Menaati Perintah Rasulullah saw.

Dalam buku kehidupan para sahabat, al-Kandahlawi menceritakan dari Mughirah bin Syu’bah r.a., dia berkata, “Aku pernah meminang seorang gadis dari kaum Anshar. Hal itu kemudian aku sampaikan kepada Rasulullah saw.. Beliau bersabda, ‘Apakah sudah kamu lihat?’
‘Belum.’
Rasulullah saw. bersabda, ‘Lihatlah dia, karena hal itu akan semakin melanggengkan hubungan kalian nantinya.’” 
Mughirah berkata, “Kemudian aku mendatanginya. Hal itu aku sampaikan kepada kedua orang tuanya. Keduanya saling berpandangan. Akhirnya, aku pergi dalam keadaan kesal.
Gadis (putri kedua orang tua itu) berkata, ‘Mana laki-laki itu?’ Aku kembali ke rumahnya lalu aku berdiri di samping kamarnya. Dia berkata, ‘Seandainya Rasulullah saw. yang menyuruhmu untuk melihatku, maka lihatlah, tetapi kalau tidak, sungguh aku tak akan mengizinkanmu memandangku.’”
Mughirah berkata, “Lalu aku pandangi dia, kemudian aku nikahi. Sungguh aku tidak pernah menikahi seorang wanita pun yang lebih aku cintai dan lebih mulia darinya.”
Rasulullah saw. telah membolehkan untuk memandangi wanita ketika ada dorongan untuk menikahinya, sehingga timbullah rasa cinta dan kasih sayang. Akan tetapi, memandangnya hanya sebatas muka dan telapak tangan, karena muka menunjukkan tingkat kecantikan wanita sementara kedua tangan menunjukkan kelembutannya.
Apabila sang pemuda menerima gadis itu dan tertarik kepadanya dan sang gadis juga tertarik kepada pemuda itu, maka sempurnalah proses meminang. Setelah itu barulah diadakan akad nikah. Tidak seperti yang dilakukan oleh sebagian kaum Muslimin hari ini yang menyalahi syariat Islam dan mengikuti Yahudi dalam proses meminang, yaitu sang pemuda dibolehkan duduk berduaan dengan sang gadis dan pergi juga berduaan. Hal ini dalam syariat Yahudi adalah halal, tetapi dalam syariat kita hal itu adalah haram, bahkan dianggap sebagai pintu masuk ke dalam maksiat zina, walaa haula walaa quwwata illaa billaahil ‘aliyyil ‘azhiim.
Dalam pandangan Yahudi, meminang adalah masa uji coba, sang pemuda dan gadis yang dipinangnya sudah seperti suami istri minus hubungan intim. Apabila hubungan keduanya sudah sangat erat dan merekat serta sudah ada kesepahaman, barulah diadakan nikah. Hal ini juga dilakukan oleh masyarakat Barat. Bahkan, mereka berbuat lebih jauh dari itu sampai pada hubungan suami istri dan melahirkan anak tanpa proses pernikahan. Oleh karena itu, banyaklah anak-anak zina dalam masyarakat Barat.

0 comments:

Post a Comment