Siasat Seorang Hakim Menghadapi Istrinya yang Pencemburu

Qadhi (hakim) Abul Husain bin Utbah berkata, “Aku mempunyai sepupu (putri paman) yang kaya lalu aku menikahinya. Aku tidak menikahinya karena kecantikannya, tetapi aku ingin memanfaatkan hartanya dan setelah itu aku menikah secara sembunyi-sembunyi. Ketika dia mengetahui hal itu, dia meninggalkanku dan mendesakku untuk menceraikan semua istri yang aku nikahi, kemudian dia akan kembali dan hal itu sangat merepotkanku.
Kemudian aku menikahi seorang gadis cantik yang sesuai dengan keinginanku dan selalu membantuku dalam segala hal. Setelah beberapa hari,  dia berada bersamaku, berita ini terdengar oleh sepupuku tersebut (istrinya tadi), lalu dia mulai membuat masalah untukku. Bagiku sendiri tidak mudah untuk menceraikan gadis tersebut.
Aku berkata kepada istriku yang baru ini, ‘Pinjamlah dari semua tetangga perhiasan yang paling bagus sehingga kamu akan kelihatan sangat cantik, lalu pakailah wewangian yang harum, kemudian pergilah ke rumah putri pamanku itu dan menangislah di hadapannya serta banyak ucapkan doa untuknya sampai dia merasa iba kepadamu. Jika dia bertanya bagaimana kondisimu, maka katakan, ‘Sesungguhnya putra pamanku telah menikah lagi dengan wanita lain. Hampir setiap saat dia menikah lagi. Aku mohon kamu mintakan bantuan hakim untuk kasusku.’ Istri pertama ini tidak mengenal istri yang kedua.’
Akhirnya, istri kedua ini pergi menemui istri pertama dan melakukan apa yang diperintahkan oleh sang hakim suaminya. Istri pertama berkata, ‘Sang hakim lebih buruk dari suamimu, yang dia lakukan kepadaku juga persis dengan kasusmu.’
Kemudian dia mengajak istri kedua untuk datang menghadap kepadaku. Istri pertama tersebut tampak sangat emosi. Tangannya menggandeng istri kedua. Istri pertama berkata, ‘Istri yang malang ini nasibnya sama dengan nasibku. Dengarkanlah pengaduannya dan berlakulah adil kepadanya.’
Aku berkata, ‘Kemarilah kalian berdua.’
Keduanya mendekat.
Aku bertanya kepada istri kedua, ‘Apa kasusmu?’
Lalu  dia menceritakan seperti apa yang telah dirancang oleh sang hakim suaminya (yang sesungguhnya adalah suami mereka berdua).
Aku bertanya kepadanya, ‘Apakah putra pamanmu itu mengakui bahwa  dia telah menikah lagi?’
Dia menjawab, ‘Tidak demi Allah, bagaimana mungkin dia akan mengakui sesuatu yang dia tahu bahwa aku pasti tidak akan setuju?’
Aku bertanya lagi, ‘Ataukah kamu pernah melihat istrinya itu atau tahu tempat tinggalnya ataupun pernah melihat gambarnya?’
Dia menjawab, ‘Tidak, demi Allah.’
Aku berkata, ‘Wahai perempuan, bertakwalah kepada Allah dan jangan langsung terima apa saja yang kamu dengar karena orang yang dengki banyak dan orang yang suka merusak kebahagiaan wanita juga banyak. Seluruh cara salah itu hanya bohong belaka. Buktinya ini istriku, banyak orang mengatakan kepadanya bahwa aku menikah lagi. Kalau memang benar, maka semua istriku yang di luar ruangan ini aku talak tiga.’
Putri pamanku tersebut berjalan ke arahku dan mencium kepalaku, lalu dia berkata, ‘Sekarang aku sadar bahwa kau sering difitnah, wahai sang hakim.’ Dengan demikian, aku tidak mesti membayar denda sumpah karena kedua orang istriku itu berada di depanku.”

0 comments:

Post a Comment