allah memberikan rahmat-Nya yang bisa menyelamatkanmu darinya.’
    Akupun segera kabur dan lari dengan cepat sampai akhirnya aku tiba di puncak dan penghujung Kiamat. Aku tetap melihat ular naga itu akan memangsaku. Ada suara yang meneriakkan, ‘Kembalilah, kamu bukanlah termasuk golongan itu.’ Aku lekas kembali, sementara ular naga itu tetap saja mengejarku dan aku kembali mendatangi kakek tua tadi. Aku meminta rahmatnya untuk kedua kalinya. Namun, lagi-lagi dia mengeluhkan kelemahannya melawan ular naga yang menyeramkan itu. Kemudian kakek itu berkata, ‘Pergilah ke gunung ini, karena di sana ada titipan-titipan kaum Muslimin, dan kamu mempunyai titipan di sana yang bisa menolongmu.’
    Aku pandangi gunung yang gemerlap dengan perak dan tabir yang bergantung di atas semua lokasi dua daun pintu yang terbuat dari emas merah yang berkilau. Di atas masing-masing daun pintu ada satu tabir dari sutera yang keindahannya bisa memikat mata yang memandang. Aku segera berlari ke sana, sementara ular naga itu masih saja mengejar di belakangku, sampai ketika aku sudah mendekatinya ada sebagian malaikat yang berteriak, ‘Angkat tabir dan bukalah daun pintunya.’
    Kemudian aku pun melihat anak-anak kecil yang bagaikan bulan. Ular naga itu mendekat kepadaku dan hampir saja ia menerkamku, namun sebagian anak kecil itu berteriak, ‘Celaka kalian, mendekatlah kalian semua, musuhnya telah mendekatinya. Kelompok demi kelompok maju ke depan dan tiba-tiba aku dapat bersama dengan anak perempuanku yang telah meninggal dunia. Dia memandangiku dalam-dalam dan menangis seraya berkata, ‘Ayahku….’ Demi Allah, lantas dia melompat dalam sebuah telapak cahaya dan meluncur bagaikan anak panah sampai akhirnya dia berada di sisiku.
    Dia segera mengulurkan tangan kirinya ke tangan kananku dan aku pun bergantungan dengannya. Dia juga mengulurkan tangan kanannya ke ular naga itu, namun dia segera pergi dan kabur. Anakku memberiku tempat untuk duduk dan aku amat sangat lelah dan capek, aku memeluk dan menciuminya sementara air mata mengalir dari kedua mataku, seakan aku takut kehilangan dirinya untuk kedua kali. Aku angkat tangannya ke jenggotku dan dia pun mengelus-elusnya. Dia pandangi aku dalam-dalam dengan kedua matanya yang lentik dengan penuh kasih sayang dan kecintaan. Dia berkata kepadaku, ‘Wahai Ayahku, ‘Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk secara khusyu mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan (kepada mereka)….’ (al-Hadiid : 16)
    Aku pun menangis ketika aku mendengar ayat ini dengan tangisan sejadi-jadinya. Seakan ketika aku pertama kali mendengar ayat ini. Aku berkata kepadanya, ‘Apakah kalian juga mengenal Al-Qur’an?’
    Dia menjawab, ‘Kami lebih tahu ketimbang kalian.’
    Aku bertanya, ‘Tolong beritahuku tentang ular naga yang ingin memangsa dan membinasakanku.’
    Dia berkata, ‘Itu adalah amal perbuatan jahatmu yang banyak yang berubah menjadi memusuhimu dan menginginkanmu masuk ke dalam api neraka.’
    Aku berkata, ‘Lantas tentang kakek tua tadi?’
    Dia menjawab, ‘Itu adalah amal perbuatan salehmu yang memang sedikit dan lemah sehingga tidak bisa menolongmu.’
    Aku berkata, ‘Wahai anakku, apa yang kalian kerjakan di gunung ini?’
    Dia menjawab, ‘Anak-anak kaum Muslimin ditempatkan di tempat ini sampai datangnya hari Kiamat. Kami menunggu kalian yang datang kepadamu dan kami akan memberi syafaat kepada kalian.’
    Aku segera terbangun dari tidurku dengan keadaan terkejut sekali. Setelah itu aku langsung bangkit, sementara keringat membasahi badanku seakan-akan ada hujan lebat yang membasahiku. Aku pun segera mengambil tongkatku untuk menghancurkan alat-alat musik milikku dan botol-botol minuman keras. Aku bertekad untuk bertobat kepada Allah. Setelah mimpi tersebut aku tetap di atas tempat tidurku sampai beberapa hari karena tidak kuat lagi untuk bergerak. Sepanjang waktu itu aku terus beristigfar kepada Allah dan memohon tobat kepada-Nya, aku mohon rahmat-Nya, aku berjanji dan bertekad sejak hari itu untuk menyucikan niat berjalan di jalan Allah.”
    Dia menutup ceritanya seraya berkata, “Bertobatlah kalian kepada Allah wahai para hamba Allah.” Semoga Allah merahmati Malik bin Dinar.

0 comments:

Post a Comment