Keridhaan Abul Hasan al-Lu`lu`i dan Keridhaannya kepada Allah

Abul Hasan al-Lu`lu`i berkata, “Pada suatu ketika saya naik perahu. Lalu perahu yang naiki itu pecah sehingga semua penumpangnya masuk ke dalam air. Padahal di tempat dudukku terdapat permata yang harganya empat ribu dinar, sedangkan musim haji sudah dekat sehingga saya pun takut kehilangannya. Lalu Allah menyelamatkan saya dengan mendamparkan di daratan. Kemudian saya berjalan mencari-cari bawaan saya. Kemudian orang-orang yang juga selamat berkata kepadaku, “Cobalah berhenti dulu, semoga ada yang datang dan mengeluarkan sesuatu dan membawa sebagian dari bawaanmu”.
Maka saya katakan, “Allah Maha Tahu tentang apa yang saya alami. Ketika di kapal, di tempat dudukku saya membawa sesuatu yang harganya empat ribu dinar. Dan saya tidak menginginkannya kecuali untuk menunaikan haji”.
Lalu orang-orang berkata, “Apa yang membuatmu sampai mempunyai pikiran seperti itu?”
Saya katakan, “Saya adalah orang yang ingin sekali menunaikan haji. Saya mencari keuntungan dan pahala. Dan pada suatu ketika saya pernah menunaikan haji kemudian saya sangat kehausan. Kemudian saya menyuruh orang yang naik onta bersamaku untuk duduk di tengah tunggangan”. Lalu saya turun untuk mencari air. Ketika itu semua orang dalam rombongan saya juga sangat kehausan”.
Kemudian saya bertanya dan terus bertanya kepada orang-orang, baik yang sendiri maupun yang berkelompok yang saya temui, “Apakah kalian mempunyai air?”.
Namun kondisi mereka tidak berbeda; mereka tidak mempunyai air. Kemudian saya melintasi sebuah tempat yang biasanya untuk mengumpulkan air, seperti kolam. Di sana saya melihat seorang lelaki yang fakir sedang menancapkan tongkatnya di tempat itu dan air menyembur dari tempat tongkatnya, lalu dia minum darinya. Maka saya pun segera turun mendekatinya dan ikut minum hingga merasa puas. Kemudian saya kembali lagi ke rombongan saya untuk mengambil kantung air. Ketika itu orang-orang sudah turun dari atas onta-onta mereka. Kemudian saya kembali ke tempat air tadi, lalu saya memenuhi kantung air saya tersebut lalu saya kembali ke tempat saya semula. Melihat saya memanggul kantung air yang penuh, orang-orang segera mengambil kantung-kantung air mereka lalu pergi ke tempat air tersebut. Maka semuanya pun mendapatkan air dan tidak kehausan lagi.
Kemudian saya mendatangi lagi kolam air tadi, dan saya lihat ia penuh dengan air dan ombaknya berdeburan karena orang-orang memasukkan ember-ember mereka untuk mengambil air darinya.
Maka apakah saya lebih mengutamakan uang empat ribu dinar dari sebuah musim yang dihadiri oleh orang-orang seperti itu yang berdoa, “Ya Allah ampunilah orang yang hadir di Arafah dan ampunilah orang-orang muslim?”.
Demi Allah, saya tidak akan melakukannya. Saya tidak mengutamakan dunia dan seisinya darinya”.
Lalu Abul Hasan al-Lu`lu`i pergi meninggalkan permatanya dan semua bawaannya. Padahal semua bawaannya yang tenggelam nilainya adalah lima puluh ribu dinar”.

0 comments:

Post a Comment