Wanita Ahli Ibadah yang Bertobat di Ka
Ibrahim as-Saih rahimahullah menceritakan, “Ketika aku sedang thawaf di Baitullah, aku melihat seorang wanita yang bergelantungan di Ka’bah sambil menyeru Tuhannya, ‘Duhai sepinya diriku setelah bersama, hinanya aku setelah mulia, miskinnya aku setelah kaya, duhai alangkah besarnya musibahku.’
Aku bertanya padanya, ‘Apa musibahmu?’
‘Kehilangan hati,’ jawabnya.
‘Tidakkah sebaiknya kamu lunakkan suaramu?’ pintaku.
‘Wahai tuan, rumah ini rumahmu atau rumah-Nya?’
‘Rumah-Nya.’
‘Wilayah haram ini milikmu atau milik-Nya?’
‘Milik-Nya.’
‘Siapa yang meminta kita mengunjunginya?’
‘Dia.’
‘Kalau begitu biarkan kita menghinakan diri di depan-Nya sebagaimana Dia telah mengundang kita dan menunjukkan kita kepada-Nya.’
Kemudian dia mengangkat tangannya dan berdoa, ‘Wahai Tuhanku, demi cinta-Mu kepadaku, kembalikanlah hatiku.’
‘Dari mana kamu tahu Dia mencintaimu?’ tanyaku.
‘Dari penjagaan-Nya terhadapku. Dia telah mengerahkan pasukan-Nya untuk mencariku, memberikan harta, dan menyiapkan para budak, lalu Dia keluarkan aku dari negeri syirik kemudian memasukkanku ke negeri tauhid. Setelah itu Dia mengenalkan kepadaku jalan menuju-Nya.’”
Manusia sejak dilahirkan berada dalam keadaan fitrah yang murni, dalam keadaan bertauhid dan Islam sebagaimana diterangkan dalam hadits yang sahih, tetapi setelah itu terjadi perubahan dan penyimpangan, baik dari pihak ayah, ibu, ataupun keluarga.
Seorang muslim yang bertauhid mengetahui bahwa Allah mencintainya ketika Allah mengeluarkannya dari kegelapan syirik menuju cahaya tauhid. Kewajiban seorang muslim yang bertauhid adalah membalas cinta Tuhannya dengan cinta, dan cinta hamba pada Tuhannya adalah dengan menaati-Nya dan tidak mendurhakai-Nya, karena seorang yang mencintai akan patuh kepada yang dicintainya.
0 comments:
Post a Comment